Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Budi Susilo
Penulis di Kompasiana

Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Mencecap Keautentikan Lontong Kupang di Alun-alun Bangkalan

Kompas.com - 30/09/2025, 12:00 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Kira-kira, adakah hidangan yang membuatmu "kembali" merasakan pengalaman masa lalu hingga cerita-cerita menarik di belakangnya?

Itulah yang saya alami ketika perjalanan kerja di Pulau Madura berujung pada satu momen kuliner tak terlupakan: menyantap Lontong Kupang di Bangkalan.

Perjalanan tiga hari ke Pulau Madura sebenarnya bukan untuk berwisata, melainkan membantu kerabat mengambil sampel tanah di daerah pesisir.

Selama itu pula kami berhenti di beberapa pantai sebelum akhirnya kembali ke titik awal, Kabupaten Bangkalan.

Bangkalan menjadi titik terakhir sekaligus tempat melepas lelah setelah menempuh perjalanan panjang. Meski kaki kanan sempat bengkak karena terlalu lama duduk di kendaraan, rasa penasaran akan kuliner khas Madura tidak surut.

Menjelang tiba di penginapan, pandangan saya tertuju pada sebuah gerobak motor di pinggir Alun-alun Bangkalan.

Gerobak itu menjual Lontong Kupang—makanan khas yang sudah lama saya dengar kelezatannya. Tanpa pikir panjang, saya meminta sopir untuk memutar balik.

Sebentar saja saya menyingkirkan kekhawatiran tentang kadar kolesterol atau asam urat. Hidangan laut memang sering disebut pemicu masalah kesehatan, tetapi kali ini saya memutuskan untuk menikmati pengalaman kuliner sepenuhnya.

Penjual Lontong Kupang itu ternyata berasal dari Kenjeran, Surabaya. Ia setiap hari melintasi Jembatan Suramadu sepanjang 5,4 kilometer—jalur penghubung Surabaya dan Bangkalan—demi menawarkan cita rasa autentik kepada pembeli di Alun-alun Bangkalan.

Sejak dibukanya jembatan ini, mobilitas warga dan pedagang menjadi lebih lancar, membuat kuliner-kuliner khas Jawa Timur kian mudah dijumpai di Madura.

Saya memesan satu porsi untuk dimakan di tempat. Sambil menunggu, saya menyaksikan langsung bagaimana penjual meracik hidangan tersebut: bawang putih, cabai rawit, petis berwarna cokelat, dan perasan jeruk nipis diulek di piring.

Potongan lontong, empat tusuk sate kerang, kupang (kerang putih kecil), kuah berbahan air kelapa, lentho (penganan berbahan singkong), dan bawang putih goreng kemudian menyusul.

Kuahnya tampak lebih bening dan muda dibanding Lontong Kupang yang pernah saya cicipi di Bogor. Rasanya gurih manis, berpadu dengan segarnya perasan jeruk nipis.

Kupang terasa kenyal namun lembut, lontongnya empuk, lentho memberikan sensasi kriuk, dan bawang goreng menambah lapisan rasa. Sate kerang menjadi pelengkap yang sempurna.

Harmonisasi rasa gurih, manis, pedas, dan asamnya menghadirkan sensasi yang membuat saya tak ingin buru-buru berhenti. Ingatan saya melayang pada Lontong Kupang yang pernah saya nikmati di Waru, Sidoarjo, beberapa tahun silam.

Rasanya mirip—seolah-olah saya kembali pada pengalaman lama dengan sentuhan autentik.

Dengan rasa puas dan perut kenyang, saya bangkit dari kursi plastik di trotoar Alun-alun Bangkalan. Meski kaki yang bengkak semakin terasa sakit, hati saya senang.

Penasaran saya terjawab sudah: Lontong Kupang di Bangkalan ini benar-benar menyajikan cita rasa asli yang menggugah selera.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Menyantap Lontong Kupang dengan Rasa Autentik di Bangkalan"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Mencecap Keautentikan Lontong Kupang di Alun-alun Bangkalan
Mencecap Keautentikan Lontong Kupang di Alun-alun Bangkalan
Kata Netizen
Jika Kebijakan Minim Bacaan, Ada Risiko Maksimal ke Depannya
Jika Kebijakan Minim Bacaan, Ada Risiko Maksimal ke Depannya
Kata Netizen
Jalan-jalan ke IIBF 2025, Dapat Apa Ya?
Jalan-jalan ke IIBF 2025, Dapat Apa Ya?
Kata Netizen
Berteman dengan Mantan, Kenapa Tidak?
Berteman dengan Mantan, Kenapa Tidak?
Kata Netizen
Ingatan Ibu Memudar, Kisah Merawat Penuh Kasih
Ingatan Ibu Memudar, Kisah Merawat Penuh Kasih
Kata Netizen
Cilincing Menuju Ekonomi Sirkular dari Limbah Cangkang Kerang
Cilincing Menuju Ekonomi Sirkular dari Limbah Cangkang Kerang
Kata Netizen
Lamandau, Menyapa Pesona Alam dan Budaya Dayak di Bumi Bahaum Bakuba
Lamandau, Menyapa Pesona Alam dan Budaya Dayak di Bumi Bahaum Bakuba
Kata Netizen
Dari Niat Mulia ke Aksi Nyata, Mencari Format Ideal MBG
Dari Niat Mulia ke Aksi Nyata, Mencari Format Ideal MBG
Kata Netizen
Sebenarnya Apa Tugas Orangtua ketika Anak Kerjakan PR?
Sebenarnya Apa Tugas Orangtua ketika Anak Kerjakan PR?
Kata Netizen
Tak Perlu Mutung Jika Belum Bertemu Jodoh
Tak Perlu Mutung Jika Belum Bertemu Jodoh
Kata Netizen
Sudahi Guru dan Murid (Saling) Bikin Konten...
Sudahi Guru dan Murid (Saling) Bikin Konten...
Kata Netizen
Pasar Way Halim, SNI-nya Pasar Tradisional
Pasar Way Halim, SNI-nya Pasar Tradisional
Kata Netizen
Mengenang Masa-masa Jadi Pustakawan ketika Masih SMP
Mengenang Masa-masa Jadi Pustakawan ketika Masih SMP
Kata Netizen
Tren Foto Bareng Idola Pakai AI, Apa yang Dicari?
Tren Foto Bareng Idola Pakai AI, Apa yang Dicari?
Kata Netizen
Bagaimana Membuat dan Merawat Perpustakaan Mini di Rumah?
Bagaimana Membuat dan Merawat Perpustakaan Mini di Rumah?
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau