Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rini Wulandari
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Rini Wulandari adalah seorang yang berprofesi sebagai Guru. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Mengapa Jomlo Tidak Selalu Berarti Kesepian?

Kompas.com - 23/02/2025, 17:26 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Mereka tak mau terjebak dalam hubungan yang kurang sehat atau tak sejalan dengan keinginan dan visi hidup mereka. Dalam hal ini, mereka lebih memilih memilih daripada hanya sekadar menjalin hubungan demi mengisi kekosongan. 

Sedangkan di Rusia, faktanya ada 8-11 juta perempuan cantik jomlo. Apakah mereka kesulitan cari pasangan?

Realitasnya ada ketimpangan jumlah porsi laki-laki dan perempuan sehingga membuat mereka kesulitan. Tapi fakta lainnya adalah bahwa sebagian besar mereka tetap hidup bahagia.

Pertemanan, keakraban diantara para perempuan bisa memberikan ruang alternatif bahagian dalam arti sebenarnya, meskipun berada dalam situasi sulit. Utamanya sejak Perang Balkan terus berkecamuk.

Tapi, ada juga yang memilih untuk tidak terlalu serius dalam cinta, karena mereka percaya bahwa terlalu cinta bisa mengarah pada perasaan yang terlalu menuntut, atau bahkan bisa berubah menjadi benci.

Hidup itu penuh dengan pilihan. Ada yang memilih tetap sendiri, ada yang memilih jatuh cinta tanpa takut terluka, dan ada juga yang memilih berhati-hati setelah beberapa kali jatuh dan bangkit. Semua pilihan itu sah-sah saja, selama kita tahu apa yang kita inginkan dan merasa nyaman dengan keputusan kita.

Jadi, sejatinya tak harus risau soal status jomlo atau tidak, karena setiap orang punya perjalanan dan prosesnya sendiri dalam menemukan kebahagiaan.

Jomlo dari Sisi Lain

Dalam banyak ajaran agama, kesendirian atau status jomblo sebenarnya tidak dipandang negatif, malah sering dianggap sebagai pilihan yang lebih bijak jika seseorang merasa belum siap untuk menjalani hubungan yang lebih serius, seperti pernikahan.

Dalam konteks ini, memilih untuk tetap sendiri, selama kita mampu menjaga diri dari godaan dan perilaku yang tidak sesuai dengan ajaran agama, bisa jadi pilihan yang lebih baik daripada terlibat dalam hubungan yang tidak sehat atau melanggar batasan-batasan.

Jika seseorang merasa belum siap untuk menikah dan takut akan terjebak dalam hubungan yang bisa membawa mereka pada hal-hal yang dilarang agama, maka tetap jomlo atau menunggu sampai siap untuk menikah adalah pilihan yang lebih bijak.

Namun, tentu saja, status jomlo bukan berarti seseorang tidak boleh mencari kebahagiaan atau merasa tidak lengkap. Dalam agama, kebahagiaan sejati tidak hanya berasal dari pasangan, tetapi dari kedekatan dengan Tuhan, kebaikan hati, dan perilaku yang benar. Jadi, jika jomlo menjadi cara untuk menjaga diri dan iman, itu sebenarnya adalah pilihan yang sangat dihargai dalam banyak ajaran agama.

Pada akhirnya, yang terpenting adalah keikhlasan dalam menjalani hidup sesuai dengan keyakinan kita. Jika merasa jomlo adalah pilihan yang mendekatkan diri pada Tuhan dan menjaga diri dari hal-hal yang dilarang agama, maka itu adalah pilihan yang baik.

Jomlo dan Komitmen

Rasa takut para jomlo juga didasari alasan fenomena pengalaman pernikahan yang pernah dilihatnya, yang berujung masalah Terutama bagi mereka yang pernah menyaksikan atau mengalami sendiri hubungan yang berakhir buruk.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

6 Tips Memilih Kambing yang Cukup Umur untuk Kurban

6 Tips Memilih Kambing yang Cukup Umur untuk Kurban

Kata Netizen
Bagaimana Cara Glow Up dan Memilih Kosmetik Sesuai 'Skin Tone'?

Bagaimana Cara Glow Up dan Memilih Kosmetik Sesuai "Skin Tone"?

Kata Netizen
Kapan Waktu yang Tetap untuk Memulai Investasi?

Kapan Waktu yang Tetap untuk Memulai Investasi?

Kata Netizen
'Deep Talk' Ibu dengan Anak Laki-laki Boleh, Kan?

"Deep Talk" Ibu dengan Anak Laki-laki Boleh, Kan?

Kata Netizen
Santo Fransiskus, Sri Paus, dan Ajaran Keteladanan

Santo Fransiskus, Sri Paus, dan Ajaran Keteladanan

Kata Netizen
Hari Buku, Tantangan Literasi, dan Rumah Baca

Hari Buku, Tantangan Literasi, dan Rumah Baca

Kata Netizen
Ujian Pernikahan Itu Ada dan Nyata

Ujian Pernikahan Itu Ada dan Nyata

Kata Netizen
Kembalinya Penjurusan di SMA, Inikah yang Dicari?

Kembalinya Penjurusan di SMA, Inikah yang Dicari?

Kata Netizen
Potensi Animasi dan Kerja Kolaborasi Pasca Film 'Jumbo'

Potensi Animasi dan Kerja Kolaborasi Pasca Film "Jumbo"

Kata Netizen
Apa yang Berbeda dari Cara Melamar Zaman Dulu dan Sekarang?

Apa yang Berbeda dari Cara Melamar Zaman Dulu dan Sekarang?

Kata Netizen
Cerita dari Subang, tentang Empang dan Tambak di Mana-mana

Cerita dari Subang, tentang Empang dan Tambak di Mana-mana

Kata Netizen
Benarkan Worklife Balance Sekadar Ilusi?

Benarkan Worklife Balance Sekadar Ilusi?

Kata Netizen
Langkah-langkah Memulai Usaha di Industri Pangan

Langkah-langkah Memulai Usaha di Industri Pangan

Kata Netizen
Urbanisasi, Lebaran, dan 'Bertahan' di Jakarta

Urbanisasi, Lebaran, dan "Bertahan" di Jakarta

Kata Netizen
Proses Baru Karantina di Indonesia, Apa Dampaknya?

Proses Baru Karantina di Indonesia, Apa Dampaknya?

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau