Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Pernahkah terlintas dalam benak kita mengapa semangat individu yang berkobar dalam dunia Usaha Kecil Menengah (UKM) bisa jauh melampaui semangat berkomunalitas dalam koperasi?
Pertanyaan ini melahirkan refleksi mendalam, terutama di tengah perubahan paradigma bisnis global. Seakan menjawab tantangan ini, hadirnya Pusat Layanan Usaha Terpadu Koperasi dan UMKM (PLUT-KUMK) menjadi peluang besar untuk menyatukan kekuatan keduanya dan membuka jalan bagi banyak UMKM untuk menjadi anggota koperasi.
Begitu UMKM menjadi anggota koperasi, bukan hanya sekadar keanggotaan. Ada sekurangnya empat manfaat signifikan yang bisa diakses, antara lain sebagai berikut:
Sisi menariknya, dalam kerangka koperasi UMKM bukan hanya sekadar pelaku usaha, tetapi juga pemilik dari entitas koperasi itu sendiri.
UMKM, sebuah entitas produktif yang dimiliki perorangan maupun badan usaha, memiliki beragam wajah. Dari pemilik warung, penjual gorengan, hingga perusahaan rintisan (startup), dan pedagang pasar, semuanya bisa dikategorikan sebagai UMKM selama modal yang dikeluarkannya tidak lebih dari Rp1 miliar.
Pada tahun 2021 langkah besar pemerintah terwujud dalam peluncuran platform Online Single Submission - Risk Based Approach (OSS RBA) melalui www.oss.go.id.
OSS RBA menjadi media pendaftaran perizinan usaha di Indonesia bagi pelaku usaha dan Kementerian Koperasi dan UMKM berambisi menargetkan setidaknya 10 Juta unit UMKM terdaftar dalam sistem OSS pada akhir tahun 2023.
Mengapa UMKM mendapat perhatian sebesar ini? Alasannya sangat jelas, sebab UMKM mampu menyerap hingga 97 persen dari total angkatan kerja dan berhasil menghimpun hingga 60,4 persen dari total investasi di Indonesia.
Dengan potensi basis ekonomi nasional yang kuat dan daya serap tenaga kerja yang besar, UMKM menjadi tulang punggung yang tak bisa diabaikan dalam membangun kemandirian ekonomi negara.
Seakan diberkati oleh pemerintah, Koperasi dan UMKM di Indonesia mendapat perhatian tak hanya dari satu atau dua instansi, melainkan hampir 22 Kementerian dan Lembaga dari pusat hingga pemerintah daerah, turut serta dalam mengurusnya.
PLUT-KUMK, yang menjadi inisiatif Kementerian Koperasi dan UKM, memiliki tujuan mulia untuk meningkatkan kualitas produk para pelaku UMKM sehingga bisa bersaing di pasar global.
Dengan berbagai langkah nyata, seperti pendekatan inkubasi yang terus-menerus, PLUT-KUMK hadir sebagai sahabat UMKM untuk membimbing mereka dalam menumbuhkan skala usaha yang berkelanjutan.
Tentu, sektor UMKM yang telah terbukti mampu menyerap jumlah tenaga kerja besar juga menjadi jawaban bagi permasalahan pengangguran. Pemerintah memberikan berbagai kemudahan untuk mendorong UMKM naik kelas dan bukan hanya Kementerian Koperasi UKM yang terlibat, tetapi juga jajaran vertikal di daerah, departemen, lembaga, dan badan-badan lainnya ikut berkontribusi.
Meski koperasi memegang peranan penting dalam perekonomian nasional dan kerakyatan, masih ada kesan bahwa UMKM belum sepenuhnya terintegrasi dengan koperasi atau bahkan belum banyak yang menjadi anggota koperasi.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa jumlah koperasi aktif di Indonesia pada tahun 2022 mencapai 130.354 unit dengan volume usaha mencapai Rp 197,88 triliun.
Idealnya, UMKM dan koperasi, meskipun berbeda dalam kepemilikan modal dan semangat berusaha, dapat bersatu dalam konsep Koperasi Sektor Ril, di mana UMKM aktif berkoperasi.
UMKM bersifat lebih individual, sedangkan koperasi bersifat lebih komunal dan berbasis komunitas di mana pemiliknya adalah anggotanya. Konsep ini menjadi ideal, ketika perorangan yang memiliki usaha (UMKM) dan yang tidak memiliki usaha dapat bersama-sama menjadi anggota koperasi.
Kendati masih banyak UMKM yang belum bergabung dengan koperasi, hal ini tidak terlepas dari fakta bahwa sumber modal utama UMKM selain dari modal pribadi masih berasal dari bank.
Jika UMKM dapat lebih mengenal dan memahami potensi koperasi, perbankan bisa menjadi alternatif sumber modal yang lebih berkelanjutan.
Perkembangan teknologi digital juga menjadi sorotan penting dalam konteks ini. Tahun 2022 mencatat bahwa jumlah UMKM yang memanfaatkan teknologi dalam pemasaran dan penjualan produknya telah mencapai 10 juta UKM.
Sebaliknya, koperasi berbasis digital diperkirakan hanya mencapai 500 koperasi. Koperasi masih terjebak dalam konsep yang konvensional dibandingkan dengan UMKM yang lebih responsif terhadap inovasi.
Keputusan untuk memanfaatkan teknologi bagi UMKM adalah hasil dari keputusan internal, sedangkan pada koperasi, pemanfaatan teknologi digital menjadi hasil dari Rapat Anggota Tahunan (RAT).
Fakta menarik lainnya adalah bahwa semakin banyak pengusaha UMKM yang berasal dari kalangan anak muda (Milenial dan Gen Z), sementara koperasi masih didominasi oleh kelompok Senior Milenial (Selenial).
Koperasi yang beranggotakan UMKM, terutama yang tidak terkonsentrasi pada simpan-pinjam (KSP), masih memerlukan dorongan lebih agar UMKM di Indonesia terus naik kelas.
Beberapa pengusaha koperasi dengan kedok sebagai pemilik modal (abal-abal) melihat peluang UMKM sebagai nasabah daripada anggota koperasi. Namun, koperasi yang berbasis anggota dan melibatkan UMKM memiliki potensi lebih besar untuk memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan anggota.
Jadi, apa manfaatnya bagi UMKM untuk bergabung dengan koperasi?
Pertama, akses modal usaha menjadi lebih terbuka. Masalah modal, yang sering menjadi hambatan utama bagi pelaku UMKM, bisa diatasi dengan menjadi anggota koperasi.
UMKM yang tidak bankable dan tidak memenuhi syarat meminjam modal ke bank bisa mendapatkan akses modal dari koperasi, sambil tetap menjadi pemilik koperasi.
Kedua, melalui koperasi, UMKM bisa memperluas saluran proses produksi, pemasaran, dan relasi. Keanggotaan dalam koperasi membuka pintu akses yang lebih luas untuk berproduksi dan memasarkan produk.
Anggota koperasi dapat menjadi konsumen sekaligus mitra yang membantu memasarkan produk UMKM. Melalui koperasi, UMKM juga dapat terhubung dengan pihak lain yang membutuhkan barang dan jasa mereka.
Ketiga, koperasi memberikan ruang untuk pendidikan dan pengembangan diri. Koperasi yang menjalankan prinsip-prinsip koperasi dapat menjadi tempat yang ideal untuk mengembangkan usaha dan diri.
Anggota koperasi, sebagai pemilik koperasi, memiliki tanggung jawab untuk mendidik sesama anggota dan bersama-sama melakukan pengembangan agar koperasi tetap berkelanjutan.
Keempat, melalui koperasi, UMKM bisa meningkatkan kesejahteraan seluruh anggota.
Semangat kekeluargaan dan gotong royong dalam koperasi tidak hanya memberikan keuntungan bagi usaha sendiri, tetapi juga memberikan kesejahteraan kepada anggota koperasi melalui Sisa Hasil Usaha (SHU).
Maka, mengapa masih banyak UMKM yang enggan atau belum bergabung dengan koperasi? Selain semangat individual yang lebih dominan daripada semangat komunal, UMKM belum sepenuhnya diperkenalkan atau didorong secara internal untuk bergabung dengan koperasi.
Mungkin juga, UMKM belum menyadari sepenuhnya manfaat menjadi anggota koperasi. Saat ini, anak muda lebih mengenal bank daripada koperasi, dan tugas pengurus dan gerakan koperasi adalah mengenalkan dan mengajak UMKM agar lebih aktif bergabung dengan koperasi.
Jika Anda, sebagai pelaku UMKM, belum menjadi anggota koperasi, mari segera mendaftar, menyimpan, dan bersama-sama kita wujudkan kesejahteraan. Selamat UMKM Berkoperasi!
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Mengapa UMKM Jarang Berkoperasi?"
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya