Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Seayu Namanya, Ini Alasan Kue Putu Ayu Disukai Masyarakat"
Minum kopi atau teh di pagi hari sebelum memulai aktivitas adalah salah satu kegiatan rutin sebagian besar masyarakat Indonesia.
Biasanya aktivitas minum kopi atau teh ini juga ditemani camilan seperti roti atau kue.
Berbicara tentang kue, Indonesia memiliki banyak sekali kue tradisional dan biasanya sebagian besar kue tradisional Indonesia ini cocok untuk dijadikan camilan di saat minum kopi atau teh pagi hari.
Kue tradisional Indonesia ini banyak dipilih sebagai camilan karena selain rasanya yang enak, harganya pun terbilang cukup murah.
Sebagai negara yang terdiri dari banyak suku, tradisi, dan budaya, Indonesia memiliki banyak warisa kuliner kue tradisional, salah satunya adalah kue Putu Ayu.
Putu Ayu merupakan kue tradisional Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah. Akan tetapi, jika melihat catatan sejarah, kue ini juga diakui berasal dari negara lain, seperti Tiongkok.
Dari penampilannya, visual kue ini terlihat sangat cantik dan menarik, sesuai dengan namanya ayu yang dalam bahasa Jawa berarti cantik.
Tak hanya penampilan visualnya yang cantik, kue ini pun memiliki rasa yang enak serta tekstur yang lembut ketika dimakan.
Kue Putu Ayu ini memiliki cita rasa yang cenderung manis dan legit, sehingga membuat kue ini tak hanya digemari orang Indonesia, melainkan juga masyarakat Asia Tenggara lainnya.
Penampilan kue tradisional yang cantik ini berasal dari warnanya yang berundak dua, warna hijau di bagian bawah dan putih di bagian atas.
Warna hijau yang terdapat pada kue ini berasal dari daun pandan, sementara warna putihnya berasal dari parutan kelapa.
Menurut Supervisor Royal Bakery and Cafe, Femy Uriana Putu Ayu termasuk dalam kategori kue basah.
"Seperti kita ketahui, dulu hingga sekarang, penganan ini umumnya dijual pedagang kue basah di pasar tradisional. Tetapi seiring perkembangan dunia kuliner Nusantara yang naik pamor, Putu Ayu juga merambah toko kue dan bakery, bahkan mal-mal di kota besar," jelasnya saat ditemui di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Rabu (16/11/2022).
Menurut Femy terdapat dua jenis kue Putu Ayu, yakni Putu Ayu original dan ada Putu Ayu ubi ungu.
Nama Putu Ayu memiliki kemiripan dengan kue tradisional Indonesia lainnya, yakni kue Putu.
Ternyata memang menurut Femy kue Putu Ayu memang memiliki hubungan erat dengan kue putu.
Ia menjelaskan bahwa Putu Ayu ini adalah bagian dari kue putu yang berakar dari kuliner Tiongkok dan berkembang di Asia Tenggara, seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Thailand.
"Jadi, sejarah putu yang berkembang menjadi banyak varian saat ini mulanya diklaim berasal dari Tiongkok, dan sudah ada sejak 1.200 tahun silam pada zaman Dinasti Ming. Ini dapat dibuktikan dari artefak soal kue putu yang masih tersimpan di China National Silk Museum di 73-1 Yuhuangshan Rd, Xihu, Hangzhou, Zhejiang, Tiongkok," imbuhnya.
Alasan lain yang membuktikan bahwa kue Putu Ayu merupakan perkembangan dari putu dapat dilihat dari penggunaan bambu sebagai wadah silinder dalam pembuatannya.
"Kue putu dari bambu hingga saat ini masih digunakan sebagai wadah atau alat kukus oleh pedagang keliling Putu Ayu di Indonesia. Bambu ini persis seperti bambu-bambu kukus yang dipamerkan di China National Silk Museum," katanya.
Walau memang saat ini ia menyayangkan bahwa banyak pedagang kue Putu Ayu yang mengganti bambu dengan pipa PVC dengan alasan kepraktisan. Padalah penggunaan pipa PVC ini dinilai sangat berbahaya bagi kesehatan.
Femy juga menjelaskan berdasarkan literatur yang pernah dibacanya dulu, putu secara umum di negeri asalnya Tiongkok disebut Xianroe Xiao Long yang berarti kue dari tepung beras berisi kacang hijau lembut dan dimasak dalam cetakan bambu.
Sementara asal mula kata putu diketahui berasal dari sastra kuno Indonesia, Serat Centhini (1814). Salah satu bagian Serat Centhini ini diterangkan bahwa Ki Bayi Panutra meminta santrinya untuk menyediakan hidangan pagi.
"Nah, hidangan atau penganan pagi itu berupa sajian makanan pendamping serupa serabi dan sejenis puthu," paparnya.
Pada masa itu, dalam membuat kue putu orang Indonesia menggunakan gula jawa atau gula aren sebagai isian, alih-alih menggunakan kacang hijau. Sebab, gula jawa atau gula aren pada masa itu lebih mudah didapatkan.
Selain di Jawa, kue putu juga terdapat di wilayah Indonesia lain seperti di Sulawesi Selatan. Di sana kue putu dikenal dengan nama “Putu Nangis” karena saat proses pengukusan menggunakan pipa bambu akan terdengar suara nyaring yang mirip dengan suara tangisan.
Kue putu yang terdapat di daerah Makassar dan Kabupaten Bone dibuat menggunakan beras ketan hitam tanpa gula.
"Dalam perkembangannya pula, Putu Ayu di Sulawesi Selatan tidak hanya menggunakan tepung beras atau tepung terigu melainkan juga menggunakan beras ketan hitam," terang Femy.
Femy juga menjelaskan bahwa cara makan kue putu di sana terbilang unik, sebab kue putu Bugis biasanya dimakan bersama taburan parutan kelapa dan sambal. Kue putu di Bugis biasanya dijual di pagi hari dan disantap sebagai pengganti menu sarapan yang praktis.
Putu Ayu, walau merupakan perkembangan dari kue putu, sebenarnya merupakan kue yang berbeda dengan kue putu yang biasa dijual keliling dengan ciri khas bunyi seperti pluit kereta api.
Menurut Femy, meski namanya mirip, Putu Ayu dibuat dengan bahan dasar tepung terigu, sementara kue putu dibuat dari tepung beras.
Namun, kedua kue ini tetap memiliki kemiripan selain dari namanya, yaitu sama-sama menggunakan parutan kelapa sebagai hiasan atau topping.
Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat kue Putu Ayu menurut Femy juga terbilang mudah dan membuatnya pun cukup sederhana hanya perlu dikukus.
"Pembuatannya tidak ribet. Bahan-bahan yang dibutuhkan cukup mudah didapat, seperti tepung terigu, gula pasir, santan, telur ayam, kelapa muda, dan pewarna makanan. Proses memasaknya juga mudah hanya perlu dikukus," bebernya.