Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Indah Novita Dewi
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Indah Novita Dewi adalah seorang yang berprofesi sebagai Penulis. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Nikmati Peranmu sebagai Ibu, Tidak Perlu Takut!

Kompas.com, 31 Agustus 2024, 23:20 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Hari ini suami mengajak nengok anak sulung di Kabupaten Gowa. Awalnya saya mau ikut, tapi anak-anak besok sekolah dan biasanya kalau ke Gowa suka lama. Maka saya bilang biar suami saya saja yang pergi, karena memang ia ada keperluan lain di Gowa selain menengok anak kami.

Pagi-pagi suami saya berangkat olah raga tennis kesukaannya, dan nanti akan berangkat ke Gowa usai duhur.

Saya menggunakan kesempatan sekitar empat jam untuk memasak buat anak sulung saya. Saya membuat macaroni schootel kesukaan keluarga, mengungkep tempe dan tahu, menumis cumi yang sengaja saya beli pagi-pagi di penjual ikan.

Saat suami pulang lalu bersiap-siap salat di masjid, masakan saya sudah matang semua. Saya mengepak makanan dalam wadah-wadah plastik.

Seperempat loyang macaroni, sekotak tempe tahu ungkep, sewadah kecil tumis cumi, dan saya juga memasukkan daging rebus yang sudah empuk. Seluruhnya empat wadah yang saya kemas dalam kantong serba guna.

Mengepak makanan untuk anak saya, mengingatkan saya pada mama saya. Mama adalah wanita yang luar biasa. Ia pintar memasak, menjahit, dan merias wajah. Paket komplit sebagai seorang ibu. Ia juga selalu memperhatikan saya.

Selama saya tinggal jauh darinya sejak tahun 1999 karena harus bekerja di Makassar, mama selalu memantau dari jauh. Selain melakukan sambungan telepon, hampir setiap bulan paket dari mama selalu saya terima dan itu berlanjut sampai saya punya anak.

Selain paket, setiap saya mudik ke Malang, kalau balik ke Makassar ada saja yang mama bungkuskan untuk saya bawa.

Beberapa kotak keripik tempe akan ia belikan tanpa saya minta. Tak jarang beliau memasakkan masakan yang harus saya bawa, dengan kata-kata: "Nanti tinggal dipanasi di rumah. Kamu nggak perlu beli lagi setiba di Makassar."

Kadang saya kesal karena packingan sudah siap, eh mama menambahkan makanan yang entah mau dijejalkan di mana.

Kadang saya tolak tapi lebih sering mengalah dan menerimanya, karena ternyata menerima apa yang mama berikan itu membahagiakan hati mama. Tidak usah bertanya dari mana saya tahu.

Saya tahu perasaan itu setelah saya menjadi mama juga, menjadi seorang ibu dengan perasaan-perasaan naluriah seorang ibu.

Dulu saya pernah berpikir, apakah saya bisa menjadi seorang ibu yang sehebat mama saya? Tidak pernah lelah memasak dan memperhatikan anak-anaknya. Saya orangnya pemalas dan tidak terlalu gemar memasak, lebih sering tergoda untuk memainkan jari memesan makanan via aplikasi di ponsel.

Walaupun ya saya tahu bahwa memasak sendiri itu selain jelas lebih sehat, juga memberikan kesan tersendiri pada anak-anak. They can feel mama's love inside the food!

Kini saat mengepak makanan untuk anak saya, makanan yang saya siapkan sendiri secara sadar; makanan yang saya harap bisa langsung ia santap, ketika ia lelah belajar; makanan yang saya harap dapat mewakili perasaan sayang saya  - saya tiba-tiba sadar, saya tidak perlu khawatir tidak bisa menjadi ibu yang baik seperti mama saya.

Ternyata perasaan kasih seorang ibu senaluriah itu. Bisa muncul dengan sendirinya. Sama seperti saat anakmu baru lahir dari rahimmu, lalu didekatkan di dadamu. Pasti rasa cinta dan haru otomatis muncul pada saat itu. Demikian juga di setiap fase tumbuh kembang anakmu.

Saya masih ingat betapa haru dan bangganya saya ketika pertama menyaksikan Nina mengaji di depan umum di sekolahnya, bangga ketika dapat berdiri di sisinya saat ia menjadi lulusan terbaik di SMUnya, bangga di setiap langkah kecil yang selalu ia ceritakan dalam hidupnya.

Senaluriah itu rasa kasih yang muncul dalam wujud ingin memasakkan sesuatu yang disukai anak-anak. Melihat mereka memakannya dengan lahap dan menghabiskannya dengan senyum puas di bibirnya.

Sama seperti dulu saat saya mudik, mama saya selalu bertanya mau dimasakkan apa, dan beliau sigap memasak bothok, lodeh koro, mangut ikan pari, atau sup kacang merah kesukaan saya. I feel you, Mom. Miss you much (Mama saya masih sehat di Malang, tapi sekarang sudah tidak memasak lagi karena sudah sepuh).

Dan malam ini saat saya menyelesaikan artikel ini, saya sempat melakukan chat dengan Nina. Saya suruh dia memasukkan macaroni di dalam kulkas kalau belum mau dimakan. Ternyata dia menjawab,

"Ini sudah kuhabiskan."

Jawaban pendek tapi ternyata efeknya besar untuk hati seorang ibu yang sedang jauh dari anaknya. Alhamdulillah kalau habis, Nak.

Jadi buat siapa saja yang memiliki kekhawatiran bagaimana jika menjadi seorang ibu kelak, nggak usah takut. Nikmati saja peranmu sebagai ibu.

Allah sudah kasih naluri seorang ibu dalam hati, tinggal diikuti saja naluri itu. Dia akan selalu menguatkanmu dalam mendampingi masa-masa tumbuh kembang anak dan dalam menghadapi setiap masalah.

Kalau orang lain bisa, pasti kita juga bisa. Selamat buat para ibu di manapun berada. Tetap semangat, you are special and you are blessed.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Jangan Takut Menjadi Seorang Ibu, Nikmati Saja Peranmu"

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Kata Netizen
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Kata Netizen
'Financial Freedom' Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
"Financial Freedom" Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
Kata Netizen
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus 'Dosa Sampah' Kita
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus "Dosa Sampah" Kita
Kata Netizen
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Kata Netizen
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Kata Netizen
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan 'Less Cash Society'?
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan "Less Cash Society"?
Kata Netizen
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Kata Netizen
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Kata Netizen
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Kata Netizen
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Kata Netizen
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Kata Netizen
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Kata Netizen
Menerangi 'Shadow Economy', Jalan Menuju Inklusi?
Menerangi "Shadow Economy", Jalan Menuju Inklusi?
Kata Netizen
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Terpopuler
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau