Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Obesitas dan perut buncit seperti dua mata koin yang saling berkaitan. Biar bagaimanapun coba kamu tutupi, tetap saja akan terlihat perut bagian depan yang menyembul,
Jika di antara kalian ada yang pernah merasakan hal seperti itu, sama, saya juga.
Perut menonjol tetap terlihat, meski dengan tahan nafas sekalipun. Ya, menahan nafas membantu menyamarkan gemuk. Tetapi lemak di bagian lengan, di paha dan pipi yang chubby tak bisa disamarkan.
Jujurly, sewaktu perut ini buncit, foto- foto saya kurang sedap dipandang. Penampilan kurang maksimal, meski mengenakan outfit yang bagus sekalipun. Saya merasa outfit-nya menjadi kurang bagus, kalau saya yang memakai
Sampai pernah ada celetukan becanda dari saudara, yang membuat saya geli tetapi tidak bisa melupakan. Ketika ada foto saya tampak dekat, disebutnya wajah ini isinya pipi semua---hehehe. Saya menanggapi dengan senyum tada ada marah, dan diam-diam mengaminkan.
Mendapati komentar kerabat dan teman, saya tidak tinggal diam. Dalam hati membisikan niat diet, tetapi nyatanya tidak lekas dijalankan. Memulai diet sangatlah susah, kalah melawan ke-ngeyel-an diri sendiri (alias ego).
Sampai suatu hari, ada satu moment menyakitkan yang terekam sumur hidup. Moment yang menjadi titik balik, menguatkan tekad saya segera mengubah gaya hidup.
Saya benar-benar mulai diet, tetapi satu bulan-an buncit di perut tak kunjung hilang. Setelah bertanya sana-sini, searching banyak sumber saya mendapatkan informasi.
Saya menemukan jawaban, bahwa mengatasi perut buncit tidak cukup dengan diet saja.
Kalau boleh mengumpamakan, memiliki tekad yang kuat untuk diet ibarat mendapatkan hidayah. Tekad yang tidak bisa ditawar- tawar, karena lahir dari dalam diri sendiri. Kalau tidak segera dimulai, yang bakalan rugi adalah diri sendiri.
Beruntungnya saya karena mendapatkan tekad kuat itu. Gara-gara jatuh sakit, yang menuntut saya mengubah gaya hidup. Kalau tidak dimulai secepatnya, layaknya bom waktu yang bisa meledak tiba-tiba.
Mendengar menyimak penjelasan dokter, saya merasa telah mendzolimi diri sendiri. Mengonsumsi makanan semaunya, tanpa menyaring dan berpengaruh jelek pada badan. Bahwa yang salama ini dimasukkan perut, ternyata tidak bagus untuk Kesehatan.
Seketika saya terbayang, wajah istri dan anak-anak di rumah. Kalau kepala keluarga ini sakit, mereka pasti kerepotan mengurus saya. Kalau saya tidak bekerja, sekeluarga akan kesulitan memenuhi kebutuhan sehari- hari. Pada titik itu, niat kuat diet bertumbuh dengan suburnya.
Saya benar-benar mulai diet, mengonsumsi asupan kaya serat dan banyak minur air putih. Saat terjadi detox pada tiga hari pertama, saya lemas dan mood kacau tetapi tetap semangat.
Satu bulan pertama berat badan mulai turun, tetapi ada yang aneh. Buncit di perut tak kunjung hilang, padahal lengan, paha mengecil dan pipi mulai tirus.