
Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Semakin banyak orang mulai mencari alternatif nasi, terutama untuk alasan kesehatan, diet, atau keberagaman pangan.
Sorgum (Sorghum bicolor) merupakan tanaman serealia kuno yang telah dibudidayakan selama ribuan tahun di berbagai belahan dunia. Sayangnya pemanfaatan sorgum di Indonesia masih sangat terbatas.
Padahal, dengan meningkatnya kebutuhan akan diversifikasi pangan dan ancaman perubahan iklim yang memengaruhi ketahanan pangan nasional, sorgum hadir sebagai alternatif strategis pengganti nasi.
Keunggulan sorgum terletak pada daya tahannya terhadap kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan, nilai gizi yang tinggi, serta potensi ekonominya yang menjanjikan.
Potensi Sorgum
Tanaman sorgum sangat adaptif terhadap kondisi lingkungan yang keras. Ia mampu tumbuh di lahan marginal dengan kesuburan rendah, tanah kering, dan tingkat salinitas tinggi—kondisi yang tidak mendukung bagi padi atau jagung.
Tanaman ini memiliki sistem perakaran yang dalam, yang memungkinkannya mencari air di lapisan tanah yang lebih dalam. Beberapa varietas sorgum bahkan menunjukkan ketahanan luar biasa terhadap kekeringan, dengan kebutuhan curah hujan tahunan di bawah 600 mm (Dicko et al., 2006).
Lebih lanjut, sorgum toleran terhadap tanah asam dan alkalin. Hal ini menjadikannya ideal untuk dibudidayakan di lahan-lahan yang tidak subur dan biasanya ditinggalkan oleh petani.
Maka, di tengah tren degradasi lahan pertanian akibat erosi, urbanisasi, dan konversi lahan, sorgum bisa menjadi solusi nyata untuk mempertahankan produktivitas pangan.
Kandungan Nutrisi dan Manfaat Kesehatan
Sorgum memiliki kandungan gizi yang menjadikannya unggul sebagai bahan pangan pokok. Bila dibandingkan dengan beras, sorgum memiliki kelebihan dari segi kandungan protein dan serat.
Menurut FAO (1995) dan penelitian oleh Awika & Rooney (2004), dalam 100 gram sorgum terkandung:
Karakteristik bebas gluten menjadikan sorgum sebagai alternatif aman bagi penderita celiac disease dan mereka yang sensitif terhadap gluten.
Dalam dunia medis, konsumsi sorgum semakin direkomendasikan untuk penderita diabetes. Hal ini berkaitan dengan nilai indeks glikemik (GI) sorgum yang rendah hingga sedang. Studi oleh Choi et al. (2010) mengungkapkan bahwa ekstrak sorgum dapat meningkatkan sensitivitas insulin.
Secara agronomis, sorgum menawarkan efisiensi dalam penggunaan sumber daya. Tanaman ini hanya membutuhkan sekitar sepertiga air yang dibutuhkan oleh padi, dan lebih sedikit pupuk kimia.
Hal ini membuat budidaya sorgum jauh lebih berkelanjutan secara ekologis. Selain itu, dengan masa panen yang relatif pendek (sekitar 100–120 hari), sorgum juga cocok sebagai tanaman rotasi atau tumpangsari.
Di sisi ekonomi, sorgum membuka peluang besar untuk pengembangan usaha tani rakyat. Biaya produksi yang lebih rendah dan daya jual yang kompetitif dapat meningkatkan pendapatan petani, terutama di daerah dengan kondisi agroklimat marginal.
Pengembangan sentra produksi sorgum juga dapat menciptakan lapangan kerja baru dalam rantai nilai pertanian dan industri pengolahan.
Inovasi Produk Olahan Berbasis Sorgum
Perkembangan teknologi pangan mendorong munculnya berbagai inovasi dalam pengolahan sorgum. Saat ini, produk-produk berbasis sorgum telah merambah pasar lokal dan internasional, seperti:
1. Nasi sorgum siap saji: Dengan tekstur mirip nasi, produk ini menjadi alternatif langsung bagi konsumen beras.
2. Tepung sorgum terfortifikasi: Digunakan dalam pembuatan mie instan, roti lapis, pasta, dan donat tanpa gluten.
3. Sereal sarapan: Campuran sorgum dengan kacang-kacangan dan buah kering.
4. Snack sehat: Seperti keripik sorgum, cookies bebas gluten, dan pop sorgum.
5. Produk fermentasi: Seperti minuman probiotik, yoghurt nabati, dan minuman energi alami berbasis sorgum.
Menurut penelitian Nirmala et al. (2021), substitusi tepung terigu dengan tepung sorgum hingga 40% dalam adonan roti tidak hanya meningkatkan kandungan serat, tetapi juga menurunkan indeks glikemik produk akhir secara signifikan.
Hal ini memperluas peluang sorgum untuk dikembangkan dalam makanan fungsional dan pangan kesehatan.
Pengembangan sorgum sebagai bahan pangan nasional membutuhkan dukungan kebijakan yang kuat.
Pemerintah Indonesia telah mulai melirik sorgum sebagai bagian dari program diversifikasi pangan, namun implementasinya masih terbatas. Beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan antara lain:
Selain itu, kerja sama dengan perguruan tinggi, LSM, dan sektor swasta dapat mempercepat adopsi sorgum secara nasional.
Pembangunan klaster industri sorgum di daerah-daerah potensial seperti NTT, NTB, Sulawesi Selatan, dan Jawa Timur dapat menjadi langkah awal menuju kemandirian pangan berbasis sumber daya lokal.
Kesimpulan
Sorgum menawarkan potensi besar sebagai pengganti nasi yang tidak hanya mengatasi tantangan perubahan iklim dan krisis pangan, tetapi juga membawa manfaat kesehatan dan keberlanjutan ekonomi.
Jadi, dengan kandungan nutrisi yang tinggi, toleransi terhadap kondisi ekstrem, serta fleksibilitas dalam pengolahan, sorgum adalah jawaban strategis bagi masa depan pangan Indonesia.
Pemerintah, akademisi, pelaku industri, dan masyarakat perlu bersinergi untuk mengangkat sorgum dari pangan alternatif menjadi pangan utama.
Lewat komitmen bersama, sorgum tidak hanya menjadi simbol ketahanan pangan nasional, tetapi juga gerakan menuju pola konsumsi yang lebih sehat dan berkelanjutan.
Mengenal sorgum adalah langkah kecil tapi berarti menuju gaya hidup yang lebih bijak dan berkelanjutan.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang