Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Cuaca panas yang diakibatkan oleh pemanasan global atau global warming membuat banyak orang memikirkan tentang konsep rumah yang tahan panas.
Memiliki rumah yang tahan panas dan senantiasa sejuk di kala perubahan cuaca yang tak menentu menjadi tujuan banyak orang dalam membangun rumah agar nyaman ditempati.
Apalagi Indonesia termasuk negara tropis karena dilalui garis khatulistiwa. Maka dari itu dalam sebelum membeli atau membangun rumah, ada baiknya memikirkan berbagai faktor agar rumah terbebas dari panas.
Membangun rumah itu bukan saja soal fisik bangunannya yang gagah dan megah, tapi lebih dari itu orang perlu pikirkan, apakah rumah itu menampilkan kesejukan dan kedamaian bagi penghuninya.
Salah satu konsep bangunan rumah tahan panas yang bisa diadaptasi di Indonesia adalah konsep rumah adat.
Indonesia merupakan negara yang terdiri dari banyak sekali suku dan budaya. Maka tidak aneh bisa Indonesia juga memiliki banyak rumah adat.
Dari banyaknya rumah adat di Indonesia, saya mengambil satu konsep rumah adat yang terdapat di Flores, Nusa Tenggara Barat, khususnya rumah adat Suku Paumere di Kabupaten Ende.
Ada 4 konsep penting yang bisa kita terapkan dalam membangun rumah tahan panas.
Konsep pertama yang bisa diadaptasi agar rumah senantiasa terbebas dari panas adalah konsep rumah panggung.
Prinsip dasar rumah panggung ini adalah semakin tinggi tiang penyangganya, maka rumah akan terasa semakin sejuk.
Umumnya rumah panggung di Flores terdapat 9 tiang penyangga. Ketinggian tiang ini sebenarnya bervariasi antara 1 hingga 1,5 meter.
Konsep rumah panggung ini menjadikan rumah lebih terbuka dan akhirnya membuat sirkulasi udara di rumah berjalan dengan baik.
Maka dari itu, umumnya rumah adat di Flores tidak pernah lagi menggunakan Air Conditioner (AC) untuk mendinginkan ruangan.
Kebanyakan rumah adat di Flores tidak menggunakan atap rumah berbahan dasar tanah liat, melainkan dari ijuk, alang-alang, atau juga daun kelapa.
Atap rumah yang sering digunakan adalah perpaduan antara ujuk dan alang-alang. Jadi lapisan pertama atap adalah ijuk dan disusul alang-alang sebagai lapisan kedua.
Sistem atap seperti ini tidak akan pernah membuat penghuni rumah kepanasan, meski suhu udara meningkat hingga lebih dari 40 derajat Celcius.
Namun dalam membuat atap dari ijuk dan alang-alang ini kendala yang akan ditemukan selain sulitnya menemukan bahan di perkotaan juga sulit dari sisi keterampilan dan seni membangun atap rumah tersebut.
Rumah adat Suku Paumere di Ende memiliki dinding dan lantai yang terbuat dari kayu.
Dengan dibuat dari susunan kayu yang agak terbuka itu akhirnya menjadikan sirkulasi udara yang keluar dan masuk ke dalam rumah menjadi begitu lancar.
Rumah otomatis akan terasa lebih sejuk karena tak akan ada udara panas yang terperangkap di dalam rumah.
Di bagian dinding, meski dari kayu akan dilapisi lagi dengan kulit pohon sukun yang telah dijemur hingga benar-benar kering.
Menurut orang tua-orang tua terdahulu, bahkan peluru pun tak akan bisa menembus kulit pohon sukun yang telah dijemur hingga sangat kering.
Berdasarkan cerita leluhur, pada zaman dulu ketika masih sering terjadi perang suku, setiap pondok dan rumah panggung masyarakat adat akan selalu dilapisi dengan kulit pohon sukun kering.
Tujuannya tidak lain adalah untuk melindungi rumah dari serangan senjata seperti tombak, sumpitan, dan lain sebagainya.
Selain tahan terhadap serangan senjata, dinding yang dilapisi kulit pohon sukun juga bisa meredam panas dan akan membuat rumah jadi lebih sejuk.
Ada satu konsep lagi yang sebenarnya lebih mengarah ke filosofi penggunaan bahan membangun rumah. Rumah adat di Flores biasanya menggunakan kayu Keta atau dalam bahasa Ende disebut kaju Keta.
Keta dalam bahasa Ende berarti dingin atau sejuk. Jadi mereka percaya dengan menggunakan kayu Keta sebagai dinding rumah akan membuat rumah menjadi tempat yang nyaman dan sejuk.
Makna sejuk tak hanya bisa diartikan secara fisik melainkan juga secara spiritual dan psikologis. Maksudnya penghuni rumah akan selalu merindukan rumah yang sejuk dan tidak panas.
Apa artinya memiliki rumah yang megah tapi panas luar biasa hingga membuat penghuninya lebih senang bepergian daripada berada di dalam rumah.
Dari penjelasan mengenai 4 konsep bangunan rumah adat tadi, pertanyaan selanjutnya adalah mampukah arsitek Indonesia saat ini memadukan konsep rumah adat dengan konsep rumah modern dengan visi kesejukan dan terbebas dari panas?
Hal ini juga sekaligus menjadi renungan bagi kita juga para peneliti dan arsitek bahwa jangan hanya mengutamakan tampilan rumah yang megah, tetapi pikirkan pula konsep rumah yang terhubung dengan budaya dan adat yang hidup di negeri ini.
Niscaya jika berhasil mengakomodasi dua konsep antara adat dan modern pasti akan menghasilkan sesuatu yang baru dan unik dalam dunia arsitektur. Di antaranya tahan panas, ramah lingkungan, dan tentu nyaman.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "5 Konsep Rumah Adat, Alternatif Rumah Tahan Panas dan Tantangan Arsitek Indonesia"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.