Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Penamaan yang digunakan untuk jenis pegawai di instansi pemerintah Indonesia ternyata cukup banyak, selain PNS dan PPPK, ada juga Tenaga Honorer, Tenaga Ahli, Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN), Pegawai Kontrak, Pegawai Tidak Tetap (PTT), Tenaga Pendamping, dan lain sebagainya.
Sebutan ini tentu disesuaikan berdasarkan tingkat pendidikan, keahlian, dan standar gaji yang berbeda-beda pula.
Pada pertengahan tahun 2022 lalu, pemerintah pusat melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB) mengimbau Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) instansi pemerintah untuk menentukan status kepegawaian pegawai non-ASN (non-PNS, non-PPPK, dan eks-Tenaga Honorer Kategori II) selambat-lambatnya pada 28 November 2023 mendatang.
Imbauan ini tertuang dalam Surat Menteri PANRB No. B/185/M.SM.02.03/2022 perihal Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Ketentuan penentuan status kepegawaian pegawai non-ASN (tenaga honorer) baik di lingkungan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah diatur dalam PP No. 49/2018 tentang tentang Manajemen PPPK yang diundangkan pada 28 November 2018 yang lalu.
PP tersebut mengatur pemberlakuan penentuan status tenaga honorer paling lama 5 (lima) tahun sejak PP tersebut dikeluarkan, yakni berakhir pada tanggal 28 November 2023.
Hal tersebut memang merupakan amanat dari UU No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Dalam Pasal 99 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 49/2018 tentang Manajemen PPPK pun menyebutkan bahwa Pegawai non-ASN yang bertugas di instansi pemerintah dapat diangkat menjadi PPPK apabila memenuhi persyaratan, dalam jangka waktu paling lama lima tahun sejak PP tersebut diundangkan.
Batas penentuan status tenaga honorer yang telah ditentukan pada 28 November 2023 mendatang, ternyata masih menyisakan beberapa permasalahan.
Sebab, di sisi lain rekrutmen tenaga honorer masih terus dilakukan, akibatnya tentu membuat permasalahan tenaga honorer di Indonesia tida kunjung selesai hingga saat ini.
Padahal dalam Pasal 96 ayat (2) PP No. 49/2018 tentang Manajemen PPPK sudah mengamanatkan, Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di instansi pemerintah untuk tidak melakukan perekrutan tenaga honorer.
Pemerintah sebenarnya telah melakukan beberapa langkah strategis bersama dengan 7 Komisi Gabungan DPR, yaitu Komisi I, II, III, VIII, IX, X, dan XI dalam hal penanganan tenaga honorer.
Hasilnya, dari kesepakatan antara pemerintah dan DPR, dari tahun 2005 hingga 2014, diketahui pemerintah telah mengangkat Tenaga Honorer Kategori-I (THK-I) sebanyak 860.220 dari 920.720 orang dan masih menyisakan 60.482 orang lagi. Sementara pada tahun 2012 ada peningkatan menjadi 648.462 orang.
Dari jumlah 648.462 orang ini, yang berhasil lulus seleksi THK-II sebanyak 209.872 orang. Artinya, tenaga honorer yang sudah berhasil diangkat sebanyak 1.070.092 atau seperempat jumlah total ASN nasional.
Di masa ini penanganan tenaga honorer diatur dalam PP No. 48/2005 jo PP No. 43/2007 dan terakhir diubah dalam PP No. 56/2012 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi CPNS. Pada kurun waktu ini, dietahui pemerintah hanya mengangkat sebanyak 775.884 ASN dari pelamar umum.