Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Sejatinya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah anggaran milik publik yang mesti digunakan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat.
Di samping itu, dampak atas penggunaan dana tersebut juga dapat dirasakan langsung atau tidak langsung oleh masyarakat.
Beberapa kepentingan masyarakat yang sejatinya harus didanai APBD adalah kebutuhan mendasar, seperti pendidikan, kesehatan, penyediaan pangan, pembangunan infrastruktur, dan peningkatan perekonomian masyarakat yang dapat dilakukan melalui pembangunan di berbagai sektor, misalnya pariwisata, pertanian, perindustrian, serta perdagangan dan lain sebagainya.
Seluruh upaya tersebut dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, untuk mengurangi angka kemiskinan, untuk meningkatkan derajat kesehatan dan pendidikan masyarakat.
Dalam mengukur tingkat keberhasilan pembangunan, biasanya digunakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), dengan nilai 0-100. Semakin tinggi nilai IPM, semakin besar pula tingkat keberhasilan pembangunan. IPM diukur dari 3 hal, yaitu pendidikan, kesehatan dan daya beli masyarakat.
Artinya, secara singkat dapat dikatakan bahwa pembangunan yang dilakukan bertujuan agar setiap orang menjadi pintar, sehat, dan punya cukup uang. Itulah yang disebut sebagai sejahtera.
Meski begitu, IPM hanyalah salah satu dari banyak lainnya indikator yang digunakan untuk menilai keberhasilan pembangunan. Sebagai catatan, angka rata-rata IPM nasional tahun 2022 adalah sebesar 72,91 dari skala 100.
Tercapainya angka IPM yang tinggi tentu sangat dipengaruhi oleh realisasi APBD. Serapan APBD yang rendah berarti belanja atau uang yang dikeluarkan Pemda untuk mendanai program dan kegiatan juga rendah.
Akibatnya perputaran uang di masyarakat juga rendah dan kurang berdampak secara signifikan dalam perputaran perekonomian sehingga tidak dirasakan multiplier effect.
Maka dari itu, penting untuk mendorong percepatan penyerapan anggaran APBD. Akan tetapi untuk mendorong percepatan tersebut, perlu diidentifikasi terlebih dahulu faktor-faktor apa saja yang menyebabkan serapan APBD rendah.
Terkait hal itu, ada beberapa faktor yang bisa diidentifikasi sebagai penyebab serapan APBD rendah, antara lain sebagai berikut.
Semestinya penetapan Perda soal APBD dilakukan selambat-lambatnya tanggal 31 Desember di tahun sebelumnya. Artinya untuk APBD tahun 2023, misalnya, maka APBD harus sudah disahkan paling lambat tanggal 31 Desember 2022. Dengan demikian, mulai tanggal 1 Januari 2023 Pemda sudah memiliki dana untuk digunakan dalam keperluan belanja program atau kegiatan.
Akan tetapi, faktanya di lapangan banyak daerah yang terlambat dalam menetapkan Perda tentang APBD dan melebihi batas waktu yang telah ditentukan. Hal tersebut bisa disebabkan oleh keterlambatan penyusunan dokumen perencanaan dan penganggaran.
Selain itu, keterlambatan tadi bisa juga disebabkan oleh alotnya pembahasan anggaran di DPRD, sehingga persetujuan DPRD terlambat yang akan mengakibatkan terlambatnya penetapan APBD.
Dampak keterlambatan ini di beberapa daerah bisa menyebabkan gaji dan tunjangan pegawai tidak bisa dibayarkan. Oleh karenanya, hal ini sangat berpengaruh terhadap konsumsi masyarakat dan uang yang beredar di masyarakat.
Umumnya pekerjaan atau pembangunan infrastruktur fisik, seperti jalan, jembatan, bangunan gedung kantor, bangunan sekolah, dan lain sebagainya membutuhkan waktu yang cukup panjang dan utuh serapan dana besar.
Maka dari itu, sebaiknya perlu dilakukan dengan lelang dini. Dengan begitu dapat dilelang sebelum Perda tentang APBD ditetapkan di tanggal 31 Desember tahun sebelumnya.
Lelang dini ini sudah bisa dilakukan ketika sudah ada persetujuan DPRD atas rancangan Perda tentang APBD sekitar akhir November tahun sebelumnya.
Dengan dilakukannya lelang dini, maka diharapkan pada awal tahun anggaran di bulan Januari sudah diperoleh pemenang lelang dan rekanan sudah dapat memulai pekerjaan pembangunan fisik atau infrastuktur.
Dengan demikian penyerapan anggaran sudah dapat dimulai sejak awal tahun anggaran dan uang sudah beredar di masyarakat.
Pembangunan yang dilakukan dapat menyerap tenaga kerja, suply barang/jasa dan seterusnya akan menimbulkan multiplier effect sebagaimana yang diharapkan.
Jika pekerjaan-pekerjaan fisik dapat dilakukan di triwulan 1-2, maka serapan anggaran akan terjaga cukup tinggi sebagaimana anggaran kas yang direncanakan.
Tampaknya beberapa pegawai pengelola keuangan mulai dari Pengguna Anggaran, Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) agak gamang dalam mengeksekusi anggaran.
Kegamangan itu mungkin disebabkan karena mereka terlalu hati-hati, takut melakukan kesalahan yang berdampak pada kerugian negara dan berakibat timbul permasalahan pidana.
Hal itu karena sudah banyak kasus yang melibatkan para pengelola keuangan tersebut yang terseret kasus korupsi, suap, gratifikasi yang berujung pada status tersangka, terdakwa, bahkan terpidana.
Banyaknya kasus tersebut lantas membuat para pengelola keuangan menjadi tidak percaya diri, sehingga memperlambat atau menunggu waktu hingga mendekati batas waktu akhir baru mereka melaksanakan program atau kegiatan.
Hal ini lah yang menjadi alasan mengapa serapan anggaran terkadang langsung melonjak tinggi di akhir tahun.
Proses penyusunan dokumen perencanaan tahunan, seperti Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) semestinya sudah harus dimulai sejak bulan April di tahun sebelumnya.
Setelah itu baru bisa dilanjutkan ke penganggaran, yakni penyusunan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) sudah dimulai sejak bulan Juni. Jika start-nya terlambat, tentu ending-nya juga terlambat.
Maka dari itu, semua pemangku kepentingan, terutama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah seabgai leading sector penyusunan dokumen perencanaan dan Badan Keuangan dan Aset daerah (BKAD) serta Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) perlu didorong untuk melaksanakan segala proses perencanaan dan penganggaran secara tepat waktu.
Melihat berbagai penyebab terjadinya keterlambatan-keterlambatan tadi, maka perlu melakukan berbagai upaya untuk menghilangkan penyebab keterlambatan tadi, antara lain sebagai berikut.
Ketika rancangan APBD sudah diserahkan oleh Kepala Daerah kepada DPRD untuk dilakukan pembahasan, selanjutnya harus dikawal dan dibatasi kapan terakhir pembahasan dan kapan persetujuan DPRD dilakukan agar Perda tentang APBD dapat ditetapkan tanggal 31 Desember tahun sebelumnya.
Dalam hal ini tentu harus mengesampingkan kepentingan-kepentingan pribadi para anggota DPRD maupun pihak eksekutif atau kepala daerah beserta jajarannya. Hal ini agar tidak adanya kemungkinan suap atau gratifikasi antara DPRD dengan kepala daerah.
Artinya, seluruh pihak harus dengan sungguh-sungguh memikirkan kepentingan rakyat, bahwa rancangan APBD yang dibahas adalah untuk sebesar-besarnya kepentingan masyarakat.
Dengan adanya visi dan misi yang sama, maka pembahasan anggaran diharapkan tidak berbelit-belit dan alot tetapi dapat berjalan lancar sesuai ketentuan, yang pada akhirnya penetapan Perda tentang APBD dapat dilakukan tepat waktu.
Untuk mengupayakan agar semua perencanaan berjalan tepat waktu, Pemda mesti mengusahakan lelang dini, mendorong pegawai untuk bersemangan dan percaya diri. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan pengembangan SDM, memberikan pembekalan, pendidikan, dan pelatihan tentang pengadaan barang serta jasa.
Masalahnya, terkadang pegawai tidak berani melakukan lelang dini karena takut salah karena APBD belum ditetapkan. Ada ketakutan ketika APBD belum ditetapkan dan sudah lelang lalu sudah ada pemenang, tetapi ternyata anggaran yang diusulkan tidak disetujui dan tidak masuk APBD.
Maka tentu hal itu akan sia-sia, sudah bekerja keras melakukan proses lelang tetapi dibatalkan karena tidak tersedia anggaran.
Sebenarnya terkait hal itu Pemda dapat membuat regulasi yang mengatur segala hal terkait pelelangan dini, sehingga akan ada kepastian hukum dan kejelasan bagi pegawai karena ada pedoman yang dirujuk.
Pemda juga bisa memberikan pelatihan atau sejenisnya dalam rangka meningkatkan kualitas SDM yang ada di Pemda. Tujuannya tentu untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan keuangan dan juga pengadaan barang/jasa,
Dengan diadakannya pelatihan demi menambah pengetahuan dan keterampilan para pegawai Pemda, maka diharapkan pegawai dapat lebih percaya diri dalam melaksanakan program/kegiatan.
Hal ini juga akan membuat para pegawai jadi tahu mana yang boleh dan mana yang tidak, mana yang sesuai aturan dan aman dilaksanakan dan mana yang melanggar aturan atau membahayakan.
Di samping itu, perlu juga menanamkan sikap integritas dalam setiap diri pegawai, sehingga dalam mengelola keuangan, dalam membelanjakan anggaran, dalam pengadaan barang/jasa dilakukan dengan transparan, akuntabel dan tidak melakukan praktik-praktik suap, kolusi, gratifikasi dengan rekanan. Jika setiap pegawai memiliki integritas, maka permasalahan pidana dapat dihindari.
Sebagai leading sector, Bappeda, BKAD, dan TAPD hatus dapat mengawal agar penyusunan dokumen perencanaan dan penganggaran dapat dilakukan tepat waktu.
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) pada umumnya akan mengikuti arahan, petunjuk dan asistensi dari SKPD yang berwenang.
Jika pedoman telah disusun, petunjuk dan asistensi dilakukan dengan tepat, maka SKDP pun akan dapat menyusun dokumen perencanaan dan penganggaran tepat waktu, yang pada akhirnya dapat mempercepat proses penetapan APBD.
Setelah langkah-langkah tadi telah ditempuh, terjadi percepatan dalam penyerapan anggaran, maka langkah selanjutnya adalah melakukan penggawalan agar dana yang dikeluarkan dari APBD benar-benar dapat digunakan dan dimanfaatkan sesuai rencana yang sudah ditetapkan. Pengeloaan keuangan harus dilakukan secara transparan, adil, akuntabel, tertib, dan disiplin anggaran.
Demikian juga dengan para pengelola keuangan agar dapat mengemban amanah, berintegritas dan fokus pada tanggung jawab program kegiatan masing-masing agar tercapai indikator kinerja yang sudah ditetapkan.
Hal ini juga termasuk salah satunya indikator kinerja IPM Pemda yang tinggi yang menunjukkan bahwa masyarakat di daerah tersebut pintar (berpendidikan tinggi), sehat berumur panjang dan memiliki uang yang cukup sehingga daya beli tinggi. Di situlah kesejahteraan masyarakat terwujud.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Serapan APBD Rendah, Masyarakat Kena Getah"