Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Sebagai orangtua, kita pasti sering menghadapi situasi dilematis, seperti menggunakan waktu layar (screen time) kepada anak di rumah sebagai alat tawar-menawar, baik memberikannya sebagai hadiah atas perilaku anak yang baik atau menghilangkannya sebagai bagian dari hukuman pada anak.
Perasaan dilema ini dipicu oleh kita, orangtua, yang sebenarnya ketika memberi waktu layar lebih pada anak hanya karena ingin terbebas dari rewelnya anak ketika menginginkan sesuatu.
Membiasakan memberi kesempatan bermain gawai pada anak tentu akan membuatnya senang. Janji orangtua ini akan terus diingatnya dan akan menjadi semacam “hadiah” yang anak akan selalu bisa ambil kapan saja ia mau.
Meski begitu, kebiasaan ini juga bisa menjadi bumerang yang sewaktu-waktu menyerang orangtua tanpa mengenal waktu.
Maka dari itu, orangtua juga perlu tetap tegas dengan menetapkan batas waktu tertentu pada anak seberapa lama ia bisa bermain gawai tersebut. Akan tetapi, batasan yang diberikan orangtua tidaklah sama dengan memberikan gawai tersebut sebagai alat tawar-menawar dengan anak.
Sebagai orangtua, kita seringkali dihinggapi rasa takut akan anak yang memiliki waktu layar berlebih ketika bermain gawai, lantas kita akan merasa bersalah setiap kali anak kita bermain gawai, dan seketika rasanya ingin menyerah karena gagal dalam hal ini.
Padahal, sebagai orangtua kita memiliki kontrol. Ingat, keseimbangan adalah hal kunci. Kita bisa menetapkan batas waktu tertentu pada anak seberapa lama ia diberi waktu layar untuk bermain gawai.
Lantas, bagaimana caranya orangtua bisa mengatur batas waktu layar dengan anak?
Pertama, libatkan anak. Biarkan anak membuat pilihan dan libatkan anak ketika menentukan batasan waktu layar atau bermain gawai ini.
Orangtua bisa memberikan pengertian pada anak mengenai prioritas. Ajarkan pada anak bagaimana caranya membuat skala prioritas dan mementingkan waktu-waktu seperti, makan, beribadah, belajar, dan lainnya sebagai hal yang utama.
Hal ini bertujuan agar anak bisa memahami lingkungan sosialnya. Jadi, kehidupannya bisa tetap seimbang antara bersosial dengan bermain gawai.
Kedua, dorong anak untuk menemukan suara artistik mereka sendiri. Ketika bermain gawai, anak tak melulu hanya menjadi konsumen, ia juga bisa menjadi produsen.
Ada banyak sekali hal yang bisa anak pelajadi ketika menggunakan gawai. Orangtua bisa memberi pengertian dan pandangan bagaimana gawai bisa membuatnya lebih kreatif dan terinspirasi.
Ketiga, berikan anak contoh baik. Penggunaan gawai sangat membantu banyak profesi, tak terkecuali guru seperti saya. Gawai dapat mempermudah kegiatan belajar mengajar.
Coba terapkan hal ini pada anak di rumah, dan ajarkan bagaimana gawai bisa membantu mereka. Hal ini bertujuan agar anak bisa melihat sisi positif dari setiap manfaat gawai dan dapat mengeksplorasi kemampuan mereka.