Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Evaluasi tentang kelulusan siswa terus jadi perbincangan banyak orang. Pasalnya, setelah lama tidak adanya Ujian Nasional kini akan kembali dilaksanakan dengan format baru: Tes Kompetensi Akademik (TKA).
Sekilas, kehadiran TKA memberikan secercah harapan bagi sistem evaluasi yang lebih manusiawi.
Namun, dibalik itu muncul pertanyaan. Apakah TKA benar-benar membawa perubahan atau justru sekadar reinkarnasi UN dalam bentuk yang lebih diperhalus?
Dulu, UN dianggap sebagai penentu mutlak kelulusan siswa yang menciptakan tekanan psikologis yang besar bagi mereka.
Ketakutan akan nilai rendah, kekhawatiran menghadapi soal-soal sulit, hingga beban ekspektasi orangtua dan guru, semuanya menjadi beban mental yang tidak ringan.
Kini, dengan TKA ada sedikit kejelasan bahwa siswa tetap perlu melewati suatu bentuk ujian akademik sebelum melangkah ke jenjang berikutnya. Tetapi yang membingungkan adalah TKA disebut-sebut tidak bersifat wajib dan bukan menjadi standar kelulusan.
Kelulusan siswa tetap ditentukan oleh satuan pendidikan. Jika demikian, lalu apa urgensi dari TKA? Apakah hanya sekadar uji coba sistem baru tanpa dampak signifikan?
Pendidikan yang ideal seharusnya tidak hanya menilai siswa dari angka di atas kertas tetapi juga dari kompetensi nyata yang mereka miliki. Jika TKA hadir untuk mengukur pemahaman siswa dengan cara yang lebih fleksibel maka sistem ini patut diapresiasi.
Namun, jika keberadaannya justru membingungkan guru, siswa, dan orangtua karena ketidakjelasan fungsinya dalam menentukan kelulusan maka TKA bisa jadi hanya menjadi formalitas belaka.
Yang lebih menarik adalah bagaimana sekolah akan merespons kembalinya ujian berbasis nasional ini. Mau tidak mau, atmosfer persiapan ujian akan kembali terasa.
Guru harus menyusun strategi pembelajaran yang efektif, siswa harus kembali menghadapi latihan-latihan soal, dan orangtua mungkin harus mempertimbangkan kembali les tambahan untuk anak-anak mereka.
Jika tidak ada kebijakan yang jelas, bukan tidak mungkin tekanan akademik yang dulu melekat pada UN akan kembali mengintai.
Namun, daripada terjebak dalam ketakutan dalam bayang-bayang UN maka ada baiknya kita melihat peluang di balik TKA.
Jika dirancang dengan sistem yang adil, adaptif, dan tidak sekadar menguji hafalan, TKA bisa menjadi alat ukur kompetensi yang lebih relevan dengan kebutuhan zaman.
Dengan begitu, TKA bukan lagi sekadar bayang-bayang UN melainkan gerbang menuju sistem evaluasi pendidikan yang lebih baik.
Pendidikan harus terus berkembang bukan sekadar berputar dalam siklus ujian yang sama dengan nama yang berbeda. Jika TKA ingin menjadi solusi maka kebijakan yang mengiringinya harus jelas, transparan, dan berpihak pada perkembangan siswa secara nyata.
Jangan sampai, kita kembali ke titik awal dengan sekadar mengganti nama tanpa perubahan yang berarti.
Menghidupkan Kembali Semangat Belajar di Era TKA
Sejak dihapuskannya Ujian Nasional (UN), gairah belajar siswa mengalami pasang surut. Tanpa standar evaluasi yang ketat sebagian siswa mulai kehilangan minat untuk belajar dengan sungguh-sungguh.
Mereka tahu bahwa kelulusan tetap akan diberikan, nilai bisa disesuaikan, dan pada akhirnya semua akan lulus tanpa perlu bersusah payah.
Pola pikir seperti ini jika dibiarkan berlarut-larut bisa menjadi bom waktu bagi kualitas pendidikan Indonesia. Ketidakjelasan standar kelulusan di masa pasca-UN membuat sebagian besar siswa cenderung abai terhadap proses belajar.
Kini, dengan hadirnya Tes Kompetensi Akademik (TKA) ada secercah harapan untuk mengembalikan motivasi belajar yang sempat meredup.
TKA bukan sekadar ujian melainkan pemacu semangat. Dengan adanya TKA siswa kembali memiliki target yang jelas. Mereka akan ditantang untuk memahami materi dengan lebih baik.
Agar TKA benar-benar efektif dalam meningkatkan motivasi belajar maka sistemnya harus dirancang dengan matang. Jika hanya menjadi formalitas maka dampaknya tidak akan jauh berbeda dari kondisi sebelumnya.
Pemerintah dan satuan pendidikan perlu memastikan bahwa TKA tidak hanya hadir sebagai ujian semata tetapi juga sebagai alat ukur yang relevan dalam menilai kesiapan siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya.
Tantangan Pemerataan Kualitas Pengajaran
Di atas kertas, TKA tampak seperti solusi untuk mengukur kemampuan akademik siswa secara lebih objektif.
Namun, bagaimana memastikan bahwa semua siswa, tanpa terkecuali, memiliki kesempatan yang sama untuk memahami dan mengerjakan soal?
Kenyataannya, kualitas pendidikan di Indonesia masih jauh dari kata merata. Ada sekolah dengan fasilitas lengkap dan guru berkualifikasi baik. tetapi ada pula sekolah di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) yang masih bergulat dengan keterbatasan sumber daya.
Ketimpangan ini membuat persiapan menghadapi TKA menjadi beban yang tidak seimbang bagi sekolah-sekolah dengan keterbatasan. Guru di daerah perkotaan mungkin memiliki akses ke berbagai sumber pembelajaran.
Sementara itu, di pelosok ada guru yang masih harus berjuang dengan keterbatasan bahan ajar, sinyal internet yang lemah, atau bahkan jumlah tenaga pengajar yang minim.
Jika TKA tidak mempertimbangkan realitas ini maka yang terjadi bukanlah evaluasi yang adil. melainkan semakin lebarnya kesenjangan dalam dunia pendidikan.
Pemerataan kualitas pengajaran seharusnya menjadi prioritas terlebih dahulu. Pemerintah perlu memastikan bahwa seluruh sekolah --baik di kota maupun di pelosok-- memiliki akses yang sama, pelatihan guru yang merata, serta sarana dan prasarana yang memadai.
TKA yang Harus Bisa Dipertanggungjawabkan
Jika memang TKA tidak menjadi penentu utama kelulusan siswa maka setidaknya ia harus tetap berperan sebagai indikator yang "sahih" dalam menilai kesiapan siswa melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya.
Jangan sampai hasil TKA hanya menjadi angka tanpa makna. Apalagi jika ada celah bagi nilai tersebut untuk dimanipulasi demi kepentingan tertentu.
Sebuah sistem evaluasi yang baik adalah yang dapat dipertanggungjawabkan, transparan, dan memiliki relevansi nyata bagi perkembangan akademik siswa.
Jika kelulusan hanya ditentukan oleh sekolah tanpa adanya acuan yang lebih luas maka muncul potensi mengatrol nilai. Ada sekolah yang yang terpaksa "menyesuaikan" nilai demi mempertahankan reputasi atau memastikan semua siswa lulus.
Jika TKA hadir maka mekanismenya harus ketat, akurat, dan terbebas dari intervensi yang dapat mencederai esensi evaluasi itu sendiri.
Jika hasil TKA bisa diubah maka ujian ini tidak akan pernah mencapai tujuannya sebagai tolok ukur akademik. Oleh karena itu, perlu ada pengawasan yang jelas dari proses pelaksanaan hingga validasi nilai tanpa direkayasa.
Wasana Kata
Pendidikan bukan sekadar soal lulus atau tidak lulus tetapi tentang bagaimana membentuk karakter siswa yang siap menghadapi tantangan di masa depan.
Dengan adanya TKA diharapkan siswa kembali menemukan semangat belajar yang sempat memudar.
Bukan lagi soal mengejar angka atau sekadar lulus tetapi tentang membangun mental siswa yang siap berusaha, belajar, dan berkembang untuk masa depan yang lebih baik.
TKA memerlukan kebijakan pendukung yang harus dirancang dengan cermat. Program penguatan bagi sekolah yang tertinggal hingga peningkatan kapasitas guru harus menjadi bagian dari strategi jangka panjang.
Pendidikan yang berkualitas adalah hak semua anak bangsa. Dan bukan hanya milik mereka yang beruntung berada di sekolah dengan fasilitas terbaik.
Lebih dari sekadar ujian, TKA harus menjadi refleksi dari kemampuan siswa. Transparansi dan akuntabilitas adalah kunci agar ujian ini memiliki dampak positif bagi sistem pendidikan.
Jika TKA dapat dipercaya sebagai alat evaluasi yang sahih maka bukan hanya siswa yang akan merasakan manfaatnya tetapi juga dunia pendidikan secara keseluruhan.
Semoga ini bermanfaat.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Habis Ujian Nasional Terbitlah Tes Kompetensi Akademik, Sekolah Bisa Apa?"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.