Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Eka Sarmila
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Eka Sarmila adalah seorang yang berprofesi sebagai Mahasiswa. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Thrifting Jadi Ancaman Bagi Tekstil Lokal, Bagaimana Solusinya?

Kompas.com - 24/03/2023, 20:58 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Pelarangan thrifting atau impor pakaian bekas yang digemborkan pemerintah membuat nasib pelaku usaha thrifting kalang kabut.

Larangan tersebut tertulis dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 18 Tahun 2021, tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.

Dalam Pasal 2 Ayat 3 disebutkan bahwa barang dilarang impor salah satunya adalah kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas.

Padahal, membeli baju lewat aktivitas thrifting tidak hanya menghemat budget. Namun, kita juga bisa memiliki baju dengan merk terkenal dengan harga terjangkau. 

Seorang teman yang kerap berburu barang thrifting pernah menuturkan kepada saya, "Kalau lagi mujur bisa dapat barang baru branded yang hanya reject sedikit." Ucapnya.

Bayangkan saja, semisal dengan budget 10 ribu rupiah, kita bisa mendapatkan baju bekas layak pakai.

Siapa yang tidak tergiur? Apalagi di kalangan mahasiswa yang ingin tampil kece tapi budget pas-pasan, tentu thrifting jadi pilihan dan andalan supaya enggak dibilang "kok pakai baju yang itu-itu aja."

Harga, Kualitas, dan Trend Fesyen Sosial Media, Thrifting Solusinya!

Saya pun pernah iseng membeli sebuah produk pakaian lokal dengan harga di bawah 50 ribu rupiah di sebuah e-commerce. Dengan harga tersebut, saya tidak berharap banyak dengan barang yang akan diterima nanti.

Gambar yang dipajang nampak menjanjikan. Namun, saat barangnya datang, tentu harga menentukan kualitas. Logikanya, bagaimana pengrajin tekstil lokal dapat memberikan kualitas terbaik kalau harga jualnya tidak sesuai modal?

Terkadang, pembeli tidak memikirkan hal ini. Kebanyakan pembeli berkeinginan untuk mendapat barang bagus dengan harga yang murah.

Pasalnya, jika membeli barang baru dengan kualitas yang cukup baik, setidaknya seorang pembeli harus menyiapkan budget minimal 80 ribu rupiah untuk satu pakaian saja.

Misalnya budget yang dimiliki hanya 80 ribu rupiah, ini jika dibelanjakan pada toko pakaian lokal hanya bisa mendapatkan satu potongan celana atau blouse aja. Kisaran ini dapat lebih mahal dan tergantung tempat belinya dan jenis bahan yang digunakan.

"Penampilan Elit, Ekonomi Sulit"

Istilah viral di atas adalah gambaran yang mendeskripsikan bagaimana kini orang berlomba-lomba untuk tampil modis sedangkan uang di dompet tipis.

Belum lagi, perkembangan trend fesyen dari berbagai negara sangat mudah masuk dan memengaruhi satu sama lain. Meskipun digadang-gadang mengandung bakteri, virus, dan jamur tetap aja banyak orang mencintai thrifting.

Alasan lain yang pernah saya dapatkan dari seorang teman, membeli baju thrifting bukan cuman karena harganya yang murah, namun jenis dan model baju yang variatif jadi pilihan.

Thrifting, Mungkinkah Mengurangi Limbah Fesyen?

Menggunakan kembali barang bekas layak pakai tentunya baik untuk mengurangi pencemaran lingkungan. Lantas, mengapa sekarang thrifting dilarang? Padahal kurang lebih konsep yang ditawarakan dari aktivitas ini adalah menggunakan kembali pakaian bekas layak pakai.

Mengutip dari pernyataan Deputi Bidang UKM KemenkopUKM Hanung Harimba Rachman bahwa barang-barang thrifting yang dikirim ke Indonesia adalah barang sampah lantaran tidak layak dipakai sama sekali. Selain itu, masuknya pun dinilai illegal dan tidak sesuai prosedur yang ada.

Lantas, bagaimana dengan limbah fesyen yang makin hari kian menumpuk?

Thrifting bukanlah satu-satunya solusi. Menekan keinginan konsumsi berlebih dan kesadaran diri adalah tonggak utama untuk meminimalisir limbah pakaian.

Pelarangan thrifting adalah salah satu upaya yang sejatinya bukan hanya untuk meningkatkan daya saing UMKM Lokal. Seharusnya sebagai pembeli diperlukan kesadaran dan cermat dalam memilih penggunaan pakaian jangka panjang.

Limbah fesyen kian meningkat karena cepatnya perubahan permintaan pasar. Kesadaran membatasi konsumsi sebuah barang yang tidak dibutuhkan dapat menekan penawaran yang diberikan oleh pasar.

Inovasi Fesyen Lokal dan Tantangan Kesepakatan Harga Pasar

Pemulihan ekonomi industri tekstil lokal melalui kebijakan pelarangan thrifting belum mampu menjadi sepenuhnya solusi. Masih ada PR besar bagi para pengrajin tekstil lokal, yaitu menciptakan produk dalam negeri sesuai trend fesyen sosial media dan kesepakatan harga pasar.

Pengrajin musti update dengan kebutuhan dan model pakaian yang memang benar dibutuhkan. Namun, pengrajin juga musti cermat dalam memperhatikan dan memperhitungkan modal dan keuntungan yang diharapkan.

Pasalnya, oknum nakal bakal tetap ada dan selalu menjadi ancaman bak penyelamat bagi pembeli yang menginginkan barang murah branded.

Selain itu, pemaksimalan penggunaan teknologi musti dipahami untuk memangkas biaya pemasaran dan menjangkau target pasar yang lebih luas.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Thrifting, Solusi Tuntutan Tren Fesyen Elit yang Kini Jadi Ancaman Industri Tekstil Lokal"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Apa yang Membuat 'Desperate' Ketika Cari Kerja?

Apa yang Membuat "Desperate" Ketika Cari Kerja?

Kata Netizen
Antara Bahasa Daerah dan Mengajarkan Anak Bilingual Sejak Dini

Antara Bahasa Daerah dan Mengajarkan Anak Bilingual Sejak Dini

Kata Netizen
Kebebasan yang Didapat dari Seorang Pekerja Lepas

Kebebasan yang Didapat dari Seorang Pekerja Lepas

Kata Netizen
Menyiasati Ketahanan Pangan lewat Mini Urban Farming

Menyiasati Ketahanan Pangan lewat Mini Urban Farming

Kata Netizen
Mari Mulai Memilih dan Memilah Sampah dari Sekolah

Mari Mulai Memilih dan Memilah Sampah dari Sekolah

Kata Netizen
Menyoal Kerja Bareng dengan Gen Z, Apa Rasanya?

Menyoal Kerja Bareng dengan Gen Z, Apa Rasanya?

Kata Netizen
Solidaritas Warga Pasca Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki, Flores Timur

Solidaritas Warga Pasca Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki, Flores Timur

Kata Netizen
Kenali 3 Cara Panen Kompos, Mau Coba Bikin?

Kenali 3 Cara Panen Kompos, Mau Coba Bikin?

Kata Netizen
Tips yang Bisa Menunjang Kariermu, Calon Guru Muda

Tips yang Bisa Menunjang Kariermu, Calon Guru Muda

Kata Netizen
Dapatkan Ribuan Langkah saat Gunakan Transportasi Publik

Dapatkan Ribuan Langkah saat Gunakan Transportasi Publik

Kata Netizen
Apa Manfaat dari Pemangkasan Pada Tanaman Kopi?

Apa Manfaat dari Pemangkasan Pada Tanaman Kopi?

Kata Netizen
Kembangkan Potensi PMR Sekolah lewat Upacara Bendera

Kembangkan Potensi PMR Sekolah lewat Upacara Bendera

Kata Netizen
Menulis sebagai Bekal Mahasiswa ke Depan

Menulis sebagai Bekal Mahasiswa ke Depan

Kata Netizen
Membedakan Buku Bekas dengan Buku Lawas, Ada Caranya!

Membedakan Buku Bekas dengan Buku Lawas, Ada Caranya!

Kata Netizen
Menunggu Peningkatan Kesejahteraan Guru Terealisasi

Menunggu Peningkatan Kesejahteraan Guru Terealisasi

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau