Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Daging Tiruan, Lebih Sehat Ketimbang yang Asli?"
Adakah yang pernah mencoba daging tiruan atau fake meat? Bagaimana rasanya?
Mungkin rasanya memang enak dan mirip dengan daging asli, namun tentu akan butuh beberapa penambah rasa agar rasanya mendekati daging asli.
Daging tiruan diklaim lebih bagus untuk kesehatan dan lebih ramah terhadap lingkungan.
Dari segi ramah lingkungan, mungkin klaim tersebut ada benarnya. Akan tetapi klaim daging tiruan lebih sehat, belum tentu.
Begini penjelasannya.
Berdasarkan bahan utamanya, daging tiruan terbagi dalam dua kategori, yakni daging tiruan yang dibuat dari protein tanaman (plant-based meat) dan daging tiruan dari protein yang dibuat dari kultur sel (cell-based meat).
Plant-based burger dan sosis, seperti yang banyak dijual di supermarket, dibuat dari hasil ekstrak protein tanaman, seperti kacang polong, kedelai, gandum, jamur, dan berbagai bahan lainnya agar rasa dan bentuknya mirip dengan daging asli.
Bahan lain yang biasanya ditambahkan di daging tiruan (plant-based meat) ini adalah minyak kelapa dan minyak kelapa sawit yang disuling dan ditambahkan ke dalam daging tiruan tersebut agar daging menjadi lembut dan juicy seperti daging asli.
Lalu, ada juga zat pewarna, seperti ekstrak bit merah yang ditambahkan agar warna daging tiruan berubah menyerupai daging asli ketika dimasak.
Selain itu ada juga leghemoglobin yang berasal dari kedelai, yakni sebuah protein berwarna merah dan diproduksi melalui rekayasa genetik ragi.
Penambahan bahan ini bertujuan agar daging tiruan bisa tampak "berdarah" ketika disantap.
Jenis daging tiruan kedua adalah cell-based atau kultur sel. Jenis daging tiruan ini dibuat menggunakan teknologi kultur sel hewan.
Sel hewan yang diolah menggunakan teknik khusus akan menghasilkan produk yang menyerupai daging.
Akan tetapi konsep ini agaknya masih sulit untuk dilakukan. Menurut artikel di ZME Science, di Australia baru ada dua perusahaan yang memproduksi daging tiruan dari kultur sel daging.
Apakah daging tiruan ini lebih sehat ketimbang daging asli?
Daging tiruan biasanya memang memiliki lebih sedikit kalori dan lemak jenuh, selain itu juga lebih banyak mengandung karbohidrat dan serat dibanding daging biasa.
Namun dari 130 merek daging burger tiruan yang ada di berbagai supermarket di Australia, misalnya, setelah diaudit, ditemukan bahwa tidak semuanya mengandung lemak jenuh yang sedikit.
Dalam beberapa merek daging burger tiruan, ditemukan kandungan lemak jenuhnya antara 0,2 hingga 8,5 gram per 100 gram penyajiannya.
Sementara, kandungan lemak jenuh daging burger asli menurut Food Data Central tak lebih dari 6 gram per 100 gram penyajiannya.
Artinya, lemak jenuh burger tiruan (plant-based patty) mengandung lebih banyak lemak jenuh dibanding beef patty atau daging patty asli.
Demikian pula dengan kandungan garam. Daging burger tiruan diketahui mengandung garam enam kali lebih banyak dibanding daging burger asli.
Apakah mengganti daging asli dengan daging tiruan bisa meningkatkan kesehatan?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Stanford University School of Medicine AS melakukan uji coba selama delapan pekan terhadap 36 orang dewasa yang hanya mengganti konsumsi dagingnya menjadi daging tiruan tanpa mengubah jenis minuman dan makanan lain yang biasa dikonsumsi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mengganti daging asli ke daging tiruan bisa meningkatkan faktor risiko terkena penyakit jantung, termasuk juga meningkatnya level kolesterol dan berat badan.
Hasil penelitian tersebut kemudian dimuat di The American Journal of Clinical Nutrition, edisi November 2020.
Meski demikian, penelitian di bidang daging tiruan ini masih sangat jarang. Masih diperlukan banyak penelitian lanjutan. Namun, temuan itu saja sudah bisa menjadi patokan awal.
Apakah daging alternatif itu ramah lingkungan?
Daging burger tiruan buatan Beyond Meat di AS mengklaim bahwa mereka menggunakan 99% lebih sedikit air, 93% lebih sedikit lahan, dan menghasilkan 90% lebih sedikit emisi gas rumah kaca dibanding daging burger asli.
Kemudian, sebuah studi yang dimuat di The Lancet Planetary Health, memeriksa implikasi etika dan ekonomi dari mengonsumsi lebih banyak produk plant-based.
Para peneliti menyimpulkan bahwa mengganti daging dengan produk plant-based akan mengurangi jejak karbon produksi makanan di AS sebanyak 2,5 hingga 13,5%, dengan mengurangi jumlah hewan yang diperlukan untuk produksi daging sebanyak 2-12 juta ekor.
Artinya, klaim bahwa daging tiruan lebih ramah lingkungan berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan bisa diakui kebenarannya.
Apakah kita harus mulai beralih ke daging tiruan?
Daging tiruan boleh dijadikan alternatif sebagai menu makanan sehat, namun bukan berarti kita meninggalkan daging asli sepenuhnya.
Jangan lupa juga untuk selalu membaca dan perhatikan kandungan gizi di label kemasannya jika ingin membeli daging tiruan. Pilih produk daging tiruan yang rendah lemak jenuh, rendah garam, dan tinggi akan serat.
Untuk makanan pengganti daging, terutama yang menyehatkan dan juga ramah lingkungan, maka mengonsumsi sayur secara utuh lebih baik daripada mengonsumsi daging tiruan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.