Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Ingin Harmonis Hidup Bertetangga, Jangan Lupa Silahturahmi"
Kehidupan bertetangga dalam hubungan bermasyarakat sangatlah kompleks. Selain karena perbedaan karakter dan pembawaan. Sehingga, tidak menutup kemungkinan jika antar tetangga sering kali konflik dan berselisih. Lantas, bagaimana menciptakan harmonisasi dalam hidup bertetangga?
Sebagai makhluk sosial, individu tidak dapat hidup sendiri dan sudah seharusnya dapat menjalin hubungan baik pada semua orang, salah satunya dengan tetangga.
Dalam hidup bertetangga, interaksi positif seperti tenggang rasa, rasa saling menolong, dan juga sikap menghargai perlu diterapkan.
Meski hubungan harmonis tak bisa diharapkan lahir secara ujug-ujug. Tetapi, semuanya harus diupayakan, dibina, dan dikembangkan menjadi sebuah hubungan yang tidak sekadar saling kenal, namun hubungan yang saling membutuhkan seperti saudara dekat.
Tentu hal tersebut pemandangan indah jika antar tetangga saling tolong-menolong saat ada yang membutuhkan bantuan maupun pertolongan.
Menyadari betapa pentingnya arti dan peran tetangga dalam kehidupan bermasyarakat, tentunya menjaga hubungan baik dengan tetangga perlu dilakukan agar selalu terjalin harmonis.
Namun, kenyataannya semua itu tidak mudah. Perbedaan karakteristik, kebiasaan, pola pikir, tingkat sosial ekonomi, dan lain sebagainya nyatanya dapat menimbulkan kendala atau hambatan dalam bersosialisasi.
Hal tersebut pernah saya alami sendiri. Kebetulan di kompleks tempat tinggal saya, saya dipercaya sebagai ketua RT. Dan sepanjang pengalaman menjabat sebagai ketua RT lebih dari 20 tahun, persoalan antara tetangga itu tidak pernah sepi, alias selalu saja ada, mulai dari hal yang sepele hingga yang lumayan berat.
Meski masalah terlihat sepele, namun jika diselesaikan dengan baik dan cepat, pasti akan berkembang menjadi lebih rumit.
Kejadian bermula, ketika saya didatangi warga yang melapor jika si A dan si B bertengkar hebat, dikarenakan si A memasang semacam jaring penangkap sampah di selokan di bawah plat beton jalan masuk ke rumahnya.
Jaring penangkap sampah yang terpasang itu memang cukup rapat, sehingga sampah menumpuk dan ketika hujan sedikit saja menyebabkan air meluber sebagian ke jalan dan ke rumah tetangga sebelahnya.
Keduanya datang menghadap saya membawa keluhannya dengan sama-sama merasa benar.
Kedua tetangga ini kesehariannya memang selalu sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Ada yang berprofesi sebagai pedagang, sedangkan yang satunya ialah suami istri yang berprofesi sebagai pegawai negeri yang juga cukup sibuk dengan pekerjaannya.
Salah satu yang menjadi persoalan dalam bertetangga itu adalah jika komunikasi antar tetangga itu terputus sama sekali.
Terhadap kedua tetangga ini saya cuma bertanya, kapan terakhir kali mereka bertemu dan bercakap-cakap sebelum bertengkar.
Dan keduanya terdiam, tak bisa menjawab karena memang mereka sangat-sangat jarang berkomunikasi, padahal saling bersebelahan rumah.
Saya pun bertanya kembali kepada mereka, sudah berapa hari raya mereka saling mengunjungi antar tetangga untuk silahturahmi, mereka pun terdiam karena memang tidak pernah sama sekali melakukan itu.
Dari permasalahan tersebut, saya pun mengingatkan mereka untuk menjalin tali silaturahmi terkhusus di hari raya dan mengikuti kerja bakti.
Saya katakan kerja bakti ini bukan saja agar halaman rumah bersih, tetapi ini adalah ajang atau kesempatan bagi kita untuk berkumpul sesama warga, saling interaksi, saling komunikasi, saling berbagi informasi dan saling mengetahui apa yang menjadi persoalan bersama di lingkungan kita.
Dari semua persoalan antar tetangga jika dirunut, maka hampir sebagian besar berakar dari putusnya silahturahmi.
Tetangga yang silahturahminya terjalin baik boleh dikata tidak pernah tersentuh konflik. Jikapun ada, itu akan berakhir dengan sendirinya tanpa perlu campur tangan orang lain.
Silahturahmi adalah kunci dari keharmonisan kehidupan bertetangga.
Sebaik apapun individu, jika tidak pernah bersilahturahmi dengan tetangga, maka pandangan miring pasti akan selalu tertuju.
Tidak mesti harus setiap hari bersilahturahmi dengan tetangga. Mungkin bisa menyempatkan saja waktu untuk menghadiri undangan rapat RT, mengikuti kegiatan kerja bakti, saling mengundang dan menghadiri undangan hajatan tetangga dan yang lebih penting lagi saling mengunjungi saat perayaan hari raya.
Kehidupan bertetangga yang harmonis memang harus diupayakan, apalagi bagi masyarakat yang hidup di perkotaan.
Terkadang kesibukan menjadi faktor yang membuat jalinan silahturahmi dengan tetangga menjadi hal yang seringkali terlupakan.
Membahas etika hidup bertetangga, justru saya sangat tertarik dengan kearifan masyarakat desa tempat asal istri saya, yaitu Sulawesi Tenggara.
Di sana, ada aturan yang sudah dilakukan turun temurun oleh masyarakat, yaitu "mesumba-sumba" atau saling menyumbang jika ada warga yang mengadakan hajatan perkawinan maupun kematian.
Pada prakteknya, setiap keluarga wajib membawa sumbangan dalam bentuk beras dan uang.
Adapun ukuran beras yang berlaku ialah tiga liter beras (kami masih menggunakan liter untuk ukuran beras bukan kilo).
Dan untuk uang, semampunya tapi seminimalnya Rp 10.000, dan ini berlaku untuk perempuan (istri) dan juga laki-laki (suami).
Biasanya yang dibawa oleh perempuan (istri) untuk kebutuhan bagi orang-orang yang bekerja menyiapkan pesta, dan yang dibawa suami biasanya untuk kebutuhan jamuan pesta.
Kebiasaan ini masih terus dipertahankan oleh masyarakat orang-orang suku Tolaki, dan malah kebiasaan ini juga diikuti oleh masyarakat pendatang dari suku Jawa dan juga suku Bugis yang memiliki perkampungan.
Kebiasaan "mesumba-sumba" ini menjadi satu daya rekat bagi keharmonisan masyarakat di sana.
Meskipun yang namanya perselisihan pasti akan terjadi di masyarakat. Akan tetapi dengan adanya kearifan lokal, perselisihan yang lebih luas masih bisa teredam dengan mengingat keakraban yang tidak pernah putus oleh kewajiban saling sumbang menyumbang ini.
Hidup harmonis dengan tetangga, sebenarnya bukan hal yang sulit, jika masyarakat sadar dan mau menerapkannya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.