Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Jika niatnya memang tulus, maka seharusnya ada buah-buah dari latihan rohani tersebut. Misalkan lebih bisa menahan diri terhadap hal-hal yang menimbulkan amarah, dendam, iri hati, keinginan untuk selalu lebih tinggi daripada orang lain, dst.
Sanggup mengampuni orang yang bersalah pada kita, sanggup berbagi sekalipun itu hanya dari kekurangan kita, dst.
Mungkin seringkali lebih mudah mengampuni orang lain yang bukan bagian dari kehidupan sehari-hari.
Sebaliknya, seringkali juga lebih sulit mengampuni orang-orang yang kita kenal, yang tadinya tidak kita harapkan akan berbuat hal tidak menyenangkan terhadap kita.
Oleh karena itu pikir kita, mereka adalah orang-orang yang kita percayai sebagai orang-orang baik yang seharusnya mendukung kita. Hingga terlupakan, kalau mereka juga manusia yang bisa salah.
Mungkin mudah berbagi dengan orang-orang yang tidak kita kenal, namun berbagi untuk saudara yang pernah menyakiti kita, terkadang perlu untuk mati raga dulu untuk bisa mengampuni. Baru kemudian bisa berbagi dengan hati lapang, bebas merdeka, dan dengan ketulusan.
Semoga masa puasa ini menjadi sarana untuk latihan rohani menyucikan diri, dengan berpantang dan berpuasa.
Pada akhirnya kita mampu untuk mengikis sedikit demi sedikit hal-hal yang kurang baik dari diri kita, yang masih menghalangi diri kita untuk menjadi manusia yang merdeka dari dosa-dosa.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Puasa Katolik, Mati Raga dan Penyangkalan Diri"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.