Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Semakin banyak pabrik atau lokasi industri maka biaya menjadi kepala desa semakin besar. Sebagai gambaran, saya dengar ada Calon Kades yang menyiapkan uang Rp200.000 untuk setiap satu suara. Uang itu bisa diberikan sekaligus atau bertahap, tergantung bagaimana situasi di lapangan.
Dengan dana sebesar itu untuk setiap satu suara, maka kita bisa jadi mengira-ngira berapa biaya yang harus dikeluarkan oleh seorang Calon Kades. Biaya itu tentu di luar biaya untuk tim sukses, relawan, pembuatan baliho serta alat peraga kampanye (APK) lainnya.
Meski begitu, banyak juga Calon Kades yang mengganti uang untuk menarik simpati warga dengan hasil bumi atau hasil lainnya seperti ikan.
Bila ditinjau secara beban politik, pilkades memang menjadi sumber pengeluaran yang besar bagi setiap calon kades dan pemerintah. Biaya penyelenggaraan, biaya pengamanan, dan biaya lainnya yang menyita dana cukup besar.
Sementara hasil dari Pemilihan Kepala Desa sendiri tidaklah signifikan, artinya pemerintahan desa dan pembangunan desa nyaris tidak dirasakan masyarakat.
Pola transaksional seperti ini yang terjadi di setiap ajang Pilkades akan membuat prioritas kades terpilih kelak bukan menyejahterakan rakyat atau membangun desa yang akan dipimpimnnya.
Melainkan mereka akan lebih dulu memprioritaskan bagaimana caranya untuk mengembalikan modal biaya yang telah dikeluarkan selama masa kampanye hingga akhirnya terpilih.
Hal inilah tentu yang mengakibatkan demokrasi di tataran paling bawah menjadi cerminan yang salah. Dan fenomena ini tak menutup kemungkinan bisa berimbas pada ajang pemilihan lain, seperti pemilihan legislatif bahkan pemilihan presiden.
Adalah sebuah konsep yang salah bila setiap pemilih akan memilih seorang calon kades atau caleg ketika ia mendapat uang dari setiap calon kades atau caleg tersebut.
Jika terus begitu tentu akan sulit bahkan mungkin tidak akan bisa mewujudkan demokrasi yang sehat. Sebab, pola transaksional itu akan mengakibatkan para calon kades mapun caleg tidak lagi beradu gagasan melainkan beradu berapa banyak modal (baca: uang) yang bisa mereka keluarkan.
Lalu sampai kapan Pilkades bisa memberikan manfaat kebaikan, kalau diawali hal yang tidak sesuai.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Pilkades, Beban Politik antara Manfaat dan Kesia-siaan"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.