Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Buktinya ada saja sesama orang Indonesia yang membuka jasa penukaran uang, terima SGD dan kemudian ditransfer ke rekening tabungan di Indonesia dalam bentuk rupiah, dengan kurs yang disepakati bersama.
Jasa ini memang tidak resmi, hanya atas dasar saling percaya saja. Tetapi, jika mereka bertahan, artinya masih ada orang Indonesia di luar Indonesia yang mengirim uang ke Indonesia. Bukankah itu juga meningkatkan devisa?
Pulang ke Indonesia, walau sebentar, adalah hal yang dinanti-nantikan buat sebagian besar dari kami. Tentunya di Indonesia pun kami tukar mata uang asing kami ke rupiah, minimal untuk belanja kami selama di Indonesia.
Saya sendiri, menjadi anggota komunitas di gereja yang salah satu tugas utamanya mengunjungi orang sakit. Yang paling utama untuk kami kunjungi adalah orang-orang Indonesia yang sedang berobat di Singapura.
Saya akhirnya tahu: orang-orang Indonesia yang berobat ke Singapura rata-rata adalah mereka yang penyakitnya sudah parah. Terkadang bukan karena mereka punya uang berlebih, tetapi karena dari Indonesia sudah tidak ada harapan sembuh.
Pernah ada seorang ibu yang menemani suaminya berbulan-bulan berobat di Singapura. Pada akhirnya suaminya meninggal dunia. Ibu ini kebingungan karena dia sendirian di Singapura. Kami pun turun tangan membantu.
Walau cuma sekedar membereskan barang-barangnya, menenangkannya, dan mengantarkan ke airport, supaya dia bisa segera pulang ke Indonesia membawa jenasah suaminya.
Pernah juga ada turis Indonesia yang mengalami kecelakaan sampai koma. Kami, orang Indonesia di sana ikut patungan untuk sekedar meringankan beban biaya.
Saya ingat keluarganya yang datang dari Indonesia menunjukan lembar tagihan rumah sakit, ketika kami datang menjenguk.
Saya berusaha menyembunyikan kekagetan ketika melihat angka yang tertera. Uang tabungan saya selama beberapa tahun di Singapura saja tidak sampai segitu.
Sementara, korban kecelakaan ini hanya hidup berdua saja dengan ibunya di Indonesia, dan bukan orang yang berduit juga.
Pada akhirnya korban kecelakaan ini meninggal dunia. Informasi terkait selalu kami sampaikan ke komunitas, agar semuanya dapat langsung bergerak ketika dibutuhkan untuk membantu sesuai kapasitas masing-masing.
Kami tidak melihat orang itu siapa. Yang kami tahu, dia adalah orang Indonesia.
Masalah baju batik? Ada loh saat acara tertentu kami dianjurkan menggunakan baju batik. Atau sekedar janjian untuk sama-sama mengenakan baju batik. Bahkan seorang teman orang Batak, selalu siap dengan ulosnya.
Dulu saya bercanda, "Rajin amat bawa-bawa ulos dari Indonesia". Tetapi lama-lama saya mengerti juga. Itu identitas sebagai orang Batak yang asli Indonesia.