Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Saverinus Suhardin
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Saverinus Suhardin adalah seorang yang berprofesi sebagai Perawat. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Banyaknya Toko Buku Tutup, Akankah Minat Baca Jadi Redup?

Kompas.com - 07/06/2023, 13:35 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Toko Buku Gunung Agung berencana menutup seluruh cabangnya pada akhir 2023. Penutupan tersebut dilakukan karena perusahaan tidak sanggup bertahan setelah mengalami kerugian yang besar sejak pandemi Covid-19.

Efisiensi dengan menutup sejumlah oulet yang tersebar di beberapa kota, yaitu Semarang, Gresik, Magelang, Bogor, Bekasi, Surabaya, dan Jakarta pun telah dilakukan.

Sebelum Toko Buku Gunung Agung tutup, beberapa toko buku fisik lainnya juga telah menutup gerainya, seperti Books and Beyond, Togamas, Kinokuniya, serta Aksara.

Kenangan Beli Buku di Kota Kupang dan Kali Pertama Melihat Buku Bajakan

Di Kota Kupang NTT, tempat saya tinggal saat ini, keberadaan toko buku tidak banyak, hanya ada Toko Buku Gramedia yang ada di bilangan Kuanino.

Dulu sebenarnya ada Toko Buku Suci, tapi koleksi bukunya tidak banyak dan dipajang di antara sembako serta barang kebutuhan masyarakat lainnya. Karena itu, setiap kali masyarakat Kota Kupang ditanya mengenai toko buku, maka jawaban spontannya pasti Gramedia, Kuanino.

Antara tahun 2008-2012, saya sesekali berkunjung ke sana. Sebagai mahasiswa D3 salah satu kampus di Kota Kupang saat itu, saya merasa harga buku di Gramedia Kupang tidak bisa dibilang murah. Tapi karena kebutuhan kuliah, saya tetap membeli beberapa buku yang dianggap penting.

Selama masa kuliah di Kota Kupang itu, ada satu kesempatan saat saya menjalani praktik sebagai mahasiswa keperawatan di Surabaya.

Ketika saya bertanya mengenai buku murah, orang-orang menyarankan Pasar Blauran. Maka saya bersama teman-teman dari Kupang, berkunjung ke sana. Dan benar saja, harganya terbilang murah menurut takaran kami saat itu.

Sebagai gambaran, buku yang sama di kota Kupang bisa mencapai 80 ribu rupiah, tapi di Pasar Blauran, pengunjung cukup membayar 20 ribu rupiah.

Saya dan teman-teman membeli cukup banyak, meski akhirnya membuat pusing dosen pendamping. Bagaimana tidak, berat bagasi kami melewati batas ketika pulang ke Kupang.

Ternyata masalahnya tidak hanya sebatas itu. Ketika saya baca buku-buku itu, saya kemudian tersadar, ternyata kualitas cetaknya berbeda dengan buku yang pernah saya beli di Gramedia.

Buku murah itu seperti buku hasil fotokopi. Kertasnya rapuh dan mudah lepas, sehingga tidak bisa diwariskan ke adik angkatan. Kelak baru saya tahu, ternyata itulah jenis buku bajakan.

Toko Buku Togamas dan Fasilitasnya yang Membuat Nyaman

Tahun 2013, saya mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan di Unair Surabaya. Selama masa studi di Surabaya, saya tinggal di salah satu kos-kosan di daerah Nginden-Semolowaru.

Dari tempat saya tinggal itu, ada satu toko buku yang banyak direkomendasikan oleh teman-teman dan jaraknya tidak begitu jauh dari kos-kosan. Namanya Toko Buku Petra Togamas yang ada di bilangan Pucang.

Bagi saya, Togamas itu termasuk toko buku yang besar bilang dibandingkan dengan Gramedia yang ada di Kupang. Jadi, saat itu saya cukup terkesan. Apalagi ketika menyadari di sana tidak hanya jualan buku. Tapi ada juga beberapa tempat kursus, kafe atau kantin dengan tempat nongkrong yang nyaman digunakan sambil membaca buku.

Saya makin senang ketika tahu toko buku itu menyediakan diskon khusus bagi kalangan pelajar dan mahasiswa. Harganya memang tidak semurah di Pasar Blauran, tapi juga tidak semahal di Gramedia Kupang.

Karena itu, selama masa kuliah di Surabaya, itu toko buku yang sering saya kunjungi. Sesekali setelah membeli buku, saya memesan minuman di kantin, lalu meminta pramusaji untuk memfoto. Kemudian, saya berpose seolah sedang membaca buku dengan secangkir kopi di meja.

Foto itu kemudian saya unggah di media sosial dengan tulisan yang dipikirkan matang-matang, setidaknya antara gaya di foto dan tulisannya memiliki kualitas yang seimbang agar menarik perhatian teman di media sosial. 

Kopi tandas dan saya harus segera pulang dengan harapan bisa lanjut membaca buku di kos-kosan. Tapi begitu saya berbaring langsung diselimuti rasa malas. Baca buku bisa kapan-kapan, kata saya dalam hati dan kemudian tertidur.

Fenomena Toko Buku Tutup, Akankah Menurunkan Minat Baca?

Ketika kuliah sudah kelar pada tahun 2016, saya kembali ke Kota Kupang dan bekerja di salah satu kampus swasta. Sebagai orang yang sedang merintis karir di dunia pendidikan, saya berpikir harus memiliki kebiasaan membaca buku.

Karena itu, meski dengan tabungan pas-pasan, saya tetap berusaha membeli buku. Kadang sekali sebulan, sekali dua bulan, maupun sekali dalam satu semester.

Saya tetap sesekali mengunjungi Gramedia Kupang, tapi saat itu layanan pembelian buku secara daring mulai ramai. Selain itu, ada beberapa komunitas yang bergerak di bidang literasi ikutan menjual buku.

Kalau kita membeli buku langsung di toko buku atau lapak komunitas di Kupang, harganya jauh lebih mahal bila kita melihat harga aslinya di Pulau Jawa. Lalu kalau kita memesan langsung di Jawa, ongkos kirimnya cukup untuk membeli dua buku yang lain.

Semua serba salah dan itulah kondisi akses bacaan kami di NTT. Maka ketika Harian Kompas beberapa hari lalu mengeluarkan laporan mengenai akses bacaan di Indonesia, saya tidak terlalu heran. Sebab Provinsi NTT masuk dalam kategori sangat rendah.

Di tengah kondisi seperti itu, saya merasa diuntungkan dengan kehadiran inovasi di bidang teknologi informasi dan komunikasi. Salah satunya kemudahan mengakses bacaan lewat gawai dengan adanya aplikasi iPusnas (perpustakaan elektronik).

Saya menikmati betul fasilitas ini karena memiliki koleksi buku yang cukup lengkap. Semenjak saya mengenalnya, saya jadi jarang membeli buku.

Kalau ada orang merekomendasikan bacaan tertentu, maka saya cek terlebih dahulu di iPusnas. Kalau koleksinya ada, maka tinggal dipinjam dan dibaca.

Memang ada beberapa koleksi buku dari beberapa penerbit tertentu yang belum ada. Buku seperti itu yang masih saya beli hingga saat ini.

Sebagai contoh, kemarin saya baru saja membeli 4 buku baru dari salah satu penerbit di Jogja. Itu buku-buku yang saya incar selama ini, tapi tidak tersedia di iPusnas. Karena itu, terpaksa saya membeli secara daring.

Buku pertama, judulnya "Buku Latihan untuk Calon Penulis" yang ditulis oleh Puthut EA. Ia salah satu penulis favorit saya, sehingga saya berusaha memilikinya.

Buku kedua yang berjudul "Kapten Hanya Ingin ke Dili" merupakan karya teranyar dari Felix K. Nesi. Ia adalah pengarang kebanggaan saya dari NTT dan karirnya sedang moncer di Jakarta.

Dua buku lainnya karya seorang penulis yang baru saya kenal ialah Yusuf 'Dalipin' Arifin. Ia saya kenal dari tulisan di dinding FB AS Laksana. Orang yang biasa disapa Sulak itu, kamu tahu, adalah salah satu penulis kondang di Indonesia.

Maka ketika Sulak merekomendasikan bukunya Dalipin, saya langsung berusaha mendapatkannya. Saya cek di iPusnas, nihil. Maka saya harus membelinya.

Nah, dari beberapa pengalaman personal itulah, saya memang menyadari saat ini pergeseran cara orang menikmati bacaan sudah berubah. Era disrupsi itu nyata.

Maka ketika ada toko buku tutup, saya tidak terlalu heran. Sebab saat ini penyedia bacaan tidak hanya toko buku, tapi ada begitu banyak alternatif lain.

Kita mungkin tidak menginginkan ada lagi kabar toko buku tutup, tapi itu keinginan semu. Kita semua tahu, hanya ada satu kepastian di dunia ini, yaitu perubahan.

Kita sudah banyak berubah, termasuk cara mendapatkan bacaan bermutu. Meski banyak toko buku tutup, semangat membaca kita tidak boleh meredup.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Toko Buku Tutup, Semangat Membaca Tidak Meredup"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Dampak Melemahnya Nilai Tukar Rupiah terhadap Sektor Industri

Dampak Melemahnya Nilai Tukar Rupiah terhadap Sektor Industri

Kata Netizen
Paradoks Panen Raya, Harga Beras Kenapa Masih Tinggi?

Paradoks Panen Raya, Harga Beras Kenapa Masih Tinggi?

Kata Netizen
Pentingnya Pengendalian Peredaran Uang di Indonesia

Pentingnya Pengendalian Peredaran Uang di Indonesia

Kata Netizen
Keutamaan Menyegerakan Puasa Sunah Syawal bagi Umat Muslim

Keutamaan Menyegerakan Puasa Sunah Syawal bagi Umat Muslim

Kata Netizen
Menilik Pengaruh Amicus Curiae Megawati dalam Sengketa Pilpres 2024

Menilik Pengaruh Amicus Curiae Megawati dalam Sengketa Pilpres 2024

Kata Netizen
Melihat Efisiensi Jika Kurikulum Merdeka Diterapkan

Melihat Efisiensi Jika Kurikulum Merdeka Diterapkan

Kata Netizen
Mengenal Tradisi Lebaran Ketupat di Hari ke-7 Idulfitri

Mengenal Tradisi Lebaran Ketupat di Hari ke-7 Idulfitri

Kata Netizen
Meminimalisir Terjadinya Tindak Kriminal Jelang Lebaran

Meminimalisir Terjadinya Tindak Kriminal Jelang Lebaran

Kata Netizen
Ini Rasanya Bermalam di Hotel Kapsul

Ini Rasanya Bermalam di Hotel Kapsul

Kata Netizen
Kapan Ajarkan Si Kecil Belajar Bikin Kue Lebaran?

Kapan Ajarkan Si Kecil Belajar Bikin Kue Lebaran?

Kata Netizen
Alasan Magang ke Luar Negeri Bukan Sekadar Cari Pengalaman

Alasan Magang ke Luar Negeri Bukan Sekadar Cari Pengalaman

Kata Netizen
Pengalaman Mengisi Kultum di Masjid Selepas Subuh dan Tarawih

Pengalaman Mengisi Kultum di Masjid Selepas Subuh dan Tarawih

Kata Netizen
Mencari Solusi dan Alternatif Lain dari Kenaikan PPN 12 Persen

Mencari Solusi dan Alternatif Lain dari Kenaikan PPN 12 Persen

Kata Netizen
Tahap-tahap Mencari Keuntungan Ekonomi dari Sampah

Tahap-tahap Mencari Keuntungan Ekonomi dari Sampah

Kata Netizen
Cerita Pelajar SMP Jadi Relawan Banjir Bandang di Kabupaten Kudus

Cerita Pelajar SMP Jadi Relawan Banjir Bandang di Kabupaten Kudus

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com