Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Veronika Gultom
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Veronika Gultom adalah seorang yang berprofesi sebagai Konsultan. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Seberapa Besar Nasionalisme Diaspora Indonesia lewat Karya?

Kompas.com - 23/02/2025, 14:26 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

 

Nasionalisme orang Indonesia di luar negeri yang saya rasakan itu cukup tinggi. Mereka membentuk komunitas-komunitas Indonesia di mana-mana.

Sebagai contoh komunitas yang saya ikuti dulu, Keluarga Katolik Indonesia (KKI) di Singapura. Teman-teman beragama lain punya komunitasnya sendiri, tetap dengan embel-embel "Indonesia", yang artinya khusus orang Indonesia.

Setiap tahun pun ada perayaan keagaamaan di KBRI, dan biasanya yang hadir cukup banyak. 

Komunitasnya juga terstruktur. Ada struktur organisasi, ada bagian-bagian komunitas kecil sesuai kegiatan yang dilakukan, ada pengurus yang bertugas menjalin hubungan dengan pejabat-pejabat Indonesia di sana, dll. 

Para orang tua pun rajin menyarankan anak-anaknya yang lahir dan besar tidak di Indonesia untuk tetap aktif dalam komunitas Indonesia. Supaya komunitasnya tidak mati katanya. Tentu saja komunitas itu lama kelamaan akan mati kalau mereka tidak mengusahakan generasi mudanya tetap merasa ada hubungan dengan Indonesia, sehingga ingat akarnya dari mana. 

Mereka yang tergabung dalam komunitas Indonesia ini bukan hanya mereka yang masih berkewarganegaraan Indonesia, tetapi yang jelas, mereka yang memiliki akar Indonesia. Entah itu Indonesia asli atau Indonesia keturunan. 

Bahkan beberapa teman Indonesia keturunan Tionghoa pernah berbagi kesan tentang mengapa mereka masih bergabung dengan komunitas Indonesia, mainnya masih dengan orang Indonesia. 

Menurut mereka, budayanya tetap beda. Orang Indonesia itu senang berkumpul dan bersilaturahmi. Sementara orang-orang lain di negara tempat mereka berada saat itu, mungkin senang juga berkumpul, tetapi tidak seperti orang Indonesia. Tetap lebih nyaman berkumpul dengan orang Indonesia. 

Ada sih beberapa teman orang Indonesia di beberapa negara lain yang mengaku tidak bergaul dengan orang Indonesia karena merasa orang Indonesia begini dan begitu. Padahal mereka masih berkewarganegaraan Indonesia. Itu mungkin kekecualian. Yang saya mengerti, selama masih warga negara Indonesia, kalau ada apa-apa ya larinya ke komunitas orang Indonesia lagi.  

Bahkan menurut pengalaman saya, makanan Indonesia tetap menjadi yang terenak yang selalu dicari-cari di kalangan orang-orang Indonesia di luar negeri. Buat saya sendiri, makanan Indonesia adalah yang terenak di dunia. 

Saya pernah khusus membuat sambal terasi satu botol besar (botol sambal), untuk bekal karena akan berada di Manila selama beberapa waktu. Lidah ini, walau sudah berkelana mencoba makanan dari berbagai negara, tetap saja pada akhirnya pulang ke Indonesia. Apalagi jiwa. Tetap pulangnya ke Indonesia. 

Menyanyikan lagu "Tanah Airku" bisa sampai menangis buat orang-orang yang akan berangkat atau sudah berada di luar negeri. Coba saja tanya para misionaris Indonesia yang ditugaskan jauh ke luar Indonesia.

Jadi ingat seorang kerabat yang baru beberapa bulan bekerja di suatu negara yang jauh. Dia bercerita, setiap hari menyetel lagu "Indonesia Raya". Rasa nasionalisme memang tidak bisa diukur dari rajin mendengarkan lagu Indonesia Raya, tetapi saat itu saya dapat merasakan bahwa itu adalah karena rasa hati yang berat jauh dari tanah air.

Masalah membantu orang Indonesia yang kesusahan di Indonesia, sering koq kami dulu mengadakan bakti sosial dan mengumpulkan uang untuk disumbangkan ke Indonesia. Itu yang kolektif, yang pribadi? 

Kami yang masih punya keluarga di Indonesia, rasanya masih banyak yang mengirim uang ke Indonesia.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Kini Naik Bus dari Bogor ke Jakarta Kurang dari 'Goceng'
Kini Naik Bus dari Bogor ke Jakarta Kurang dari "Goceng"
Kata Netizen
Diet Saja Tak Cukup untuk Atasi Perut Buncit
Diet Saja Tak Cukup untuk Atasi Perut Buncit
Kata Netizen
Bisakah Berharap Rusun Bebas dari Asap Rokok?
Bisakah Berharap Rusun Bebas dari Asap Rokok?
Kata Netizen
Mencari Kandidat Pengganti Nasi, Sorgum sebagai Solusi?
Mencari Kandidat Pengganti Nasi, Sorgum sebagai Solusi?
Kata Netizen
Perang Ego, Bisakah Kita Menghentikannya?
Perang Ego, Bisakah Kita Menghentikannya?
Kata Netizen
Berpenampilan Menarik, Bisa Kerja, dan Stereotipe
Berpenampilan Menarik, Bisa Kerja, dan Stereotipe
Kata Netizen
Jelang Bagikan Rapor, Wali Murid Boleh Beri Hadiah?
Jelang Bagikan Rapor, Wali Murid Boleh Beri Hadiah?
Kata Netizen
Delayed Gratification, Dana Pensiun, dan Masa Tua
Delayed Gratification, Dana Pensiun, dan Masa Tua
Kata Netizen
Memaknai Idul Kurban dan Diplomasi Kemanusiaan
Memaknai Idul Kurban dan Diplomasi Kemanusiaan
Kata Netizen
Sudah Sejauh Mana Pendidikan Kita Saat Ini?
Sudah Sejauh Mana Pendidikan Kita Saat Ini?
Kata Netizen
Masihkah Relevan Peran dan Tugas Komite Sekolah?
Masihkah Relevan Peran dan Tugas Komite Sekolah?
Kata Netizen
Masa Muda Sejahtera dan Tua Bahagia, Mau?
Masa Muda Sejahtera dan Tua Bahagia, Mau?
Kata Netizen
Jebakan Frugal Habit, Sudah Mencoba Hemat Tetap Saja Boncos
Jebakan Frugal Habit, Sudah Mencoba Hemat Tetap Saja Boncos
Kata Netizen
Indonesia dan Tingkat Kesejahteraan Tertinggi di Dunia
Indonesia dan Tingkat Kesejahteraan Tertinggi di Dunia
Kata Netizen
Mendesak Sistem Pendukung dan Lingkungan Adaptif bagi Difabel
Mendesak Sistem Pendukung dan Lingkungan Adaptif bagi Difabel
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau