Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mahéng
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Mahéng adalah seorang yang berprofesi sebagai Penulis. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Apa Kaitannya Anak Bakar Sekolah dan Pola Asuh Orangtua?

Kompas.com - 16/07/2023, 09:40 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

 

Berita soal siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Temanggung yang nekat membakar sekolahnya sendiri pada 27 Juni 2023 begitu mencuri perhatian publik.

Setelah diselidiki alasan siswa membakar sekolahnya dipicu oleh perasaan sakit hati karena sering mendapat perundungan dari teman-teman dan gurunya.

Mirisnya, kejadian serupa ternyata juga pernah terjadi di Guyana. Seorang siswi berusia 15 tahun nekat membakar gedung sekolahnya lantaran ponselnya disita oleh gurunya. Akibat kejadian ini, ada 19 orang yang meninggal dunia.

Peristiwa-peristiwa tersebut semakin diperburuk ketika publik mendapati fakta bahwa pihak sekolah justru tidak memihak dan mendukung siswa yang menjadi korban perundungan tersebut.

Khususnya untuk kasus di Temanggung. Kepala SMPN 2 Pringsurat malah menyalahkan R (14), yang merupakan korban perundungan, dengan menganggap R sebagai seorang yang hanya mencari perhatian alias caper.

Artinya kondisi ini mencerminkan fenomena yang lebih luas, yakni bystander effect. Fenomena ini tidak hanya terbatas pada lingkungan sekolah, tetapi juga bisa ditemukan dalam konteks rumah tangga, dan seperti gunung es, mungkin hanya sebagian kecil kasus yang diketahui publik.

Jika mau dirunut ke akar masalahnya, mungkin fenomena ini berangkat dari kebiasaan orangtua dan guru yang kerap menggunakan pendekatan tough love.

Baik orangtua maupun guru kerap memberikan label, seperti “caper”, “bandel”, “nakal”, dan sebagainya. Kebiasaan ini akan memberi dampak negatif pada kondisi kejiwaan anak, bahkan ketika mereka sudah dewasa.

Hal ini diperparah dengan pola komunikasi orangtua yang kerap menggunakan intonasi tinggi ketika menyampaikan pesan kepada anaknya.

Ungkapan seperti "lagian kamu sih..." atau "ngeyel kalau dibilangin..." seringkali diucapkan tanpa menyadari bagaimana kata-kata tersebut bisa merusak kepercayaan diri dan kesejahteraan emosional anak.

Di banyak kasus, orangtua atau guru justru kerap berlindung di balik “orangtua selalu tahu dan mengerti yang terbaik untuk anaknya” atau “guru sudah lebih dulu makan asam garam” untuk membenarkan ucapan juga pendapat mereka terhadap anaknya.

Hal ini meruapakan pendekatan yang memiliki konsekuensi yang serius meskipun niat orangtua atau guru tersebut sebenarnya baik.

Hal yang perlu diingat adalah meskipun orangtua atau guru sudah lebih dulu dan lebih banyak “makan asam garam”, namun keadaan dunia yang dihadapi oleh anak saat ini tentu sudah jauh berbeda dengan keadaan orangtua mereka dulu.

Adagium sudah lebih dulu “makan asam garam” sejatinya sudah tidak begitu relevan jika ditujukan pada anak. Pasalnya, anak zaman sekarang sudah makan makanan yang beragam, “makan stroberi, anggur, seblak” dan lain-lain yang mungkin di zaman orangtuanya dulu belum dikenal.

Oleh karenanya penting bagi kita, khususnya para orangtua, untuk lebih bisa terbuka terhadap perubahan-perubahan zaman dan tidak terjebak dalam pola pikir “oragtua saya dulu mengajari seperti ini, lho..” atau “hanya dicubit sedikit sudah nangis, dulu waktu saya kecil dipukul sampai tubuh membiru pun masih bisa tahan.”

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Dampak Melemahnya Nilai Tukar Rupiah terhadap Sektor Industri

Dampak Melemahnya Nilai Tukar Rupiah terhadap Sektor Industri

Kata Netizen
Paradoks Panen Raya, Harga Beras Kenapa Masih Tinggi?

Paradoks Panen Raya, Harga Beras Kenapa Masih Tinggi?

Kata Netizen
Pentingnya Pengendalian Peredaran Uang di Indonesia

Pentingnya Pengendalian Peredaran Uang di Indonesia

Kata Netizen
Keutamaan Menyegerakan Puasa Sunah Syawal bagi Umat Muslim

Keutamaan Menyegerakan Puasa Sunah Syawal bagi Umat Muslim

Kata Netizen
Menilik Pengaruh Amicus Curiae Megawati dalam Sengketa Pilpres 2024

Menilik Pengaruh Amicus Curiae Megawati dalam Sengketa Pilpres 2024

Kata Netizen
Melihat Efisiensi Jika Kurikulum Merdeka Diterapkan

Melihat Efisiensi Jika Kurikulum Merdeka Diterapkan

Kata Netizen
Mengenal Tradisi Lebaran Ketupat di Hari ke-7 Idulfitri

Mengenal Tradisi Lebaran Ketupat di Hari ke-7 Idulfitri

Kata Netizen
Meminimalisir Terjadinya Tindak Kriminal Jelang Lebaran

Meminimalisir Terjadinya Tindak Kriminal Jelang Lebaran

Kata Netizen
Ini Rasanya Bermalam di Hotel Kapsul

Ini Rasanya Bermalam di Hotel Kapsul

Kata Netizen
Kapan Ajarkan Si Kecil Belajar Bikin Kue Lebaran?

Kapan Ajarkan Si Kecil Belajar Bikin Kue Lebaran?

Kata Netizen
Alasan Magang ke Luar Negeri Bukan Sekadar Cari Pengalaman

Alasan Magang ke Luar Negeri Bukan Sekadar Cari Pengalaman

Kata Netizen
Pengalaman Mengisi Kultum di Masjid Selepas Subuh dan Tarawih

Pengalaman Mengisi Kultum di Masjid Selepas Subuh dan Tarawih

Kata Netizen
Mencari Solusi dan Alternatif Lain dari Kenaikan PPN 12 Persen

Mencari Solusi dan Alternatif Lain dari Kenaikan PPN 12 Persen

Kata Netizen
Tahap-tahap Mencari Keuntungan Ekonomi dari Sampah

Tahap-tahap Mencari Keuntungan Ekonomi dari Sampah

Kata Netizen
Cerita Pelajar SMP Jadi Relawan Banjir Bandang di Kabupaten Kudus

Cerita Pelajar SMP Jadi Relawan Banjir Bandang di Kabupaten Kudus

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com