
Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Bermasalah untuk Menutupi Harga Diri dan Rasa Bersalah
Pernahkah Kompasianer menjumpai orang yang sebetulnya salah, tahu kalau salah, tetapi galaknya melebihi kita yang sebetulnya jadi korbannya?
Bisa dibilang, itulah fenomena yang terjadi pada dua masalah yang tadi saya ceritakan terjadi pada kawan-kawan saya.
Ada suami yang bersalah, tahu salah, tapi tak mau disalahkan. Padahal faktanya, ia sudah lalai dari tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga yang seharusnya lebih bertanggung jawab akan finansial keluarga.
Satu hal lagi yang saya pahami ritmenya, banyak pria yang punya harga diri dan tak mau dikalahkan oleh istrinya. Awalnya ia mengatakan dan merasa tak masalah saat penghasilan istri lebih besar dari suami.
Namun saat makin hari ia melihat istri lebih memiliki kekuatan finansial dibanding dirinya, ada rasa kalah dan tak terima.
Di saat suami merasakan ketidaknyamanan, ia pun mencari hal lain yang mampu menutupi rasa tersebut.
Pada kasus kawan-kawan saya tadi, ada suaminya yang malah jadi lebih suka menonton drama cina tanpa kenal waktu, ada juga yang malah jadi hobi berkirim pesan dengan wanita lain.
Mengembalikan Harga Diri dan Tanggung Jawab Suami
Dalam dua cerita kawan saya tersebut, ada dua penyelesaian yang berbeda. Kasus pertama, kawan saya tetap berjuang mencari nafkah karena tuntutan sebagai sandwich generation.
Sedangkan di cerita yang kedua, kawan saya mundur dari usahanya yang menggebu dalam mencari uang, termasuk mundur dari urusan pengaturan keuangan keluarga. Pokoknya setiap ada kebutuhan, ya tinggal todong suami.
Sebetulnya, saya sendiri kurang setuju dengan dua penyelesaian tersebut. Karena dari dua cerita kawan saya tadi, ada celah yang kurang yang membuat masalah keuangan keluarga tidak benar-benar selesai.
Suami dan istri yang sama-sama bekerja, meski istri yang penghasilannya lebih besar, seharusnya melakukan komunikasi secara terbuka tentang berapa penghasilan masing-masing, serta alokasi pengeluaran apa saja yang harus diperhatikan.
Sewajarnya dan yang semestinya harus diperhatikan, uang istri adalah hanya milik istri. Bukan tanggung jawab istri untuk memenuhi segala pengeluaran keluarga.
Ia memang bisa membantu. Tapi tetap, penanggung jawab utama keuangan keluarga adalah suami. Apalagi, ada istri yang bekerja karena memiliki tanggung jawab terhadap orang tuanya, alias menjadi sandwich generation.
Jadi saat suami tahu alasan istri bekerja dan untuk apa penghasilannya, suami tetap punya tanggung jawab memenuhi seluruh kebutuhan keluarga.
Istri pun seharusnya tidak langsung ambil alih apa yang menjadi tanggung jawab suami.
Oleh karena itu, kita mesti bisa memberi kesempatan pada suami bahwa meski penghasilannya lebih sedikit, tetap, ia adalah kepala keluarga yang punya kuasa untuk memenuhi kebutuhan anak dan istrinya.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Fenomena Uang Kita, lalu Suami yang Menjadi Malas Bekerja"
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang