Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Veronika Gultom
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Veronika Gultom adalah seorang yang berprofesi sebagai Konsultan. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Antisipasi Penipuan lewat Digital Banking

Kompas.com - 30/09/2024, 23:26 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Kejadiannya adalah korban mentransferkan uang dengan "sukarela" karena berhasil dipengaruhi oleh si penipu untuk mentransferkan uang yang ada di rekeningnya.

Membuat permohonan pemblokiran rekening tujuan transfer yang mana adalah rekening milik komplotan si penipu? Tidak semudah itu bank menerima laporan dan kemudian melakukan pemblokiran terhadap rekening yang dilaporkan.

Lagi-lagi harus ada bukti kuat. Gak mau toh kalau tiba-tiba ada orang yang melaporkan rekening kita untuk diblokir dan bank langsung melakukannya tanpa penyelidikan dan bukti bahwa sebuah rekening valid untuk diblokir? Yeah, begitu juga halnya rekening orang lain (yang ternyata penipu) yang kita laporkan.

Melaporkan melalui cekrekening.id? Sama saja harus ada bukti rekaman proses penipuan, bukti transfer dan sebagainya.

Begitu pula dengan laporan no. telp yang dipakai si penipu. Mestinya tidak semerta-merta diblokir tanpa bukti yang membenarkan proses pemblokiran.

Padahal kejadian itu tidak mungkin terjadi kalau si calon korban sadar si penipu sedang berusaha melakukan penipuan.

Kalau sadar tentunya tidak akan kejadian. Dan dari awal dia sudah akan melakukan tindakan antisipasi seperti merekam percakapan dari awal sampai akhir.

Si penipu rupanya sudah mempelajari cara-cara paling jitu dalam melakukan aksinya.

Dan apakah bank, sebagai sebuah institusi keuangan, dimana saat ini dapat dikatakan bahwa masyarakat sangat tergantung pada jasa bank dalam kesehariannya, cukup hanya memberikan pengumuman peringatan berdasarkan laporan-laporan dari nasabahnya?

Adakah tindakan lain yang dapat dilakukan bank untuk mencegah atau setidaknya memperkecil kemungkinan nasabahnya kena tipu, sekalipun boleh dibilang kesalahan bukan pada bank.

Sekarang ini jaman artificial intelligence (AI), masa gak bisa bank bikin sistem yang lebih canggih terkait keamanan rekening bank nasabahnya?

Kalau penipuan-penipuan seperti contoh-contoh di atas terjadi tidak secara digital, tetapi secara langsung bertemu muka dengan muka antara korban, penipu, dan pihak bank, pihak bank masih dapat membaca gerak-gerik nasabah yang mencurigakan.

Misal ketika nasabah memaksa mencairkan deposito sebelum waktunya tanpa alasan yang jelas. Itupun pihak bank rasanya tidak punya hak menolak. Paling-paling hanya memberikan pandangan kepada nasabah mengenai resiko dan mungkin menyarankan untuk dipikirkan kembali.

Dalam beberapa kasus hasil pencarian saya melalui mesin pencari google, pihak bank dapat bekerja sama dengan polisi jika diperlukan, demi menyelamatkan uang nasabahnya.

Kecurigaan-kecurigaan pihak bank tersebut, apakah bisa dikonversi menjadi sebuah sistem yang berfungsi sebagai upaya pencegahan terjadinya penipuan dengan cara nasabah mentransferkan uang kepada penipu dengan "sukarela" karena sudah kena tipu.

Logikanya bisa saja. Berikut beberapa hal yang seharusnya dapat menjadi dasar "kecurigaan":

Profiling Nasabah

Dengan mempelajari kebiasaan nasabah dalam melakukan aktivitas perbankan, tentu dapat dicurigai jika suatu saat ada aktivitas yang tidak biasa dari nasabah tersebut.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

6 Tips Memilih Kambing yang Cukup Umur untuk Kurban

6 Tips Memilih Kambing yang Cukup Umur untuk Kurban

Kata Netizen
Bagaimana Cara Glow Up dan Memilih Kosmetik Sesuai 'Skin Tone'?

Bagaimana Cara Glow Up dan Memilih Kosmetik Sesuai "Skin Tone"?

Kata Netizen
Kapan Waktu yang Tetap untuk Memulai Investasi?

Kapan Waktu yang Tetap untuk Memulai Investasi?

Kata Netizen
'Deep Talk' Ibu dengan Anak Laki-laki Boleh, Kan?

"Deep Talk" Ibu dengan Anak Laki-laki Boleh, Kan?

Kata Netizen
Santo Fransiskus, Sri Paus, dan Ajaran Keteladanan

Santo Fransiskus, Sri Paus, dan Ajaran Keteladanan

Kata Netizen
Hari Buku, Tantangan Literasi, dan Rumah Baca

Hari Buku, Tantangan Literasi, dan Rumah Baca

Kata Netizen
Ujian Pernikahan Itu Ada dan Nyata

Ujian Pernikahan Itu Ada dan Nyata

Kata Netizen
Kembalinya Penjurusan di SMA, Inikah yang Dicari?

Kembalinya Penjurusan di SMA, Inikah yang Dicari?

Kata Netizen
Potensi Animasi dan Kerja Kolaborasi Pasca Film 'Jumbo'

Potensi Animasi dan Kerja Kolaborasi Pasca Film "Jumbo"

Kata Netizen
Apa yang Berbeda dari Cara Melamar Zaman Dulu dan Sekarang?

Apa yang Berbeda dari Cara Melamar Zaman Dulu dan Sekarang?

Kata Netizen
Cerita dari Subang, tentang Empang dan Tambak di Mana-mana

Cerita dari Subang, tentang Empang dan Tambak di Mana-mana

Kata Netizen
Benarkan Worklife Balance Sekadar Ilusi?

Benarkan Worklife Balance Sekadar Ilusi?

Kata Netizen
Langkah-langkah Memulai Usaha di Industri Pangan

Langkah-langkah Memulai Usaha di Industri Pangan

Kata Netizen
Urbanisasi, Lebaran, dan 'Bertahan' di Jakarta

Urbanisasi, Lebaran, dan "Bertahan" di Jakarta

Kata Netizen
Proses Baru Karantina di Indonesia, Apa Dampaknya?

Proses Baru Karantina di Indonesia, Apa Dampaknya?

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau