Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Akbar Pitopang
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Akbar Pitopang adalah seorang yang berprofesi sebagai Guru. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Kembalinya Fitrah Guru Mengajar Setelah Ramadan

Kompas.com - 14/04/2025, 10:48 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Setelah sekian pekan kita menikmati libur Lebaran, para insan pendidikan kini bersiap menyambut Semester Genap dengan energi baru.

Libur Lebaran bukan sekadar waktu rehat, melainkan momentum yang sarat makna. Ramadan dan Idul Fitri telah memberikan ruang refleksi untuk menyucikan hati serta menguatkan nilai-nilai spiritual yang mendalam bagi setiap guru dan tenaga pendidik.

Alhamdulillah, selama Ramadan dan cuti Lebaran semestinya telah memberikan waktu healing memadai yang menenangkan jiwa, menjernihkan pikiran, serta semangat yang kembali menyala. Kini saatnya menata langkah dengan lebih terarah dan bermakna.

Guru, sebagai garda terdepan di lingkungan pendidikan adalah pilar penting yang menentukan kualitas generasi masa depan. Maka, hari pertama sekolah ini adalah waktu emas untuk merenung. Sejauh mana kita telah menjalankan amanah profesi ini?

Di balik label "pengajar", terdapat tanggung jawab moral dan sosial yang besar. Guru bukan hanya penyampai materi melainkan juga pembentuk karakter: pelita yang menerangi jalan anak bangsa dalam menemukan jati dirinya.

Momentum pasca-Lebaran adalah waktu yang ideal untuk me-reset diri. Seperti halnya gadget yang butuh restart agar bekerja optimal. begitu pula guru perlu menyegarkan niat dan orientasi kerja demi memberikan yang terbaik.

Mari jadikan pengalaman Ramadan sebagai bahan bakar keikhlasan dan profesionalisme. Kesabaran saat berpuasa dan kebersamaan saat Lebaran adalah modal penting dalam membangun lingkungan belajar yang sehat dan berempati.

Seorang guru itu tanggung jawabnya tentu tidak hanya di dalam kelas saja. Ia menjalar hingga ke siswa yang tercermin dalam perilaku murid dan terasa dalam relasi antar pendidik. Maka, guru harus hadir dengan aura positif, bukan energi negatif.

Sudah saatnya meninggalkan kebiasaan lama yang tidak produktif. Gosip, sikut-sikutan, dan rasa iri antar guru bukan hanya menggerogoti etos kerja. Akan tetapi, juga mencemari ekosistem pendidikan yang semestinya menjadi ruang tumbuh yang sehat.

Hindari menjadi "guru toxic", istilah yang menggambarkan perilaku negatif yang menciptakan suasana kerja tidak nyaman, menularkan pesimisme, atau bahkan menjadi batu sandungan bagi murid dan rekan sejawat.

Guru yang sehat secara emosional akan membentuk siswa yang tangguh dan bahagia. Oleh karena itu, penting bagi setiap pendidik untuk memprioritaskan self-care, mengelola stres, dan membangun resiliensi dalam menghadapi tantangan profesi.

Tak hanya itu, pengembangan kompetensi juga harus menjadi prioritas. Sebab dunia akan terus berubah dan guru pun harus terus bertransformasi. Jangan biarkan ilmu yang kita ajarkan usang karena enggan belajar hal baru.

Pelajari teknologi baru juga tidak ada salahnya meskipun sudah menjadi guru senior yang lansia.

Ada banyak pendekatan pedagogi terkini guna membangun budaya belajar sepanjang hayat. Inilah yang akan menjadikan guru tetap relevan, adaptif, dan visioner dalam menghadapi zaman.

Pendidikan abad 21 menuntut guru tidak hanya menguasai konten, tetapi juga kompetensi 4C: critical thinking, creativity, collaboration, dan communication. Maka, pembaruan diri adalah keniscayaan, bukan pilihan.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Wisuda TK Lengkap dengan Toga dan Lainnya, Belebihan?
Wisuda TK Lengkap dengan Toga dan Lainnya, Belebihan?
Kata Netizen
Jika Kita Tinggal di Rumah Subsidi Seluas 14 Meter Persegi
Jika Kita Tinggal di Rumah Subsidi Seluas 14 Meter Persegi
Kata Netizen
Kini Naik Bus dari Bogor ke Jakarta Kurang dari 'Goceng'
Kini Naik Bus dari Bogor ke Jakarta Kurang dari "Goceng"
Kata Netizen
Diet Saja Tak Cukup untuk Atasi Perut Buncit
Diet Saja Tak Cukup untuk Atasi Perut Buncit
Kata Netizen
Bisakah Berharap Rusun Bebas dari Asap Rokok?
Bisakah Berharap Rusun Bebas dari Asap Rokok?
Kata Netizen
Mencari Kandidat Pengganti Nasi, Sorgum sebagai Solusi?
Mencari Kandidat Pengganti Nasi, Sorgum sebagai Solusi?
Kata Netizen
Perang Ego, Bisakah Kita Menghentikannya?
Perang Ego, Bisakah Kita Menghentikannya?
Kata Netizen
Berpenampilan Menarik, Bisa Kerja, dan Stereotipe
Berpenampilan Menarik, Bisa Kerja, dan Stereotipe
Kata Netizen
Jelang Bagikan Rapor, Wali Murid Boleh Beri Hadiah?
Jelang Bagikan Rapor, Wali Murid Boleh Beri Hadiah?
Kata Netizen
Delayed Gratification, Dana Pensiun, dan Masa Tua
Delayed Gratification, Dana Pensiun, dan Masa Tua
Kata Netizen
Memaknai Idul Kurban dan Diplomasi Kemanusiaan
Memaknai Idul Kurban dan Diplomasi Kemanusiaan
Kata Netizen
Sudah Sejauh Mana Pendidikan Kita Saat Ini?
Sudah Sejauh Mana Pendidikan Kita Saat Ini?
Kata Netizen
Masihkah Relevan Peran dan Tugas Komite Sekolah?
Masihkah Relevan Peran dan Tugas Komite Sekolah?
Kata Netizen
Masa Muda Sejahtera dan Tua Bahagia, Mau?
Masa Muda Sejahtera dan Tua Bahagia, Mau?
Kata Netizen
Jebakan Frugal Habit, Sudah Mencoba Hemat Tetap Saja Boncos
Jebakan Frugal Habit, Sudah Mencoba Hemat Tetap Saja Boncos
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau