Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Fifin Nurdiyana
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Fifin Nurdiyana adalah seorang yang berprofesi sebagai Administrasi. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Anak Mengidolakan Artis, Bagaimana Orangtua Menyikapinya?

Kompas.com - 15/01/2023, 19:47 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Popularitas K-pop kini tengah digandrungi semua kalangan terutama remaja. Bahka kini para penggemar K-pop sudah memiliki fandom atau lebih dikenal komunitas fans berat. Tidak jarang, beberapa fandom terkenal sangat loyal dalam mengepresikan rasa kagum mereka terhadap idola dengan tidak hanya membeli album, melainkan merchandise seperti photocard, lightstick, dan lain sebagainya.

Beberapa waktu belakangan, saya dibuat geleng-geleng kepala oleh anak saya. Bagaimana tidak, anak saya menghabiskan uang jajannya hanya untuk membeli poster-poster artis Korea

Bukan hanya poster, dia juga membeli photocard artis Korea lalu ditempel di hampir seluruh barang-barang pribadinya, seperti tas, kotak pensil, hingga sarung handphone.

Hal yang membuat saya mengernyitkan dahi ialah profil dan nama WhatsApp anak saya menggunakan foto sang idola. Begitu juga dengan nama media sosialnya dibuat mirip dengan nama idola tersebut. Kalau saya tidak cek nomornya, sudah pasti saya akan sulit mengenalinya.

Lantas, apakah anak yang mengidolakan artis merupakan hal yang wajar?

Isi suvenir kolaborasi PUBG Mobile dengan grup K-Pop Blackpink mulai dari tumbler, totebag, hingga stiker dan kaus. 

Seperti ini suasana gerai PUBG Mobile Indonesia yang dipenuhi pengunjung saat perhelatan Citayam Fashion Week di kawasan Stasiun Kereta Api Commuter Line Sudirman, Jakarta Pusat, pada Sabtu (23/7/2022). 

Gerai kolaborasi PUBG Mobile dengan grup K-Pop Blackpink akan hadir sampai dengan Minggu (24/7/2022).
Kompas.com/JOSEPHUS PRIMUS Isi suvenir kolaborasi PUBG Mobile dengan grup K-Pop Blackpink mulai dari tumbler, totebag, hingga stiker dan kaus. Seperti ini suasana gerai PUBG Mobile Indonesia yang dipenuhi pengunjung saat perhelatan Citayam Fashion Week di kawasan Stasiun Kereta Api Commuter Line Sudirman, Jakarta Pusat, pada Sabtu (23/7/2022). Gerai kolaborasi PUBG Mobile dengan grup K-Pop Blackpink akan hadir sampai dengan Minggu (24/7/2022).

Mengidolakan atau memuja seseorang sebenarnya sah-sah saja sepanjang masih dalam batas atau tingkatan tertentu. Sangat manusiawi jika kita mengagumi seseorang karena suatu hal, misalnya kecantikannya, kecerdasannya, prestasinya, kekayaannya, kepopulerannya, dan lain sebagainya.

Apalagi, jika yang diidolakan adalah sosok tokoh selebritis terkenal. Tentu, orangtua tidak bisa mengekangnya, mengingat sang idola memang sosok terkenal dan kerap menghiasi layar kaca maupun media digital lainnya.

Akan sulit bagi orangtua untuk melarang anak mencari informasi tentang sosok idolanya, karena mereka akan dengan mudah mendapatkan informasi tersebut.

Dalam hal ini, orangtua tidak bisa melarang anak untuk memiliki idola. Namun demikian, orangtua bisa membatasi sampai sejauh mana kewajarannya.

Jika anak masih dalam tahap entertainment social value, rasanya orangtua tidak perlu terlalu khawatir. Sebab di tahap ini anak berada dalam tahap belajar untuk mengenali jati dirinya. Mereka mulai tertarik dengan pribadi seseorang yang dianggapnya memiliki kemiripan atau kesamaan prinsip dengan mereka.

Namun, ketika anak mengidolakan sosok artis pada tahap yang intense personal feeling, maka orangtua sudah sepantasnya waspada. Sebab, anak akan cenderung bersikap imajinatif dan kompulsif. Ironisnya, pada tahap inilah paling banyak dialami oleh anak dan remaja dalam mengidolakan artis.

Salah satu contoh paling sederhana adalah anak mulai mengumpulkan segala sesuatu yang berkaitan dengan sang idola, mulai berimajinasi dengan menamai akun atau profil media sosial dengan nama sang idola atau anak akan mulai cemas jika mendengar informasi buruk tentang sang idola.

Jika sudah ada gejala di tahap ini, sebaiknya orangtua mulai melakukan langkah-langkah antisipatif agar perilaku pemujaan tidak sampai meningkat ke tahap yang lebih membahayakan, yaitu tahap borderline pathological tendency, di mana anak sudah mulai kehilangan akal dan logika serta sanggup melakukan apapun (termasuk hal buruk) demi sang idola.

Lantas, apa yang harus orangtua lakukan? Tidak mudah memang melakukan tindakan antisipatif pada anak yang sedang mengidolakan salah satu sosok artis. Orangtua harus jeli dalam menilai sejauh mana anak dalam mengidolakan.

Berikut ada beberapa cara yang bisa dilakukan orangtua jika anak sudah mulai mengidolakan artis secara fanatisme:

Pertama, mendekatlah dan jadilah sahabatnya. Ya, orangtua harus bisa meluangkan waktu untuk melakukan pendekatan kepada anak dan berperan menjadi sahabatnya.

Ciptakan suasana yang hangat dan akrab, agar anak merasa aman dan nyaman dengan proses tumbuh kembangnya. Orangtua yang bersahabat akan sangat dibutuhkan anak sebagai pendengar di setiap curhatan hatinya.

Kedua, kenalkan role model yang positif. Tidak ada salahnya, kita mencoba membuka wawasan dan cara pandang anak dalam melihat sosok idola.

Jika selama ini ia hanya mengenal satu sosok idolanya, maka coba kita kenalkan ia dengan sosok-sosok lain yang tentu saja memiliki nilai positif yang lebih. Hal ini tujuannya untuk memecah perasaan anak terhadap sang idola agar tidak terlalu fanatik.

Ketiga, bangkitkan kepercayaan dirinya. Jelaskan kepada anak bahwa ngefans bukan berarti kita harus menjadi seperti sang idola.

Bagaimanapun juga, sang idola adalah manusia biasa yang memiliki kekurangan dan kelebihan. Kita bisa mengambil hal-hal positif dan membuang jauh-jauh hal negatif dari sang idola. Selebihnya kita tetap harus bisa menjadi diri sendiri.

Keempat, ajak anak beraktivitas bersama. Sibukkan anak dengan aktivitas bersama orangtua, misalnya olahraga, berkebun, rekreasi, dan lain sebagainya. Hal ini agar anak tidak memiliki waktu lebih untuk melamun dan berfantasi dengan pikirannya sendiri.

Kelima, jangan enggan melarang. Orangtua harus bersikap tegas jika anak mulai menunjukkan perilaku yang berlebihan dalam mengidolakan artis. Lakukan pelarangan dengan bahasa yang tegas dan lugas tanpa memarahi. Sertakan alasan pelarangan dengan bahasa yang ia mengerti, misalnya "Pasang posternya satu aja bang, nanti kalau kebanyakan cat dindingnya jadi terkelupas dan rusak loh", atau "Tasnya jadi jorok kalau ditempelin stiker-stiker begitu..."

Keenam, ajak anak untuk tingkatkan ibadahnya. Ini sangat penting agar anak punya dasar keimanan dan tidak mudah goyah oleh sesuatu hal. Ini adalah bentuk penjagaan terbaik, terutama di saat orangtua sedang tidak bersama anak.

Ketujuh, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan ahli. Jika orangtua merasa sudah kewalahan atau tidak mampu melakukan tindakan, sementara perilaku anak sudah sangat mengkhawatirkan, jangan ragu untuk segera berkonsultasi dengan ahli, seperti psikolog. Para ahli akan membantu kita untuk mengurai permasalahan dan mencari alternatif jalan keluarnya.

Jika masih di tahap entertainment social value, tidak ada salahnya orangtua beri mereka ruang untuk itu.

Bagaimanapun, ini adalah salah satu tahap tumbuh kembang anak dalam menemukan jati dirinya yang suka tidak suka, mau tidak mau akan dilewati.

Namun, meski demikian kita juga harus tetap waspada agar jangan sampai tahap menemukan jati diri ini justru naik ke tahap borderline atau gangguan dan penyakit pada perkembangan kepribadian sang anak. Bagaimana caranya?

Sederhana saja, cukup jadi orangtua yang bersahabat dan hangat dengan anak. Dampingi proses tumbuh kembang kepribadiannya dengan hal-hal yang penuh kasih sayang, maka anak bisa melewati masa pencarian jati dirinya dengan baik.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Anak Mulai Mengidolakan Artis, Wajarkah?"

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Kata Netizen
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Kata Netizen
'Financial Freedom' Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
"Financial Freedom" Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
Kata Netizen
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus 'Dosa Sampah' Kita
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus "Dosa Sampah" Kita
Kata Netizen
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Kata Netizen
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Kata Netizen
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan 'Less Cash Society'?
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan "Less Cash Society"?
Kata Netizen
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Kata Netizen
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Kata Netizen
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Kata Netizen
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Kata Netizen
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Kata Netizen
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Kata Netizen
Menerangi 'Shadow Economy', Jalan Menuju Inklusi?
Menerangi "Shadow Economy", Jalan Menuju Inklusi?
Kata Netizen
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Terpopuler
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau