Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
S Aji
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama S Aji adalah seorang yang berprofesi sebagai Freelancer. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Kelas Menengah Bawah: Terkutuk di Kanan, Tersudutkan di Kiri

Kompas.com - 31/05/2024, 19:59 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Namun, karena status mereka sebagai kognitariat, beberapa pandangan menganggap mereka sebagai kelas semu; tidak jelas dan tidak memiliki dasar yang kuat seperti pertentangan antara borjuasi dan proletar dalam sistem kapitalisme.

Meskipun demikian, beberapa anggota dari kelompok ini telah mencapai tingkat kesejahteraan tertentu. Ini memungkinkan mereka untuk tetap bertahan dengan tingkat pengeluaran tertentu tanpa terjebak dalam siklus kemerosotan kelas.

Kondisi yang tidak stabil seperti ini tidak hanya menunjukkan posisi yang belum mantap di tengah-tengah, tetapi juga menggambarkan variasi dari dinamika kerentanan kelas di hadapan kejutan ekonomi.

Kelompok yang tidak stabil seperti ini disebut Calon Kelas Menengah (Aspiring Middle Class). Mereka telah melampaui kemiskinan tetapi belum mencapai status kelas menengah atas. Mereka lebih mewakili realitas dari Kelas Menengah Bawah.

Menariknya, menurut World Bank, kelompok masyarakat yang menuju kelas menengah sangat penting untuk menggali potensi pembangunan Indonesia dan mendorong negara menuju status negara berpenghasilan tinggi.

Namun, menjadi negara berpenghasilan tinggi tidaklah cukup untuk membuat Indonesia menjadi negara modern yang peduli terhadap kebutuhan semua warganya.

Kelas Menengah dan Keresahan Politik

Salah satu keprihatinan terhadap pertumbuhan kelas menengah disuarakan oleh mantan Menteri Keuangan, Chatib Basri. Pendapatnya disampaikan dalam sebuah artikel yang dimuat oleh Kompas (8/12/2023), yang berjudul Kelas Menengah RI Butuh Perhatian Sebelum Terlambat.

Dibandingkan dengan Chile di Amerika Latin yang memiliki arsitektur dan fokus pembangunan yang serupa dengan Indonesia, Chatib Basri mengingatkan pemerintah untuk tidak hanya fokus pada ketidaksetaraan vertikal. Ini berarti bahwa kebijakan ekonomi yang hanya berfokus pada mengurangi kesenjangan pendapatan, mencapai pertumbuhan ekonomi, dan mengentaskan kemiskinan tidaklah cukup.

Dengan pertumbuhan kelompok ini terutama kelas menengah bawah, perhatian terhadap kesetaraan horizontal atau kualitas hidup, yang menjadi perhatian mereka, seharusnya juga diperhatikan dengan cermat.

Jika negara gagal melakukan hal ini, maka ketidakpuasan yang dirasakan oleh kelas menengah bawah terkait dengan kualitas hidup, pekerjaan, akses terhadap kebutuhan pokok, perumahan yang terjangkau, perasaan akan keadilan politik dan ekonomi, keterbukaan, dan demokrasi dapat menjadi pemicu ketegangan sosial dan protes.

Dengan kata lain, semakin banyak jumlah populasi kelas menengah, semakin relevan pula isu-isu terkait keadilan dan kualitas hidup. Dalam konteks ini, kita harus melihat di mana posisi kelas menengah bawah dalam dinamika antara dua kutub ideologi politik, seperti antara Kiri dan Kanan.

Kelas Menengah (Bawah) dalam Dinamika antara Dua Kutub Ideologi

Kita memiliki latar belakang, pengalaman, dan kompetensi yang beragam. Ada yang bekerja di sektor publik, menjadi dosen, memiliki bisnis kecil, atau bekerja profesional dengan tingkat pengeluaran yang dinyatakan oleh World Bank sebagai bagian dari Kelas Menengah. Meskipun internet menghubungkan kita dan menempatkan kita dalam konteks yang sama, hal itu tidak membuat kita menjadi sebuah kelompok yang kohesif.

Mengapa hal ini terjadi? Ada banyak alasan atau alasan yang mungkin mengapa kita tidak bergabung sebagai satu kesatuan.

Namun, setidaknya, posisi ideologis kita terhadap isu-isu publik seperti pemilihan umum, elitisme, layanan kesehatan, fasilitas pendidikan, nasib guru honorer, atau bahkan nasib kita sendiri, mencerminkan beragam pandangan dan perhatian yang berbeda.

Ini berarti bahwa dalam hal ideologi, yang merupakan seperangkat gagasan atau ideal tentang masa depan yang berbeda dari situasi saat ini, kita tidak selalu sepakat. Nasib, kecemasan, dan suara kita berbeda dari orang-orang di kelompok lain seperti petani, kaum miskin di perkotaan, buruh, atau nelayan miskin.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Indonesia Bisa Contoh Korea Selatan untuk Atasi Macet

Indonesia Bisa Contoh Korea Selatan untuk Atasi Macet

Kata Netizen
6 Hal Keren Ketika Jadi Writerpreneur

6 Hal Keren Ketika Jadi Writerpreneur

Kata Netizen
Eksistensi Makanan Khas Tiwul yang Ramai di Kota dan Desa

Eksistensi Makanan Khas Tiwul yang Ramai di Kota dan Desa

Kata Netizen
Apa yang Membuat PON 2024 Ini Berbeda?

Apa yang Membuat PON 2024 Ini Berbeda?

Kata Netizen
Berbagi Pengalaman Ikut Misa Akbar Paus Fransiskus dari Jauh

Berbagi Pengalaman Ikut Misa Akbar Paus Fransiskus dari Jauh

Kata Netizen
Faisal Basri, Guru yang Baik dan Penuh Dedikasi

Faisal Basri, Guru yang Baik dan Penuh Dedikasi

Kata Netizen
Nikmati Peranmu sebagai Ibu, Tidak Perlu Takut!

Nikmati Peranmu sebagai Ibu, Tidak Perlu Takut!

Kata Netizen
Apa Untungnya Memiliki Portofolio Karier?

Apa Untungnya Memiliki Portofolio Karier?

Kata Netizen
Ekonomis dan Efisien, Ini Cara Memilih Mesin Cuci

Ekonomis dan Efisien, Ini Cara Memilih Mesin Cuci

Kata Netizen
Nostalgia Serunya Menyewa Film di Tempat Rental

Nostalgia Serunya Menyewa Film di Tempat Rental

Kata Netizen
Jejak Digital adalah Bumerang Kita Main Medsos

Jejak Digital adalah Bumerang Kita Main Medsos

Kata Netizen
Gaya Hidup 90an, Apakah Masih Relevan?

Gaya Hidup 90an, Apakah Masih Relevan?

Kata Netizen
Beragam Manfaat dari Bawang Putih yang Perlu Diketahui

Beragam Manfaat dari Bawang Putih yang Perlu Diketahui

Kata Netizen
Cara Mudah Menanam Tomat di Rumah

Cara Mudah Menanam Tomat di Rumah

Kata Netizen
Ini Alasan Psikologis Orang Bisa Suka Koleksi Buku

Ini Alasan Psikologis Orang Bisa Suka Koleksi Buku

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau