Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Inosensius I. Sigaze
Penulis di Kompasiana

Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

4 Inspirasi Hunian Sejuk ala Rumah Adat Ende

Kompas.com, 7 Februari 2023, 14:37 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Cuaca panas yang diakibatkan oleh pemanasan global atau global warming membuat banyak orang memikirkan tentang konsep rumah yang tahan panas.

Memiliki rumah yang tahan panas dan senantiasa sejuk di kala perubahan cuaca yang tak menentu menjadi tujuan banyak orang dalam membangun rumah agar nyaman ditempati.

Apalagi Indonesia termasuk negara tropis karena dilalui garis khatulistiwa. Maka dari itu dalam sebelum membeli atau membangun rumah, ada baiknya memikirkan berbagai faktor agar rumah terbebas dari panas.

Membangun rumah itu bukan saja soal fisik bangunannya yang gagah dan megah, tapi lebih dari itu orang perlu pikirkan, apakah rumah itu menampilkan kesejukan dan kedamaian bagi penghuninya.

Salah satu konsep bangunan rumah tahan panas yang bisa diadaptasi di Indonesia adalah konsep rumah adat.

Indonesia merupakan negara yang terdiri dari banyak sekali suku dan budaya. Maka tidak aneh bisa Indonesia juga memiliki banyak rumah adat.

Dari banyaknya rumah adat di Indonesia, saya mengambil satu konsep rumah adat yang terdapat di Flores, Nusa Tenggara Barat, khususnya rumah adat Suku Paumere di Kabupaten Ende.

Ada 4 konsep penting yang bisa kita terapkan dalam membangun rumah tahan panas.

  • Konsep Panggung

Konsep pertama yang bisa diadaptasi agar rumah senantiasa terbebas dari panas adalah konsep rumah panggung.

Prinsip dasar rumah panggung ini adalah semakin tinggi tiang penyangganya, maka rumah akan terasa semakin sejuk.

Umumnya rumah panggung di Flores terdapat 9 tiang penyangga. Ketinggian tiang ini sebenarnya bervariasi antara 1 hingga 1,5 meter.

Konsep rumah panggung ini menjadikan rumah lebih terbuka dan akhirnya membuat sirkulasi udara di rumah berjalan dengan baik.

Maka dari itu, umumnya rumah adat di Flores tidak pernah lagi menggunakan Air Conditioner (AC) untuk mendinginkan ruangan.

  • Atap Rumah dari Ijuk

Kebanyakan rumah adat di Flores tidak menggunakan atap rumah berbahan dasar tanah liat, melainkan dari ijuk, alang-alang, atau juga daun kelapa.

Atap rumah yang sering digunakan adalah perpaduan antara ujuk dan alang-alang. Jadi lapisan pertama atap adalah ijuk dan disusul alang-alang sebagai lapisan kedua.

Sistem atap seperti ini tidak akan pernah membuat penghuni rumah kepanasan, meski suhu udara meningkat hingga lebih dari 40 derajat Celcius.

Namun dalam membuat atap dari ijuk dan alang-alang ini kendala yang akan ditemukan selain sulitnya menemukan bahan di perkotaan juga sulit dari sisi keterampilan dan seni membangun atap rumah tersebut.

  • Dinding dan Lantai dari Kayu

Rumah adat Suku Paumere di Ende memiliki dinding dan lantai yang terbuat dari kayu.

Dengan dibuat dari susunan kayu yang agak terbuka itu akhirnya menjadikan sirkulasi udara yang keluar dan masuk ke dalam rumah menjadi begitu lancar.

Rumah otomatis akan terasa lebih sejuk karena tak akan ada udara panas yang terperangkap di dalam rumah.

Di bagian dinding, meski dari kayu akan dilapisi lagi dengan kulit pohon sukun yang telah dijemur hingga benar-benar kering.

Menurut orang tua-orang tua terdahulu, bahkan peluru pun tak akan bisa menembus kulit pohon sukun yang telah dijemur hingga sangat kering.

Berdasarkan cerita leluhur, pada zaman dulu ketika masih sering terjadi perang suku, setiap pondok dan rumah panggung masyarakat adat akan selalu dilapisi dengan kulit pohon sukun kering.

Tujuannya tidak lain adalah untuk melindungi rumah dari serangan senjata seperti tombak, sumpitan, dan lain sebagainya.

Selain tahan terhadap serangan senjata, dinding yang dilapisi kulit pohon sukun juga bisa meredam panas dan akan membuat rumah jadi lebih sejuk.

  • Filosofi Penggunaan Kayu Keta

Ada satu konsep lagi yang sebenarnya lebih mengarah ke filosofi penggunaan bahan membangun rumah. Rumah adat di Flores biasanya menggunakan kayu Keta atau dalam bahasa Ende disebut kaju Keta.

Keta dalam bahasa Ende berarti dingin atau sejuk. Jadi mereka percaya dengan menggunakan kayu Keta sebagai dinding rumah akan membuat rumah menjadi tempat yang nyaman dan sejuk.

Makna sejuk tak hanya bisa diartikan secara fisik melainkan juga secara spiritual dan psikologis. Maksudnya penghuni rumah akan selalu merindukan rumah yang sejuk dan tidak panas.

Apa artinya memiliki rumah yang megah tapi panas luar biasa hingga membuat penghuninya lebih senang bepergian daripada berada di dalam rumah.

Dari penjelasan mengenai 4 konsep bangunan rumah adat tadi, pertanyaan selanjutnya adalah mampukah arsitek Indonesia saat ini memadukan konsep rumah adat dengan konsep rumah modern dengan visi kesejukan dan terbebas dari panas?

Hal ini juga sekaligus menjadi renungan bagi kita juga para peneliti dan arsitek bahwa jangan hanya mengutamakan tampilan rumah yang megah, tetapi pikirkan pula konsep rumah yang terhubung dengan budaya dan adat yang hidup di negeri ini.

Niscaya jika berhasil mengakomodasi dua konsep antara adat dan modern pasti akan menghasilkan sesuatu yang baru dan unik dalam dunia arsitektur. Di antaranya tahan panas, ramah lingkungan, dan tentu nyaman.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "5 Konsep Rumah Adat, Alternatif Rumah Tahan Panas dan Tantangan Arsitek Indonesia"

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Kata Netizen
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Kata Netizen
'Financial Freedom' Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
"Financial Freedom" Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
Kata Netizen
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus 'Dosa Sampah' Kita
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus "Dosa Sampah" Kita
Kata Netizen
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Kata Netizen
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Kata Netizen
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan 'Less Cash Society'?
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan "Less Cash Society"?
Kata Netizen
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Kata Netizen
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Kata Netizen
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Kata Netizen
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Kata Netizen
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Kata Netizen
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Kata Netizen
Menerangi 'Shadow Economy', Jalan Menuju Inklusi?
Menerangi "Shadow Economy", Jalan Menuju Inklusi?
Kata Netizen
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Terpopuler
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau