Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bergman Siahaan
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Bergman Siahaan adalah seorang yang berprofesi sebagai Penulis. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Pakaian Bekas, antara Ilegal dan Mengganggu Industri Garmen Lokal

Kompas.com, 29 Maret 2023, 12:15 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia atau API, Jemmy Kartiwa Sastraatmadja, mengatakan industri garmen menurun karena pelemahan rupiah dan anjloknya permintaan global, khususnya Eropa dan Amerika.

Seperti diketahui bahwa negara-negara Eropa dan Amerika mengalami kesulitan ekonomi. Pakaian tentu merupakan barang yang bisa ditunda pembeliannya dengan memanfaatkan perputaran pakaian bekas dalam negeri mereka.

Industri Garmen Bertumbuh

Di tengah isu pakaian bekas mengganggu industri lokal, Kementerian Perindustrian justru mengungkapkan bahwa industri garmen lokal Indonesia ternyata terus bertumbuh.

Tahun 2019 pertumbuhan industri garmen Indonesia tercatat sebesar 19,48% lebih tinggi daripada pertumbuhan indstri minuman.

Pada tahun 2020 dan 2021, industri garmen memang anjlok akibat pandemi, namun di tahun 2022 kembali naik. Pada triwulan III tahun 2022, pertumbuhan industri garmen Indonesia dilaporkan sebesar 8,09% dibandingkan periode yang sama di tahun 2021.

Fakta pertumbuhan industri garmen ini diperkuat dengan adanya sembilan industri yang melakukan perluasan investasi pada tahun 2021. Total investasi kesembilan industri tersebut di Pulau Jawa dilaporkan sebesar Rp 2 triliun dan di Pulau Sumatera sebesar Rp 8,5 triliun.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita justru optimis bahwa industri tekstil Indonesia akan terus tumbuh dan menjadi basis produksi untuk pasar domestik dan ekspor. Ia menyebut industri garmen Indonesia sebagai sunrise industry.

Industru garmen Indonesia memang cukup banyak digunakan merek-merek ternama, khususnya aparel olahraga.

Akan tetapi di kelas bawah, Indonesia masih kalah dengan produksi China, India, dan Bangladesh. Salah satu faktor yang menjadi penyebab kalah saingnya produsen kita mungkin adalah harga, meski begitu secara kualitas sebenarnya kita bisa bersaing di kelas menengah ke atas.

Kesimpulan

Aktivitas impor ilegal tetap menjadi hal yang salah terlepas dari alasan apapun. Seandainya impor pakaian bekas bisa dilakukan secara legal dan dipungut pajak maka aktivitas tersebut bisa berkontribusi terhadap pendapatan negara.

Harga jual pakaian bekas pun menjadi lebih tinggi sehingga tidak akan tepaut terlalu jauh dari harga pakaian baru. Harga yang tidak terlalu jauh akan mengurangi minat terhadap pakaian bekas dan secara alamiah juga menurunkan besar impornya.

Kebijakan seperti ini sedikit-banyak bisa mengurangi tekanan terhadap produksi lokal. Selain itu juga Indonesia sebenarnya sudah memiliki aturan yang melarang aktivitas impor pakaian bekas.

Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 yang melarang impor barang tertentu, antara lain kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas.

Jadi sebenarnya pemerintah cukup menggunakan aturan ini sebagai argumen pelarangan impor pakaian bekas, bukan alasan lain yang belum dikaji dengan baik. Selain itu faktor sosioeekonomi dan lingkungan perlu menjadi perhatian para pengambil kebijakan.

Perlu dipahami bahwa peredaran pakaian bekas tetap punya manfaat dalam memenuhi kebutuhan pakaian masyarakat. Mengingat pula bahwa jumlah masyarakat dengan ekonomi rendah masih sangat besar di negeri ini.

Industri garmen sendiri memang perlu ditekan mengingat dampak buruknya terhadap lingkungan. Hal ini sudah lama menjadi perhatian negara-negara maju. Mungkinkah itu salah satu alasan mereka lebih memilih impor?

Kebijakan publik pada hakikatnya diambil untuk menyelesaikan suatu masalah. Dalam mengambil kebijakan publik, permasalahan perlu dipetakan dan diurai agar jelas diketahui bentuk dan karakteristiknya sehingga bisa dicari solusinya. Kajian yang lemah hanya akan menjauhkan kebijakan dari efektivitasnya.

Kebijakan juga bersifat dinamis. Selalu ada perkembangan data dan informasi yang mempengaruhinya. Sama seperti esai ini yang sangat mungkin diralat dengan temuan data dan informasi yang lebih akurat.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Industri Garmen Perlu Ditahan, Peredaran Pakaian Bekas Perlu Didorong"

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Kata Netizen
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Kata Netizen
'Financial Freedom' Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
"Financial Freedom" Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
Kata Netizen
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus 'Dosa Sampah' Kita
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus "Dosa Sampah" Kita
Kata Netizen
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Kata Netizen
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Kata Netizen
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan 'Less Cash Society'?
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan "Less Cash Society"?
Kata Netizen
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Kata Netizen
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Kata Netizen
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Kata Netizen
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Kata Netizen
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Kata Netizen
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Kata Netizen
Menerangi 'Shadow Economy', Jalan Menuju Inklusi?
Menerangi "Shadow Economy", Jalan Menuju Inklusi?
Kata Netizen
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Terpopuler
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau