Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wida Reza Hardiyanti
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Wida Reza Hardiyanti adalah seorang yang berprofesi sebagai Ilmuwan. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Problematika Ibu Pekerja, Antara Karier atau Mengurus Anak

Kompas.com - 05/12/2022, 16:02 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Dilema Ibu Pekerja di Indonesia: Karir atau Mengurus Anak?"

"Wanita diciptakan istimewa. Tetap tegar meski nyaris menyerah, tetap sabar meski ingin mengeluh, tetap kuat meski hampir terjatuh."

Partisipasi Perempuan di Dunia Kerja

Konteks pembangunan suatu negara tak bisa lepas dari partisipasi perempuan di berbagai bidang dan lapangan pekerjaan.

Selain itu, salah satu tujuan pembangunan ialah terwujudnya kesetaraan antara perempuan dan laki-laki di berbagai bidang, tak hanya dalam hal pekerjaan, melainkan juga pendidikan, kesehatan, dan akses komunikasi.

Oleh karena itu, pemerintah Indonesia sebenarnya telah mengusahakan pengembangan perempuan yang tujuan akhirnya tentu adalah terwujudnya kesetaraan antara perempuan dan laki-laki.

Karenanya, melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan pada tahun 2019 pemerintah membuat prioritas terkait pengembangan perempuan.

Pengembangan perempuan ini meliputi berbagai aspek, seperti meningkatkan pengaruh perempuan dalam berwirausaha, memperkuat peran ibu dan keluarga dalam pendidikan/pengasuhan anak, serta mengurangi kekerasan terhadap perempuan.

Namun upaya mendorong perempuan untuk memasuki lapangan kerja belum sepaket dengan dukungan supaya perempuan dapat tetap melakukan peran pengasuhan anak dengan baik.

Seperti misalnya ruang breastfeeding/pumping dan sistem yang memungkinkan ibu memiliki waktu yang cukup untuk mendampingi golden age anak.

Minimnya dukungan lingkungan kerja terhadap kebutuhan perempuan itulah yang sebenarnya menjadi tantangan terberat. Bahkan ada pula perusahaan yang lantas lebih suka merekrut pekerja laki-laki daripada perempuan lantaran banyaknya konsekuensi yang perlu disediakan oleh perusahaan ketika merekrut perempuan.

Padahal, menurut data BPS, tahun 2021 lalu sebanyak 39,52% atau 51,79 juta penduduk Indonesia dengan usia 15 tahun ke atas dan telah bekerja adalah perempuan. Angka tersebut mengalami peningkatan sebanyak 1,09 juta dari tahun sebelumnya yang jumlahnya 50,7 juta.

Akan tetapi, masih menurut data BPS, jumlah perempuan yang bekerja di sektor formal tahun 2019 mengalami penurunan sebesar 39,19%. Tahun 2021 tren penurunan jumlah pekerja perempuan di sektor formal terus berlanjut bahkan mencapai 36,20%.

Terkait hal ini, data SAKERNAS 2022 menyebutkan bahwa sebanyak 37,1% perempuan Indonesia lebih memilih untuk mengambil pekerjaan paruh waktu. Angka ini ternyata lebih besar dibanding laki-laki yang hanya 20,36%.

Dari berbagai data tersebut, sebenarnya terdapat banyak sekali faktor yang menjadi penyebab dan penghambat mengapa perempuan memilih untuk berhenti bekerja dan/atau memilih bekerja paruh waktu.

Faktor-faktor tersebut antara lain sebagai berikut.

  • Suami yang kurang atau tidak memperbolehkan istrinya bekerja di luar rumah.
  • Tempat kerja perempuan yang tidak inklusif dan kurang mendukung ibu pekerja, misal tidak menyediakan ruang menyusui di kantor, tidak adanya cuti haid, dan lain-lain.
  • Diskriminasi terhadap perempuan. Masih banyaknya perusahaan atau institusi yang lebih mengutamakan mempekerjakan laki-laki daripada perempuan.
  • Stigma di lingkungan masyarakat yang menganggap bahwa sejatinya perempuan harus berada di rumah.

Berbagai hambatan bagi perempuan untuk bisa bekerja itu terjadi mulai dari saat perempuan baru akan memasuki dunia kerja, maupun ketika perempuan sudah berada di tempat kerja.

