Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Menjadi ibu rumah tangga merupakan keputusan yang mereka ambil dan mungkin disebabkan juga oleh faktor-faktor yang sudah disebutkan tadi.
Akan tetapi, ada temuan menarik terkait menjadi ibu rumah tangga yang dinilai banyak orang tidak akan bisa bahagia.
Sebuah survei yang dilakukan oleh sebuah perusahaan asuransi di Inggris dengan melibatkan 3.000 nasabah perempuannya menyatakan bahwa sebanyak 87,2% merasa hidupnya bahagia ketika menjadi ibu rumah tangga.
Jumlah tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan 86,3% ibu yang bekerja di bidang kreatif dan seni, 84,4% ibu yang bekerja di ranah sosial, dan 83,9% ibu yang bekerja di industri wisata.
Hasil survei tersebut kemudian diperkuat oleh hasil penelitian Office for National Statistics di UK tahun 2020. Hasil penelitian itu menyatakan bahwa ibu rumah tangga merasa dan meyakini bahwa dirinya juga berharga layaknya ibu bekerja.
Akan tetapi, tidak semua perempuan bisa mendapat pilihan apakah menjadi ibu rumah tangga, ibu pekerja, atau keduanya sekaligus. Banyak di antara mereka yang justru harus bekerja karena menjadi tulang punggung keluarganya akibat suami yang jatuh sakit atau telah tiada.
Selain itu ada juga di antara mereka yang penghasilan suaminya ternyata belum mampu mencukupi semua kebutuhan rumah tangga sehingga alasan ekonomi tersebut memaksa keduanya (suami-istri) untuk bekerja.
Banyak riset yang memang menunjukkan bahwa faktor utama yang mendorong perempuan bekerja adalah kebutuhan ekonomi.
Salah satunya adalah sebuah riset yang dilakukan oleh Manalu dkk. (2021) di PT. Inti Indosawit Subur Muara Bulian Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi.
Hasil riset itu menyebutkan bahwa faktor ekonomi yang menyebabkan perempuan ingin bekerja antara lain tingkat pendapatan suami yang relatif rendah, ingin membantu perekonomian keluarga, jumlah tanggungan keluarga yang relatif banyak, dan memenuhi kebutuhan pribadinya sebagai perempuan.
Dari semua permasalahan yang dialami oleh kaum ibu pekerja sebenarnya ada sebuah solusi yang bisa diterapkan, yaitu WFA (Work From Anywhere) atau WFH (Work From Home).
Dengan melakukan WFH, maka akan memungkinkan seorang ibu pekerja untuk mengawasi anak sekaligus bisa menyelesaikan pekerjaannya di rumah secara bersamaan.
Selain itu ibu pekerja yang menerapkan sistem WFH juga bisa sekaligus mengembangkan potensi anak dengan optimal karena bisa secara langsung mendidik anak di masa-masa emasnya.
Hal lain yang menjadi keuntungan menerapkan sistem WFH bagi kaum ibu pekerja adalah dapat mengurangi risiko terjadinya kekerasan pada anaknya yang dilakukan oleh pengasuh. Sebab, pengasuh akan selalu ada dalam pengawasan majikannya di rumah.
WFH bagi ibu pekerja juga akan menciptakan keseimbangan antara bekerja dan urusan pribadi (work life balance), lebih fleksibel, lebih dekat dengan keluarga, dan menurunkan tingkat stres ketika bekerja.
Lagi-lagi sayangnya, masih sedikit perusahaan atau kantor di Indonesia yang menerapkan sistem WFH ini bagi para pekerjanya.
Oleh karena itu, perempuan sebenarnya bisa menciptakan sendiri peluang kerjanya dengan membuka usaha rumahan atau online shop yang bisa dilakukan di rumah.
Spillover effect atau dampak yang dihasilkan bagi lingkungan sekitarnya juga menjadi jauh lebih besar karena memungkinkan dirinya membuka peluang kerja bagi perempuan lain di sekitarnya.
Referensi