Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Irmina Gultom
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Irmina Gultom adalah seorang yang berprofesi sebagai Apoteker. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Mengembalikan Kepercayaan Publik terhadap Produk Sirup Obat

Kompas.com - 07/04/2023, 03:53 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Belum lama ini seorang teman bertanya di sebuah grup aplikasi chat. Ia bertanya mengenai apakah penggunaan obat sirop sudah aman karena anaknya sudah tiga hari anaknya sakit dan susah sekali jika diberikan obat puyer.

Kekhawatiran teman saya tersebut berasal dari Kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) yang sempat menghebohkan pada kuartal 4 tahun 2022 lalu.

Pada masa itu ratusan anak menjadi korban akibat kandungan Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) yang melebihi batas aman pada produk obat sirop.

Kasus gagal ginjal akut ini sempat membuat Kementerian Kesehatan Indonesia melarang penggunaan seluruh obat sirop sebagai bentuk tindakan kehati-hatian.

Akibatnya tak hanya masyarakat, banyak produsen obat, distributor obat, fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas beserta seluruh tenaga kesehatannya, serta fasilitas pelayanan kefarmasian seperti apotek dan toko obat mengalami kebingunan karena dilarang menjual, mengedarkan, dan meresepkan obat sirop.

Penelusuran pun segera dilakukan oleh BPOM sebagai otoritas yang berwenang. BPOM melakukan investigasi serta pengujian terhadap seluruh produk obat sirop yang diproduksi oleh seluruh industri farmasi di Indonesia.

Dari penelurusan ini BPOM merilis daftar obat sirop yang dinyatakan aman dari kandungan EG/DEG yang berlebih.

Meski saat ini kasus GGAPA bisa dibilang sudah tertangani, namun nyatanya banyak masyarakat yang masih meragukan keamanan sirop obat. Tidak sedikit pula yang masih takut membeli sirop obat di apotek atau toko obat.

Kebetulan sekali pada tanggal 21 Maret 2023 lalu, Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) mengadakan dialog interaktif mengenai sirup obat dengan mengundang para stakeholder mulai dari Kementerian Kesehatan, BPOM, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), akademisi, hingga influencer, dan blogger.

Tujuannya tak lain tak bukan adalah untuk meraih kembali kepercayaan publik terhadap produk sirup obat, dengan memberikan penjelasan secara komprehensif mengenai keamanan, khasiat, dan mutu sirup obat.

Mengenal Jenis Bahan Pelarut Obat

Selain EG dan DEG, ada empat jenis bahan tambahan obat lain yang menjadi sorotan dalam kasus gagal ginjal akut ini, yakni Polietilen Glikol (PEG), Propilen Glikol (PG), Sorbitol, dan Gliserin.

Keempat bahan ini biasanya paling sering digunakan sebagai pelarut dalam produk sirop obat. Penggunaan keempat bahan ini selain diperuntukkan sebagai pelarut sirop obat juga digunakan pada produk lainnya.

Antara lain seperti produk kosmetik/skincare (pelembab kulit, serum, body lotion, dll), produk Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga/PKRT (sabun, pasta gigi, obat kumur, dll), produk makanan (bumbu, saus, dll), hingga pelarut pada perisa rokok elektrik.

Jika hanya digunakan sebagai pelarut, mengapa tidak menggunakan air saja agar lebih aman?

Ada satu hal penting yang perlu dihapahi bersama bahwa tidak semua bahan obat dapat larut dalam air. Ada beberapa jenis bahan obat yang baru bisa larut dalam pelarut golongan alkohol seperti Gliserin dan Sorbitol.

Kedua pelarut tersebut juga cocok digunakan dalam produk sirop obat karena rasanya yang manis. Sementara itu, PEG dan PG juga sering digunakan dalam formulasi obat sebagai co-solvent (untuk meningkatkan kelarutan obat), stabilizer, humektan, dan pengawet (antimikroba).

Masalahnya adalah, keempat bahan tambahan ini dipastikan hampir tidak ada yang seratus persen murni. Ada cemaran (impurities) berupa Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG), dimana hasil metabolitnya yang berupa Asam Oksalat yang bersifat nefrotoksik (toksik pada ginjal). Namun demikian, bukan berarti juga keempat bahan ini berbahaya.

Maka dari itu, agar dapat digunakan pada produk yang aman dikonsumsi manusia, ada persyaratan ambang batas aman cemaran EG/DEG yang harus dipenuhi.

Persyaratan ini terantum dalam Farmakope alias buku standar yang berisi persyaratan mutu dan metode analisis bahan obat yang diterbitkan oleh badan resemi pemerintah.

Jadi, seluruh bahan obat yang digunakan dalam produksi obat harus memenuhi ketentuan dan standar yang terdapat dalam Farmakope ini.

Dalam investigasi yang dilakukan secara menyeluruh terkait kasus gagal ginjal akut ini, ditemukan bahwa adanya indikasi pemalsuan barang yang dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Pemalsuan itu terkait pendistribusian pelarut Propilen Glikol yang mengandung EG dan DEG melebihi ambang batas aman.

Memang perlu diakui ada kelalaian dalam proses rantai pasok bahan obat, produksi obat, maupun celah dalam regulasi yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku.

Obat sebagai High-Regulated Product

Saya sepakat bahwa obat sejatinya adalah racun. Akan tetapi, obat juga dapat bermanfaat bagi kesehatan bila digunakan dengan benar dengan dosis yang tepat pula.

Hal itu lah yang menyebabkan obat merupakan produk dengan regulasi paling ketat (high regulated product) supaya keamanan (safety), khasiat (efficacy), dan mutunya (quality) terjamin sebelum sampai ke tangan pasien sebagai end user.

Agar kita semua mengetahu bagaimana proses yang harus dilalui sebuah obat untuk bisa sampai ke tangan pasien, berikut akan saya berikan sedikit gambaran.

1. Penelitian dan penemuan obat baru

Sebuah obat tidak tercipta dengan sendirinya, obat ditemukan setelah melewati proses penelitian yang panjang. Untuk menjamin keamanan dan khasiatnya, obat baru harus terlebih dahulu melewati Uji Preklinik dan Uji Klinik.

Uji Preklinik dilakukan terhadap hewan coba untuk mengevaluasi keamanan obat, sementara Uji Klinik dilakukan terhadap sukarelawan sehat dan sakit yang terdiri dari 4 fase, untuk mengevaluasi efikasi/khasiat obat.

Jika berhasil lulus seluruh tahap-tahap tadi, barulah obat baru tersebut dapat dipatenkan untuk digunakan sebagai pengobatan.

2. Pembuatan bahan baku obat

Sebuah obat sudah tentu membutuhkan bahan baku obat. Bahan baku ini terdiri dari bahan aktif obat dan bahan tambahan obat yang harus dibuat di fasilitas produksi berstandar GMP (Good Manufacturing Practice) dan diuji sesuai standar Farmakope.

3. Pendistribusian bahan baku obat

Di Indonesia, 90% bahan baku obat yang digunakan untuk produksi obat masih melalui proses importasi. Meski demikian, proses pengadaan bahan baku obat hingga penyalurannya ke industri di Indonesia, diatur secara ketat oleh Kementerian Kesehatan dan BPOM.

Selain itu hanya beberapa sarana tertentu saja yang diperbolehkan untuk mengimpor dan mendistribusikan bahan obat, tentunya harus memiliki izin dari Kementerian Kesehatan dan tersertifikasi Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) oleh BPOM.

Untuk mendapatkan sertifikat tersebut, sebuah lembaga pengadaan bahan baku obat perlu memenuhi beberapa persyaratan tertentu, seperti fasilitas penyimpanan yang sesuai hingga SOP yang mumpuni.

Tujuannya tak lain untuk memastikan bahwa bahan obat dikelola (pengadaan, penyimpanan, dan penyalurannya) dengan baik, sehingga keaslian dan mutu bahan obat dapat dipertahankan hingga sampai di tangan Industri Farmasi, serta menjamin ketertelusuran rantai pasok untuk meminimalisir penyalahgunaan.

4. Produksi obat jadi

Proses selanjutnya setelah Industri Farmasi menerima bahan obat adalah mengolah bahan tersebut sesuai standar CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) hingga menjadi produk yang siap dikonsumsi pasien.

Proses produksi ini juga termasuk proses quality control (QC) dan quality assurance (QA) yang ketat untuk meluluskan suatu produk. Pelaksanaan pengujiannya pun harus dilakukan dalam laboratorium yang menerapkan standar Good Laboratory Practice (GLP).

5. Registrasi Obat

Ketika obat sudah selesai diproduksi, obat tersebut harus didaftarkan terlebih dahulu ke otoritas pengawas obat yang berwenang, yakni BPOM.

Produsen obat harus menyerahkan semua dokumen yang berkaitan dengan keamanan, khasiat, dan mutu produk sesuai format ASEAN Common Technical Dossier (ACTD) untuk dievaluasi oleh para expert.

Proses ini disebut juga sebagai tahap pengawasan pre-market. Setelah memperoleh Nomor Izin Edar, barulah produk obat dapat diedarkan kepada masyarakat.

6. Pendistribusian obat jadi

Ketika obat sudah teregistrasi, maka obat telah siap untuk didistribusikan. Proses distribusi obat ini juga diatur secara ketat dalam peraturan perundang-undangan.

Mulai dari pengadaan, penyimpanan, hingga pendistribusiannya diatur ketat dalam undang-undang. Hal ini tentunya untuk menjamin keamanan rantai pasok sehingga obat tidak disalahgunakan oleh pihak yang tidak berwenang.

Selain itu juga untuk menjamin mutu obat tetap baik hingga sampai di fasilitas pelayanan kefarmasian seperti apotek dan toko obat.

7. Penggunaan oleh pasien

Setelah obat sampai di tangan pasien pun, masih ada aturan yang harus diketahui dan dipatuhi pasien, yaitu cara penggunaan, cara penyimpanan, hingga cara membuang obat yang baik dan benar.

Meraih Kembali Kepercayaan Publik terhadap Sirup Obat

Kasus gagal ginjal akut pada anak yang sempat melanda beberapa waktu lalu memang merupakan peristiwa yang sangat memilukan.

Akibat maraknya kasus ini juga mengurangi kepercayana masyarakat terhadap obat, khususnya obat sirop yang beredar di pasaran.

Apalagi pada bulan November 2022 lalu, Majalah Tempo mengangkat judul “Obat Pencabut Nyawa” di sampul depannya.

Sebagai seorang apoteker, jujur saja saya merasa miris karena image profesi farmasis sebagai ahli obat jadi tercoreng di masyarakat.

Namun kejadian ini juga tak dimungkiri memberi hikmah bagi seluruh farmasis yang terlibat pada proses life cycle obat-obatan untuk kembali berbenah agar kejadian yang sama tidak terulang di masa depan.

Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap keamanan, khasiat, dan mutu obat, khsusnya sirop obat mungkin bukanlah hal yang mudah.

Namun, satu yang perlu diyakini adalah sama seperti sediaan obat lainnya, sirop obat aman dikonsumsi selama digunakan sesuai petunjuk penggunaan.

Sebagai informasi, BPOM juga telah menerbitkan Buku Saku Jilid III berisi Daftar Sirop Obat yang Aman Digunakan Sepanjang Sesuai Aturan Pakai.

Semoga tulisan ini bisa membantu masyarakat untuk kembali yakin dalam menggunakan sirup obat, terutama untuk anak-anak.

Tanya obat, tanya apoteker.

Referensi:

Kajian Risiko EG/DEG

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Meraih Kembali Kepercayaan Publik terhadap Produk Sirup Obat"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Bagaimana Membangun Pernikahan dari Titik Nol Tanpa Beban Utang?

Bagaimana Membangun Pernikahan dari Titik Nol Tanpa Beban Utang?

Kata Netizen
100 Tahun Pramoedya Ananta Toer untuk Adil Sejak Dalam Pikiran

100 Tahun Pramoedya Ananta Toer untuk Adil Sejak Dalam Pikiran

Kata Netizen
Kenapa Generasi Milenial Gengsi Tinggal di Rusun?

Kenapa Generasi Milenial Gengsi Tinggal di Rusun?

Kata Netizen
Apa Manfaat Air Lindi dari Kompos?

Apa Manfaat Air Lindi dari Kompos?

Kata Netizen
Kamu Setuju Memberi Makanan Kucing Jalanan di Jalan?

Kamu Setuju Memberi Makanan Kucing Jalanan di Jalan?

Kata Netizen
Bisakah Membangun Bangsa dengan Gizi yang Baik?

Bisakah Membangun Bangsa dengan Gizi yang Baik?

Kata Netizen
Tukang Cukur Tradisional Berinovasi, Baiknya Bagaimana?

Tukang Cukur Tradisional Berinovasi, Baiknya Bagaimana?

Kata Netizen
Antara Kepuasan Publik dan Modal Politik Diplomasi Prabowo

Antara Kepuasan Publik dan Modal Politik Diplomasi Prabowo

Kata Netizen
Memberi Utang ke Teman Itu Perkara Kredibilitas!

Memberi Utang ke Teman Itu Perkara Kredibilitas!

Kata Netizen
Kenangan Naik Becak yang Kini Jarang Ditemui di Kabupaten Tasikmalaya

Kenangan Naik Becak yang Kini Jarang Ditemui di Kabupaten Tasikmalaya

Kata Netizen
Bioaktivator, Ampuh Mempercepat Proses Pengomposan

Bioaktivator, Ampuh Mempercepat Proses Pengomposan

Kata Netizen
Bagaimana 100 Hari Prabowo-Gibran Sejauh Ini?

Bagaimana 100 Hari Prabowo-Gibran Sejauh Ini?

Kata Netizen
Mari Kita Coba dan Biasakan Menabung Tanpa Drama

Mari Kita Coba dan Biasakan Menabung Tanpa Drama

Kata Netizen
Bekatul, dari Pakan Menjadi Pangan

Bekatul, dari Pakan Menjadi Pangan

Kata Netizen
Kenapa Ada Siswa Susah Makan Makanan Program MBG?

Kenapa Ada Siswa Susah Makan Makanan Program MBG?

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau