Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
"Aduh, Mbak, kenapa kayak gitu aja nggak bisa. Makanya kamu tuh belajar jangan kebanyakan melamun.."
Di antara kita mungkin ada yang pernah mendapat ledekan seperti itu dari guru kita di sekolah. Akan tetapi, jika tidak pernah maka itu patut disyukuri. Sebab tipe-tipe guru yang seperti ini akan bisa membuat kita stres, dampaknya akan sangat mengerikan.
Pengalaman seperti itu saya lihat sendiri. Ada saja guru yang memiliki kebiasaan meledek siswanya. Di waktu itu ada teman saya sebut saja Astri.
Di kelas, Astri termasuk anak yang pandai di bidang olahraga. Dalam hal permainan bola basket atau voli, dia termasuk anak yang pandai. Meski begitu, ia memiliki kelemahan pada mata pelajaran bahasa asing.
Suatu hari, Astri mendapat giliran untuk menjawab soal dari sang guru untuk mengubah kalimat bahasa Indonesia ke bahasa asing. Astri tidak bisa mengerjakannya. Melihat Astri yang tak bisa mengerjakan, Sang Guru hanya meringis seraya mengeluarkan ekspresi muka yang tak menyenangkan.
Lalu ketika sang guru melihat siswa lain dengan mudah dapat mengerjakannya, ia kemudian mengeluarkan komentar yang meledek Astri.
"Masak jawab soal semudah itu aja gak bisa. Kalian cuma bisanya plonga-plongo, ketip ketip gak jelas. Sebenarnya kalian itu tiap hari belajar apa sih?"
Lebih parahnya, kisah soal teman Astri yang tak bisa mengerjakan soal sederhana ini sudah tersebar ke kelas-kelas dan guru lainnya.
Akibatnya, sejak saat itu setiap bertemu dengan Sang Guru, Astri hanya bisa diam sembari memendam kekesalan.
Menyoal Guru yang Suka Merundung Siswa
Di dunia ini tak bisa dimungkiri memang ada berbagai macam karakteristik guru, termasuk salah satunya mereka yang hobi merundung siswanya.
Mendapat pengalaman diajar oleh guru yang hobi meerundung siswanya membuat saya pernah membenci satu hari ketika guru itu mengajar.
Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia, Prof. Dinn Wahyudin memberikan salah satu contoh sikap guru yang bisa membuka peluang bullying di sekolah, yakni mengomentari bentuk tubuh siswanya. Itu bernilai body shaming.
Pada awalnya mungkin ledekan soal bentuk tubuh dianggap sebagai candaan ringan yang bertujuan untuk membuat suasana kelas menjadi rileks. Akan tetapi, jika terjadi terus menerus, hal itu sudah termasuk kebiasaan buruk Sang Guru. Dan ia tidak akan sadar bahwa hal yang ia lontarkan sebenarnya sudah tergolong perundungan terhadap siswanya.
Beberapa waktu lalu sempat ramai menjadi perbincangan di media sosial soal guru yang meledek siswanya karena membawa bekal berisi ulat sagu. Dalam satu video, Sang Guru mengatakan bahwa di zaman yang modern ini bekal ulat sagu sudah sangat kuno.
Akibat celoteh sang guru, anak yang membawa bekal ulat sagu jadi mendapat ledekan tak hanya dari gurunya, namun juga dari teman-temannya yang lain.
Menurut seorang psikolog sekaligus Founder & CEO Ruangtumbuh, Irma Gustiana A, ada beberapa alasan mengapa seorang guru tega merundung siswanya, antara lain sebagai berikut.
Faktor psikologis. Faktor ini berkaitan dengan emosi dan pengendalian dalam diri Si Guru, pengalaman masa lalu, kepribadian guru yang temperamen, rendahnya konsep menghargai orang lain, atau punya masalah dengan anger management issue maupun masalah psikologis lain.
Faktor biologis. Saat Sang Guru sedang mengalami kelelahan fisik atau mental, biasanya menjadi lebih sensitif terhadap situasi yang terjadi, seperti siswa yang sudah dinasihati atau keadaan kelas yang riuh/berisik.
Faktor sosial. Bisa saja ini berkaitan dengan latar belakang keluarga, pendidikan, kondisi finansial, dan minimnya dukungan rekan kerja serta sekolah.
Melihat masih kerap terjadinya perundungan yang dilakukan guru terhadap siswanya tentu membuat saya pribadi begitu prihatin. Akan sangat disayangkan bila hal seperti ini terus berlanjut dan tidak ada penanganan serius yang dilakukan baik oleh pihak sekolah khususnya dan oleh pemerintah secara umum.
Harapannya, orangtua peserta didik juga bisa terus mengontrol keadaan anaknya dan selalu menanyakan bagaimana pengalamannya menjalani kegiatan bersekolah setiap harinya agar bisa tahu apakah ia mengalami sesuatu yang tidak mengenakan atau tidak di sekolah.
Jika memang ternyata Sang Anak mengalami sesuatu yang tak mengenakan di sekolah, orangtua jadi bisa mengambil tindakan penanganan secepatnya agar tak menimbulkan dampak negatif pada Sang Anak.
Semoga pendidikan Indonesia akan terbebas dari guru yang hobi merundung agar situasi belajar-mengajar di sekolah menjadi nyaman dan menyenangkan.
Salam hangat dari Nurul Mutiara R A
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Guru Harus Bebas dari Sifat Bully, Setuju?"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.