Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Menjelang gelaran pemilu serentak 2024 nanti, ada yang tak kalah seru, yakni Pemilihan Kepala Desa (Pilkades). Di desa saya yang ada di perbatasan Kabupaten Bogor, Kabupaten Serang, dan Kabupaten Lebak, sudah ada lima calon kepala desa yang terdaftar.
Pemilihan kepala desa akan dilaksanakan pada 13 November 2023 tapi gegap gempitanya sudah terasa sejak beberapa bulan belakangan.
Di banyak tempat sudah terpasang berbagai baliho calon kepala desa yang berukuran cukup besar seperti tak mau kalah dengan baliho para caleg partai.
Ajang pemilihan kepala desa menjadi gengsi tersendiri. Bagi keluarga besar Si Calon Kepala Desa, kemenangan dalam Pilkades seperti piala yang harus dimiliki.
Akibatnya jika ada seseorang yang mencalonkan dirinya sebagai kepala desa, keluarga besarnya rela menjual tanah, rumah, mobil, perhiasan, bahkan hingga meminjam uang hanya untuk membiayai pencalonan itu.
Sebab ada isu yang menyebutkan semakin besar biaya yang dikeluarkan, malah menjadi tolok ukur Calon Kades itu memiliki potensi lebih untuk menang.
Hal ini justru membuat para calon kades tersebut banyak yang tak memiliki visi misi atau gagasan untuk membangun desa. Kebanyakan dari mereka tak memiliki rencana menggunakan dana desa untuk menyejahterakan warganya, yang mereka berikan hanya janji-janji untuk memberi “uang” pada warganya.
Di samping itu, kebanyakan tim pemenangan setiap Calon Kades merupakan orang-orang yang memiliki jaringan para tokoh masyarakat, tokoh agama, Ketua RT, Ketua RW, dan sebagainya. Semakin banyak jaringan yang dimiliki oleh seorang Calon Kades, maka itu menjadi penambah peluang untuk menang.
Seorang Calon Kepala Desa harus menjaga lumbung suaranya dengan memberikan fasilitas kendaraan antar jemput untuk para warga pemilih. Cara mereka menjaga lumbung suaranya adalah dengan menyewa banyak angkot dan diberikan tanda Calon Kades tersebut.
Relawan mereka juga akan terus menjaga warga yang masuk ke bilik suara di hari pemilihan sembari tetap mengingatkan nomor atau foto Calon Kades yang wajib dicoblos.
Di saat seperti itu juga mereka akan memberikan amplop berisi uang. Faktor banyaknya jumlah uang inilah yang akan menentukan seorang warga akan mencoblos siapa di bilik suara.
Semakin banyak uang dalam amplop tersebut, maka bisa dipastikan orang yang diberikan akan memilih calon kades yang memberikan uang tadi.
Fenomena ini yang sering dikenal sebagai “serangan fajar” memang sudah hal lumrah yang dilakukan di setiap ajang pemilihan kepala desa.
Peran tim pemenangan sangat penting, para ketua RT biasanya dilibatkan untuk memastikan warganya memilih Calon Kades yang sudah disepakati.
Dari hasil obrolan santai dengan para tokoh masyarakat desa, mereka menjelaskan soal besaran biaya yang disiapkan para Calon Kades biasanya tergantung pada lokasi desa.