Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bergman Siahaan
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Bergman Siahaan adalah seorang yang berprofesi sebagai Penulis. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Pakaian Bekas, antara Ilegal dan Mengganggu Industri Garmen Lokal

Kompas.com - 29/03/2023, 12:15 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Pertanyaan selanjutnya, apakah pakaian bekas ini membawa penyakit? Sayangnya, saya belum menemukan penelitian yang bisa membantu saya menjawab pertanyaan tersebut.

Namun, di banyak negara maju, perputaran pakaian bekas lazim dilakukan. Pakaian bekas ini tidak dianggap sebagai hal yang buruk, memalukan, atau sesuatu yang mengandung penyakit.

Di negara-negara maju, pakaian bekas menjadi hal yang difavoritkan. Bukan hanya bagi pelajar dan orang miskin, banyak orang yang sudah mapan pun senang akan kehadiran pakaian bekas karena bisa menghemat pengeluaran sekaligus bisa berburu barang bekas alias thrifting.

Bahaya Industri Garmen

Hal lain yang jadi persoalan apakah industri garmen berbahaya bagi lingkungan?

Menurut World Economic Forum, industri garmen turut menyumbang sekitar 10% emisi karbon. Cucian pakaian melepaskan 500.000 ton fiber mikro ke laut setiap tahunnya, setara dengan 50 miliar botol plastik!

Selain itu, industri garmen juga menjadi industri terbesar kedua dalam hal menghabiskan air.

Ironisnya, perkembangan teknologi, mode, dan gaya hidup menyebabkan warga bumi semakin menganut fast fashion alias penggunaan pakaian dalam waktu relatif singkat kemudian membeli pakaian baru dengan mode yang lebih baru lagi.

Menurut Peaceful Dumpling, sebanyak 73-95% pakaian bekas berakhir di tempat pembuangan akhir. Padahal sebuah pakaian memerlukan waktu yang relatif lama untuk bisa terurai. Pakaian jenis wol bisa terurai hingga 5 tahun, nilon 40 tahun, dan polyester 200 tahun.

Selama masa itu, pakaian akan melepaskan gas rumah kaca dan bahan kimia berbahaya lainnya ke tanah dan air yang akan menjadi polusi.

Akibat dampak mengerikan yang ditimbulkan dari industri garmen ini, banyak negara maju yang membuat kampanye untuk tidak lagi membuang pakaian bekas, tapi mengedarkannya atau biasa dikenal zero waste.

Seperti misalnya di Selandia Baru, ada tempat sampah khusus untuk pakaian yang tersedia di banyak tempat.

Orang-rang yang tinggal di sana diimbau untuk tidak membuat pakaian bekas, melainkan untuk mendonasikannya. Ada slogan yang terkenal di sana, yakni reduce waste and help others" atau "keep your clothes and shoes out of landfill".

Selain akan membantu mengurangi jumlah emisi yang bisa merusak lingkungan, mengedarkan ulang pakaian bekas juga bermanfaat dari sisi sosioekonomi.

Akan banyak orang yang terbantu dari perputaran pakaian bekas yang didonasikan atau yang dijual dengan harga yang murah.

Mematikan Industri Lokal

Hal lain yang dikhawatirkan dengan adanya bisnis impor pakaian bekas adalah akan mematikan industri lokal. Apakah hal tersebut bisa terjadi?

Untuk menjawab pertanyaan ini memang diperlukan banyak data dan hasil penilitian yang perlu dilakukan. Sayangnya, belum ada data dan hasil penelitian soal hal ini.

Meski begitu, pemerintah dan pelaku usaha umumnya menyebut harga pakaian bekas yang lebih murah menjadi faktor yang merugikan industri garmen lokal.

Ali Charisma, National Chairman Indonesia Fashion Chamber( IFC) berpendapat ketika pakaian bekas dengan harga murah membanjiri pasar, akan sulit bagi desainer lokal untuk bersaing dalam hal harga.

Pendapat lain diungkapkan oleh Vice Executive Chairman Indonesia Fashion Chamber (IFC), Riri Rengganis. Ia mengungkapkan bahwa penjualan pakaian impor bekas bukanlah jadi faktor utama yang mengganggu industri garmen lokal.

Justru menurutnya daripada produk impor pakaian bekas, impor barang jadi dari China lebih jelas menjadi pesaing bagi industri lokal. Meski begitu memang tak dimungkiri bahwa aktivitas jual beli baju bekas menjadi pesaing bagi produk lokal.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Melihat Efisiensi Jika Kurikulum Merdeka Diterapkan

Melihat Efisiensi Jika Kurikulum Merdeka Diterapkan

Kata Netizen
Mengenal Tradisi Lebaran Ketupat di Hari ke-7 Idulfitri

Mengenal Tradisi Lebaran Ketupat di Hari ke-7 Idulfitri

Kata Netizen
Meminimalisir Terjadinya Tindak Kriminal Jelang Lebaran

Meminimalisir Terjadinya Tindak Kriminal Jelang Lebaran

Kata Netizen
Ini Rasanya Bermalam di Hotel Kapsul

Ini Rasanya Bermalam di Hotel Kapsul

Kata Netizen
Kapan Ajarkan Si Kecil Belajar Bikin Kue Lebaran?

Kapan Ajarkan Si Kecil Belajar Bikin Kue Lebaran?

Kata Netizen
Alasan Magang ke Luar Negeri Bukan Sekadar Cari Pengalaman

Alasan Magang ke Luar Negeri Bukan Sekadar Cari Pengalaman

Kata Netizen
Pengalaman Mengisi Kultum di Masjid Selepas Subuh dan Tarawih

Pengalaman Mengisi Kultum di Masjid Selepas Subuh dan Tarawih

Kata Netizen
Mencari Solusi dan Alternatif Lain dari Kenaikan PPN 12 Persen

Mencari Solusi dan Alternatif Lain dari Kenaikan PPN 12 Persen

Kata Netizen
Tahap-tahap Mencari Keuntungan Ekonomi dari Sampah

Tahap-tahap Mencari Keuntungan Ekonomi dari Sampah

Kata Netizen
Cerita Pelajar SMP Jadi Relawan Banjir Bandang di Kabupaten Kudus

Cerita Pelajar SMP Jadi Relawan Banjir Bandang di Kabupaten Kudus

Kata Netizen
Mengapa 'BI Checking' Dijadikan Syarat Mencari Kerja?

Mengapa "BI Checking" Dijadikan Syarat Mencari Kerja?

Kata Netizen
Apakah Jodohku Masih Menunggu Kutemui di LinkedIn?

Apakah Jodohku Masih Menunggu Kutemui di LinkedIn?

Kata Netizen
Pendidikan Itu Menyalakan Pelita Bukan Mengisi Bejana

Pendidikan Itu Menyalakan Pelita Bukan Mengisi Bejana

Kata Netizen
Banjir Demak dan Kaitannya dengan Sejarah Hilangnya Selat Muria

Banjir Demak dan Kaitannya dengan Sejarah Hilangnya Selat Muria

Kata Netizen
Ini yang Membuat Koleksi Uang Lama Harganya Makin Tinggi

Ini yang Membuat Koleksi Uang Lama Harganya Makin Tinggi

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com