Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Yayuk CJ
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Yayuk CJ adalah seorang yang berprofesi sebagai Guru. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Ironi Pekerja Loyal, Apa yang Bisa Kita Pelajari?

Kompas.com - 17/09/2025, 22:41 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Mengapa seseorang yang dulu dikenal sangat berdedikasi di tempat kerjanya tiba-tiba berubah menjadi sosok yang acuh?

Apakah loyalitas memang bisa pudar? Atau justru lingkungan kerja yang belum mampu merawat semangat itu?

Pertanyaan-pertanyaan ini mungkin terasa dekat dengan kita. Apalagi di sekitar kita, pasti ada kisah tentang karyawan yang bertahun-tahun mengabdi, memberikan yang terbaik.

Namun, perlahan kehilangan gairahnya. Apa yang sebenarnya terjadi — dan apa pelajaran yang bisa kita ambil?

Jejak Panjang Loyalitas yang Menguji Hati

Saya pernah mengalami masa refleksi serupa. Dua puluh dua tahun mengabdi di sebuah lembaga pendidikan bukanlah waktu yang sebentar. Dengan segala dinamika yang ada, saya tetap berusaha bertahan, memberi, dan setia.

Namun, di tengah rasa bangga itu, saya mendengar kisah sahabat saya. Ia sudah lama bekerja di sebuah perusahaan besar.

Dulu dikenal rajin dan penuh inisiatif, kini ia berubah: lebih pendiam, bekerja seperlunya, dan tidak lagi menunjukkan semangat yang sama.

Saat saya menanyakannya dalam sebuah pertemuan santai di kafe, jawabannya membuat saya terdiam. Saya pun tak punya hak untuk menyalahkan pilihannya.

Mengapa Loyalitas Bisa Pudar?

Fenomena seperti ini bukan hal baru. Banyak orang yang dulunya loyal perlahan menjadi “pekerja sesuai jam”: datang, bekerja secukupnya, lalu pulang tanpa banyak bicara.

Tidak ada lagi energi ekstra, tidak ada lagi semangat memberi lebih dari yang diminta.

Ironi ini kerap muncul karena satu hal: minimnya apresiasi. Atasan terbiasa dengan kesigapan seorang karyawan, rekan kerja terbiasa dengan dedikasinya, hingga lupa bahwa ia pun manusia yang butuh dihargai.

Ide-ide yang diabaikan, kerja keras yang dianggap wajar, atau suara yang tidak pernah didengar—semua itu menumpuk menjadi kelelahan emosional.

Seperti pepatah, “Loyalitas akan tumbuh subur jika dihargai, tetapi akan layu ketika diabaikan.”

Ketika Mencari Panggung Baru

Saat ruang di dalam organisasi terasa sempit, seseorang akan mencari panggung lain. Dan sering kali, di situlah ia justru bersinar.

Ada karyawan yang bertahun-tahun mengusulkan perbaikan sistem di kantornya, namun selalu dipandang remeh.

Sedangkan di tempat kerja, ia memilih diam. Tetapi di luar, ia aktif di komunitas profesional. Idenya dihargai, bahkan dijadikan rujukan nasional. Tak lama, ia menjadi pembicara seminar, membangun jejaring, hingga meraih penghargaan.

Ada juga staf administrasi dengan bakat desain yang tak pernah dianggap relevan di kantornya.

Setelah membagikan karyanya di media sosial, ia justru mendapatkan apresiasi luas. Karyanya dilirik figur publik, tawaran kolaborasi berdatangan, dan kini ia dikenal sebagai kreator yang berdampak.

“Ketika ruang di dalam sempit, seseorang akan mencari panggung di luar. Tak jarang, di sanalah ia bersinar.”

Kehilangan yang Sering Terlambat Disadari

Bagi lingkungan kerja, perubahan ini adalah sinyal. Ketika seorang karyawan mulai bersikap cuek, itu tanda awal kelelahan emosional. Ketika ia berprestasi di luar, itu pertanda kantor gagal menyediakan ruang yang sehat.

