Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Belum lama ini ada seorang nasabah yang datang ke kantor untuk menyampaikan keluhan. Nasabah ini sudah memiliki kredit yang berjalan lima bulan dan memutuskan untuk tidak lagi melanjutkan angsurannya hanya gara-gara lemari es.
Ia mengungkapkan bahwa lemari es yang dibelinya secara kredit ini tak lagi dingin, padahal ketika diantar dari toko ke rumahnya, kondisi lemari es itu berfungsi dengan normal.
Ketika ditanya apa yang rusak dan sudah sejak kapan tak berfungsi, nasabah tersebut tak banyak cerita. Ia hanya mengungkapkan bahwa ia tak lagi mau membayar angsuran untuk lemari es yang ia beli. Ia tak masalah jika lemari es tersebut diambil kembali oleh toko.
Tak lama saya lalu membuatkan laporan pembatalan cicilan tersebut, selanjutnya pegawai mengarahkan nasabah tersebut untuk menghubungi kembali pihak toko karena ada garansi dari lemari es yang dibeli tersebut.
Padahal ketika dilihat di sistem ternyata masih ada juga asuransi gratis yang bisa diklaim oleh nasabah jika ada kerusakan barang yang dibeli.
Namun saat kami tunggu hingga satu bulan lebih, sang nasabah tersebut tidak kunjung mengurus masalah kelanjutan kredit lemari es tersebut.
Otomatis kontrak kredit yang tertunggak tersebut akan masuk kembali ke database penanganan. Ketika dikunjungi atau dihubungi lewat telepon pun untuk mengingatka bahwa nasabah tetap memiliki tanggung jawab cicilan, tidak ada jawaban.
Cerita lain datang dari seorang nasabah yang melakukan pinjaman kredit untuk membeli sepeda listrik yang sedang tren belakangan ini. Angsurannya cukup besar.
Nasabah kedua ini adalah seorang yang berprofesi sebagai abdi negara, tinggal di sebuah komplek perumahan dinas, dan jelas memiliki penghasilan rutin yang lebih dari cukup.
Debitur kedua ini mengadu ke kantor kami lantaran sepeda listrik yang dibelinya secara menyicil untuk istrinya ini tidak lagi digunakan.
Alasannya karena jalan di perumahan tempat mereka tinggal tidak rata, kondisi aspalnya tidak mulus. Intinya nasabah kedua ini meminta agar sepeda listrik yang dibelinya bisa dikembalikan dan tanggung jawab cicilannya diberhentikan.
Cerita ketiga datang dari seorang pasangan muda yang membeli TV LED atas nama sang istri menggunakan metode cicilan kredit. Di tiga bulan pertama, angsuran cicilannya bisa dibayarkan dengan baik, namun ketika memasuki bulan keempat angsurannya berhenti begitu saja.
Alasannya karena akibat adanya TV LED di kontrakan mereka alhasil membuat biaya bulanan kontrakan mereka meningkat yang disebabkan oleh naiknya biaya listrik setiap bulannya.
Mau tak mau mereka memilih untuk mengakhiri kontrak dengan mengembalikan TV LED tersebut. Mereka khawatir kalau nantinya cash flow keluarga mereka akan terganggu.
Dari tiga kisah pengajuan pengembalian barang kredit ini, kantor pusat tempat saya bekerja memberi respons bahwasannya kantor kami di seluruh Indonesia tidak menerima pengembalian barang yang sudah dibeli secara kredit.
Selain Kendaraan, Emas, dan Properti, Mengapa Sulit Menerima Tarikan Barang Elektronik?
Peraturan OJK Nomor 35 Tahun 2018 perihal kegiatan usaha perusahaan pembiayaan terbagi dalam empat katagori, yaitu pembiayaan investasi, pembiayaan modal kerja, pembiayaan multiguna, dan pembiayaan lain seizin OJK.
Kredit lemari es, sepeda listrik, TV LED, dan sejumlah barang lain seperti perabotan rumah tangga, furnitur, spring bed, mesin cuci dan lainnya, termasuk dalam kategori pembiayaan multiguna.
Pembiayaan multiguna berdasarkan POJK 35/POJK.05/2018 berarti pembiayaan barang dan/atau jasa yang dibutuhkan oleh debitur untuk pemakaian atau konsumsi dan bukan untuk keperluan usaha.
Sejumlah LJK (Lembaga Jasa Keuangan) yang menyalurkan pembiayaan jenis ini, umumnya sulit menerima barang yang sudah dikredit oleh nasabah.
Mengapa begitu? Ada beberapa alasan mengapa pihak LJK sulit menerima pengembalian barang kredit yang termasuk ke dalam pembiayaan multiguna.
Barang retur otomatis harganya akan jatuh atau turun. Padahal Perusahaan Pembiayaan (PP) sudah membayar ke merchant penyedia barang, PP akan merugi.
Alasan utama kenapa sulit menerima pengembalian barang kredit adalah harga jual barang retur pasti akan turun jauh. Padahal Perusahaan Pinjaman (PP) sudah membayar penuh ke pihak penjual barang.
Jika barang dikembalikan tentu saja pihak PP akan merugi. Lain halnya apabila PP melelang barang kredit yang ditarik atau disita, seperti motor, mobil, logam mulia, atau properti, besar kemungkinan pihak PP masih akan mendapatkan keuntungan.
Pengembalian barang-barang kredit seperti kulkas, TV, sepeda listrik tentu membutuhkan ruang penyimpanan yang cukup, meski memang nilai pembiayaannya kecil.
Apalagi pihak PP harus melakukan penjagaan dan perawatan untuk barang-barang tadi selama disimpan di gudang.
Mengubah proses di sistem pinjaman sangatlah rumit. Apabila dieskalasi ke atas pun tetap membutuhkan alasan darurat yang jelas.
Jadi tidak bisa hanya karena alasan jalanan di komplek perumahan yang ditinggali sang nasabah tidak rata, nasabah lantas ingin mengajukan pengembalian sepeda listrik yang dibelinya.
Namun akan beda halnya bisa kontrak tersebut dihapus oleh perusahaan pinjaman karena sang nasabah meninggal dunia atau ada masalah error dari sistem.
Bila nasabah mengembalikan barang kredit, otomatis sistem akan membaca bahwa nasabah tersebut pernah bermasalah dengan PP.
Di kemudian hari andai mengajukan kredit di PP yang lain (karena besar kemungkinan akan di rijek di PP yang sama) akan berpengaruh terhadap persetujuan kredit.
PP penyalur pembiayaan biasanya sudah mem-back up dengan beraneka asuransi yang dapat digunakan debitur manakala terjadi ketidaksempurnaan fungsi barang. Gratis dan bisa diklaim.
Pembiayaan PH (Pokok Hutang) Kecil Barang Elektronik atau Furnitur Ibarat Camilan Rasa Cabai Rawit
Sehubungan dengan tren kebutuhan nasabah yang beragam, PP juga harus menyediakan pembiayaan semacam ini demi mengakomodasi keinginan nasabah.
Dengan demikian barang-barang elektronik, seperti lemari es, sofa, TV LED, sepeda listrik, mesin cuci, alat musik, peralatan masak, dan yang lainnya, biarpun kecil ada profitnya.
Andai jumlah nasabah meningkat, hal itu berarti bentuk penambah laba bagi PP atau penyeimbang bila produk pembiayaan utama kurang tercapai.
Adapun keuntungan dari menyalurkan pembiayaan jenis ini adalah untuk menanamkan image di benak nasabah alias debitur bahwa semua keperluan bisa kredit di satu PP.
Jadi, pembiayaan PH kecil ini layaknya camilan dengan varian rasa cabai rawit yang dapat membuat orang yang mengonsumsinya “ketagihan” akan sensasi pedas yang ditawarkan.
Maka dari itu pembiayaan pada barang-barang kecil semacam itu jadi banyak diminati dan cukup laris di masyarakat.
Padahal sebenarnya sebagai sebuah PP lebih mengharapkan pembiayaan unit lain, seperti kendaraan, properti, atau pembiayaan modal kerja ratusan juga dengan bunga yang jauh lebih besar.
Meski begitu, bukan berarti bentuk pembiayaan terhadap barang-barang kecil tadi tidak mendatangkan risiko tersendiri.
Hal ini karena terlalu murahnya harga dan saking banyaknya orang yang berminat, risiko akan Net Credit Loss (NCL) dari unit-unit kecil ini bisa membengkak.
Salah satu penyebab NCL ini bisa datang dari situasi andai saja debitur mogok bayar, lalu barang tersebut tak bisa ditarik, maka otomatis barang tersebut tak bisa dilelang oleh PP. Hal ini akan membuat sisa outstanding piutang tak bisa tertutup dan otomatis akan membuat PP merugi.
Maka dari itu ibarat camilan, jika PP terlalu banyak menyutujui pembiayaan di barang-barang kecil bisa membuat kondisi PP tidak sehat.
Bagaimana Menghindari agar Tidak Mengalami Hal Serupa seperti Tiga Kisah di Atas?
Pertama, bila mampu beli barang secara tunai, maka lebih baik belilah secara tunai dan tentu sesuaikan dengan kemampuan.
Kedua, antisipasi dampak yang timbul dari penggunaan barang. Hitung juga dampak yang akan timbul ketika barang ini sudah dibeli, misalnya apakah ketika menggunakan barang tersebut akan menambah biaya lainnya, seperti biaya listrik dan sebagainya.
Jika seperti itu, hitung dengan saksama dan sesuaikan dengan kemampuan finansial yang dimiliki, apakah bisa menutup segala biaya tersebut atau tidak.
Ketiga, apabila barang yang akan dibeli nantinya tidak begitu sering digunakan atau ternyata kehadiran barang tersebut tidak begitu bisa berfungsi sebagaimana mestinya, lebih baik tunda dulu keinginan untuk membelinya.
Jangan sampai kita membeli sebuah barang, apalagi dengan cara mencicil hanya karena terpengaruh omongan orang lain.
Keempat, jika memang memutuskan untuk membeli karang secara kredit, pastikan untuk manfaatkan fasilitas klaim asuransi.
Anda harus teliti membaca buku panduan penggunaan barang ketika membeli sebuah barang. Pastikan juga Anda paham dengan cara penggunaannya.
Apabila fungsi barang tersebut menurun di kemudian hari, segera hubungi pegawai PP untuk melakukan klaim garansi atau asuransi yang didapat.
Kelima, pahami aturan, bahwa barang yang sudah dikredit tidak bisa dikembalikan.
Keenam, tetap bayar sampai lunas. Karena SLIK tidak memandang cicilan besar atau kecil, tapi menyeleksi calon nasabah berdasarkan lancar atau tidak lancar.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Agar Terhindar dari Net Credit Loss, Simak Beberapa Hal Sebelum Kredit Barang Elektronik dan Furnitur"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.