Dukungan Perusahaan dan Pemerintah bagi Ibu Pekerja

Di banyak daerah, terutama di Indonesia, dukungan tempat kerja terhadap para ibu pekerja masih terbilang minim.

Hanya ada sebagian kecil kantor yang menyediakan ruang khusus menyusui atau ruang merawat anak bagi ibu pekerja yang membawa anaknya ke kantor.

Selain itu, hak cuti hamil bagi perempuan juga belum layak, hanya diberikan waktu 3 bulan. Padahal seorang perempuan yang baru melahirkan didorong untuk memberikan ASI eksklusif bagi anaknya selama 6 bulan.

Memang beberapa waktu lalu muncul wacana untuk menambah jatah cuti bagi perempuan melahirkan hingga 6 bulan.

Aturan ini tertuang dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) Bab 2 Pasal 4 ayat 2a dan b yang berbunyi, "Setiap ibu yang bekerja berhak mendapatkan cuti melahirkan paling sedikit 6 bulan, mendapatkan waktu istirahat 1,5 bulan atau sesuai surat keterangan dokter kandungan atau bidan jika mengalami keguguran."

Hingga saat ini aturan tersebut masih terus dikaji dan dipertimbangkan oleh pemerintah mengingat adanya potensi diskriminasi yang akan timbul terhadap perempuan yang akan atau telah masuk ke dunia kerja.

Bagi penyusun kebijakan, aturan ini seakan menimbulkan dilema. Di satu sisi dikhawatirkan akan ada potensi bahwa sebuah perusahaan lebih mengutamakan merekrut tenaga kerja laki-laki dibandingkan perempuan.

Di sisi lain, dengan adanya cuti selama 6 bulan bagi perempuan yang baru melahirkan, mereka akan bisa memberi ASI eksklusif yang berperan penting bagi tumbuh kembang anak dan bisa menghasilkan generasi emas di masa mendatang.

Selain itu juga belum banyak perusahaan yang menyediakan tempat dan waktu bagi ibu pekerja untuk melakukan pumping ASI di sela-sela waktu bekerja. Padahal ibu perlu mengeluarkan ASI secara kontinu setiap dua jam sekali.

Jika seorang ibu tidak mengeluarkan ASI-nya akan menimbulkan masalah kesehatan, seperti memicu tubuh menurunkan kadar produksi ASI, menyebabkan payudara bengkak karena adanya sumbatan pada saluran ASI, meningkatkan risiko mastitis (infeksi saluran payudara), hingga radang payudara.

Namun sayangnya, dunia kerja saat ini masih belum bisa menyediakan solusi bagi para ibu pekerja yang ingin merawat dan menyusui anak sekaligus bekerja di kantor dengan optimal.

Sejauh ini solusi instan yang banyak ditempuh ibu pekerja terkait permasalahan ASI ini adalah dengan memberikan susu formula.

Sementara solusi terkait perawatan anak ketika ibu bekerja adalah dengan menitipkan anak pada anggota keluarga, mempekerjaan pengasuh anak, atau menitpkan anak di tempat penitipan anak (daycare).

Permasalahan ASI Eklusif dan Perawatan Anak

Dari permasalahan ASI eksklusif ini sebenarnya banyak orang yang memberikan saran, seperti para ibu pekerja bisa melakukan pompa ASI (pumping) lalu menyimpannya di dalam lemari es.

Namun, perlu diingat bahwa tidak semua perempuan dapat melakukan pumping. Beberapa perempuan tidak dapat mengeluarkan ASI meskipun telah diupayakan dengan pumping.

Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti jumlah ASI yang terlampau sedikit, faktor genetik, konsumsi makanan, dll.

Selain masalah ASI, permasalahan lain yang juga perlu dipikirkan oleh ibu pekerja adalah soal pengasuhan anak.

Dengan tak adanya ruang khusus untuk merawat anak di kantor menyebabkan ibu pekerja tak mampu memberikan pengasuhan optimal di masa emas (golden age) tumbuh kembang anak.

Hal ini akan berisiko menyebabkan kurang optimalnya perkembangan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual anak.

Jika ingin ditelusuri lebih dalam lagi, kompetensi pengasuh anak (baby sitter) di Indonesia masih minim. Sebagian besar dari mereka hanya berpendidikan SD, SMP, atau SMA.

Hal itu masih ditambah dengan banyak dari mereka yang tidak memiliki sertifikasi pengasuhan anak. Faktor-faktor itulah yang juga menjadi penyebab pengasuhan anak tidak optimal dan kurang sesuai dengan yang diharapkan.

Belum lagi adanya risiko anak rentan mengalami kekerasan karena diasuh oleh pengasuh anak. Sebagaimana laporan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2021 yang menyebutkan bahwa terdapat 2.281 pengaduan kasus kekerasan anak, termasuk di dalamnya adalah laporan kekerasan yang dilakukan oleh pengasuh anak.

Tahun lalu, terdapat berita yang mengabarkan bahwa telah terjadi kasus kekerasan terhadap bayi berusia 9 bulan yang dilakukan oleh pengasuh dan terekam CCTV.

Dari rekaman CCTV diketahui pelaku memukul bayi majikannya setiap pagi karena menangis saat hendak diberikan susu formula.

Melansir kompas.com, kasus serupa juga terjadi di Cengkareng pada bulan Maret lalu. Dua orang pengasuh tega melakukan kekerasan terhadap tiga balita.

Menjadi Ibu Rumah Tangga agar Fokus Mendidik dan Merawat Anak

Banyak kaum ibu pekerja di Indonesia yang memilih untuk berhenti bekerja demi mengurus anak dan keluarga di rumah.

Menjadi ibu rumah tangga merupakan keputusan yang mereka ambil dan mungkin disebabkan juga oleh faktor-faktor yang sudah disebutkan tadi.

Akan tetapi, ada temuan menarik terkait menjadi ibu rumah tangga yang dinilai banyak orang tidak akan bisa bahagia.

Sebuah survei yang dilakukan oleh sebuah perusahaan asuransi di Inggris dengan melibatkan 3.000 nasabah perempuannya menyatakan bahwa sebanyak 87,2% merasa hidupnya bahagia ketika menjadi ibu rumah tangga.

Jumlah tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan 86,3% ibu yang bekerja di bidang kreatif dan seni, 84,4% ibu yang bekerja di ranah sosial, dan 83,9% ibu yang bekerja di industri wisata.

Hasil survei tersebut kemudian diperkuat oleh hasil penelitian Office for National Statistics di UK tahun 2020. Hasil penelitian itu menyatakan bahwa ibu rumah tangga merasa dan meyakini bahwa dirinya juga berharga layaknya ibu bekerja.

Akan tetapi, tidak semua perempuan bisa mendapat pilihan apakah menjadi ibu rumah tangga, ibu pekerja, atau keduanya sekaligus. Banyak di antara mereka yang justru harus bekerja karena menjadi tulang punggung keluarganya akibat suami yang jatuh sakit atau telah tiada.

Selain itu ada juga di antara mereka yang penghasilan suaminya ternyata belum mampu mencukupi semua kebutuhan rumah tangga sehingga alasan ekonomi tersebut memaksa keduanya (suami-istri) untuk bekerja.

Banyak riset yang memang menunjukkan bahwa faktor utama yang mendorong perempuan bekerja adalah kebutuhan ekonomi.

Salah satunya adalah sebuah riset yang dilakukan oleh Manalu dkk. (2021) di PT. Inti Indosawit Subur Muara Bulian Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi.

Hasil riset itu menyebutkan bahwa faktor ekonomi yang menyebabkan perempuan ingin bekerja antara lain tingkat pendapatan suami yang relatif rendah, ingin membantu perekonomian keluarga, jumlah tanggungan keluarga yang relatif banyak, dan memenuhi kebutuhan pribadinya sebagai perempuan.

Work From Home Menjadi Alternatif Terbaik bagi Ibu Pekerja

Dari semua permasalahan yang dialami oleh kaum ibu pekerja sebenarnya ada sebuah solusi yang bisa diterapkan, yaitu WFA (Work From Anywhere) atau WFH (Work From Home).

Dengan melakukan WFH, maka akan memungkinkan seorang ibu pekerja untuk mengawasi anak sekaligus bisa menyelesaikan pekerjaannya di rumah secara bersamaan.

Selain itu ibu pekerja yang menerapkan sistem WFH juga bisa sekaligus mengembangkan potensi anak dengan optimal karena bisa secara langsung mendidik anak di masa-masa emasnya.

Hal lain yang menjadi keuntungan menerapkan sistem WFH bagi kaum ibu pekerja adalah dapat mengurangi risiko terjadinya kekerasan pada anaknya yang dilakukan oleh pengasuh. Sebab, pengasuh akan selalu ada dalam pengawasan majikannya di rumah.

WFH bagi ibu pekerja juga akan menciptakan keseimbangan antara bekerja dan urusan pribadi (work life balance), lebih fleksibel, lebih dekat dengan keluarga, dan menurunkan tingkat stres ketika bekerja.

Lagi-lagi sayangnya, masih sedikit perusahaan atau kantor di Indonesia yang menerapkan sistem WFH ini bagi para pekerjanya.

Oleh karena itu, perempuan sebenarnya bisa menciptakan sendiri peluang kerjanya dengan membuka usaha rumahan atau online shop yang bisa dilakukan di rumah.

Spillover effect atau dampak yang dihasilkan bagi lingkungan sekitarnya juga menjadi jauh lebih besar karena memungkinkan dirinya membuka peluang kerja bagi perempuan lain di sekitarnya.

Referensi

  • BPS. 2022. Persentase Tenaga Kerja Formal Menurut Jenis Kelamin (Persen), 2019-2021.
  • Kemenkeu. 2021. Bekerja dari Rumah.
  • Manalu, A. (2014). Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Wanita Bekerja Sebagai Buruh Harian Lepas (Bhl) Di PT. Inti Indosawit Subur Muara Bulian Kecamatan Maro Sebo Ilir Kabupaten Batanghari. Jurnal Ilmiah Sosio-Ekonomika Bisnis, 17(2).
  • Office of National Statistics UK. 2020. Family and Household Survey.
  • SAKERNAS. 2021. Survei Angkatan Kerja Nasional.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Mengapa 'BI Checking' Dijadikan Syarat Mencari Kerja?

Mengapa "BI Checking" Dijadikan Syarat Mencari Kerja?

Kata Netizen
Apakah Jodohku Masih Menunggu Kutemui di LinkedIn?

Apakah Jodohku Masih Menunggu Kutemui di LinkedIn?

Kata Netizen
Pendidikan Itu Menyalakan Pelita Bukan Mengisi Bejana

Pendidikan Itu Menyalakan Pelita Bukan Mengisi Bejana

Kata Netizen
Banjir Demak dan Kaitannya dengan Sejarah Hilangnya Selat Muria

Banjir Demak dan Kaitannya dengan Sejarah Hilangnya Selat Muria

Kata Netizen
Ini yang Membuat Koleksi Uang Lama Harganya Makin Tinggi

Ini yang Membuat Koleksi Uang Lama Harganya Makin Tinggi

Kata Netizen
Terapkan Hidup Frugal, Tetap Punya Baju Baru buat Lebaran

Terapkan Hidup Frugal, Tetap Punya Baju Baru buat Lebaran

Kata Netizen
Emoji dalam Kehidupan Kita Sehari-hari

Emoji dalam Kehidupan Kita Sehari-hari

Kata Netizen
Ini yang Membuat Komik Cetak Bisa Bertahan di Era Digital

Ini yang Membuat Komik Cetak Bisa Bertahan di Era Digital

Kata Netizen
Setelah All England, Kini Bersiap Olimpiade Paris 2024

Setelah All England, Kini Bersiap Olimpiade Paris 2024

Kata Netizen
Kenyataan Pahit di Balik Tagar #JanganJadiDosen

Kenyataan Pahit di Balik Tagar #JanganJadiDosen

Kata Netizen
Simak Tips Memilih Akomodasi Saat Liburan Bersama Orangtua

Simak Tips Memilih Akomodasi Saat Liburan Bersama Orangtua

Kata Netizen
Perhatikan Asupan Gizi pada Makanan agar Puasa Lancar

Perhatikan Asupan Gizi pada Makanan agar Puasa Lancar

Kata Netizen
Beras Porang, Alternatif Kaya Manfaat Ketika Harga Beras Putih Meroket

Beras Porang, Alternatif Kaya Manfaat Ketika Harga Beras Putih Meroket

Kata Netizen
Salah Kaprah Kita Soal Penggunaan QRIS

Salah Kaprah Kita Soal Penggunaan QRIS

Kata Netizen
Kelas Menengah: Di Antara Gaji Pas-pasan dan Mimpi Jadi Kaya

Kelas Menengah: Di Antara Gaji Pas-pasan dan Mimpi Jadi Kaya

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com