Sayangnya, banyak organisasi baru menyadari nilai seseorang setelah ia benar-benar pergi. Loyalitas yang dulu dianggap biasa, baru terasa mahal setelah hilang.

Belajar dari Ironi Loyalitas

Pelajaran pentingnya jelas: loyalitas bukan sesuatu yang otomatis, melainkan tumbuh dari perasaan dihargai.

Menghargai tak selalu berarti memberi bonus besar atau jabatan tinggi. Kadang apresiasi sederhana, pengakuan kecil, atau sekadar kesempatan untuk bicara sudah cukup menjaga semangat tetap menyala.

Organisasi yang sehat adalah organisasi yang mampu membuat orang merasa manusiawi: didengar, dihargai, dan diberi ruang berkembang.

Cermin untuk Kita Semua

“Ironi loyalitas” ini seharusnya menjadi cermin bagi kita. Jangan tunggu seseorang bersinar di luar baru kita sadar nilainya.

Sebab di balik sikap dingin yang tampak acuh, bisa jadi tersimpan kisah panjang tentang loyalitas yang tak pernah dihargai.

Pertanyaannya, apakah kita sudah cukup menghargai orang-orang di sekitar kita? Ataukah kita justru menunggu hingga mereka pergi untuk menyadari betapa berharganya mereka?

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Ironi Loyalitas: Hilang di Dalam, Bersinar di Luar"

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Ironi Pekerja Loyal, Apa yang Bisa Kita Pelajari?
Ironi Pekerja Loyal, Apa yang Bisa Kita Pelajari?
Kata Netizen
Cerita Pengurus RT Menghidupkan Ronda Malam
Cerita Pengurus RT Menghidupkan Ronda Malam
Kata Netizen
Kita Belajar untuk Apa dan Siapa?
Kita Belajar untuk Apa dan Siapa?
Kata Netizen
Vaksinasi Rabies pada Hewan Kesayangan, Perlu?
Vaksinasi Rabies pada Hewan Kesayangan, Perlu?
Kata Netizen
Meja Makan Keluarga yang Kini Sunyi
Meja Makan Keluarga yang Kini Sunyi
Kata Netizen
Melihat Kehidupan 24 Jam di Pasar Jati Mulyo
Melihat Kehidupan 24 Jam di Pasar Jati Mulyo
Kata Netizen
Masihkah Menantu PNS Jadi Pekerjaan Idola Mertua?
Masihkah Menantu PNS Jadi Pekerjaan Idola Mertua?
Kata Netizen
Perjalanan Seorang Ibu Tunggal: Tiga Anak, Satu Pelukan
Perjalanan Seorang Ibu Tunggal: Tiga Anak, Satu Pelukan
Kata Netizen
5 Cara Menikmati Macet a la 'Working Mom'
5 Cara Menikmati Macet a la "Working Mom"
Kata Netizen
Kebaikan Kecil yang Saya Temukan di Trans Jogja
Kebaikan Kecil yang Saya Temukan di Trans Jogja
Kata Netizen
Bukan Sekadar Angka Timbangan, Diet Itu tentang Perjalanan
Bukan Sekadar Angka Timbangan, Diet Itu tentang Perjalanan
Kata Netizen
Bagi Pasutri, Perhatikan Ini untuk Tetap Bisa Menafkahi Orangtua
Bagi Pasutri, Perhatikan Ini untuk Tetap Bisa Menafkahi Orangtua
Kata Netizen
Belajar Memanen Hujan lewat Joglangan
Belajar Memanen Hujan lewat Joglangan
Kata Netizen
Hilir ke Hulu Hijaunya Alam Kampung Karuhun, Sumedang Selatan
Hilir ke Hulu Hijaunya Alam Kampung Karuhun, Sumedang Selatan
Kata Netizen
Bagaimana Meyakinkan Keluarga tentang Asuransi?
Bagaimana Meyakinkan Keluarga tentang Asuransi?
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau