Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Ditemukannya jenazah seorang wanita beberapa waktu lalu di Bandar Udara Kualanamu meninggalkan beberapa pertanyaan.
Padahal untuk bisa menjawab misteri itu tidak cukup hanya dengan inspeksi mendadak, teguran, atau bahkan investigasi sekalipun.
Perlu digarisbawahi bahwa bandara hanya satu bagian dari dunia penerbangan. Di satu sisi, bandara berfungsi sebagai tempat pergerakan pesawat. Di sisi lainnya bandara juga menjadi tempat pergerakan manusia dan barang.
Maka dari itu, keselamatan dan keamanan harus selalu diutamakan serta menjadi unsur paling penting yang harus dipenuhi oleh sebuah bandara.
Sementara itu, bila membicarakan dunia penerbangan tidak hanya mencakup pesawat dan maskapai saja, tapi juga bandara, Maintenanace Repair dan Overhaul (MRO), Air Traffic Controller atau ATC, Ground Handling dan lainnya.
Hal itu sesuai dengan bunyi Pasal 1 UU no. 1 tahun 2009 tentang penerbangan yang mendefiniskan penerbangan sebagai satu kesatuan sistem yang terdiri atas pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan, keselamatan dan keamanan, lingkungan hidup, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya.
Terkait peristiwa ditemukannya jasad di Bandara Kualanamu, ada beberapa pertanyaan yang muncul.
Setiap kecelakaan yang terjadi, sebenarnya kita bisa meminimalkan tingkat kemungkinan terjadinya dengan melakukan audit berkala. Lantas, siapa dan pihak mana yang berwenang melakukan audit berkala tersebut?
Audit keselamatan dan keamanan terutama di bandara mencakup juga assesment seluruh peralatan dan perlengkapan serta fasilitas bandara lalu dilanjutkan dengan analisis SWOT-nya.
Kemudian dilanjutkan dengan validasi dan kelaikan terhadap semua peralatan, perlengkapan, dan fasilitas seperti waktu kedaluwarsa serta waktu terakhir dilakukan pemeliharaan.
Di bandara Indonesia, audit keselamatan dan keamanan sudah dilakukan oleh pihak regulator penerbangan. Meski begitu, berkaca dari kejadian di Kualanamu apakah juga sudah dilakukan validasi seperti kapan terakhir kali lift menjalani pemeliharaan?
Dengan kata lain apakah audit dilakukan pada kedua sisi yaitu sisi aeronautical (penerbangan) dan sisi non aeronautical-nya?
Di samping itu regulatory compliance tidak hanya dilakukan pada pengelola bandara melainkan juga pemilik bandara.
Jika berbicara mengenai audit keselamatan dan keamanan bandara, ulasan Chappy Hakim soal Dewan Penerbangan yang dibentuk pada 1955 mungkin bisa jadi pertimbangan.
Ia berpendapat, Dewan Penerbangan bisa menjadi mitra kerja dari pihak regulator penerbangan sipil di Indonesia dalam hal memonitor segala aktivitas penerbangan dan memastikan semua aturan serta hukum dipatuhi oleh seluruh pelaku industri aviasi.