
Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Jumlah koleksi bukunya memang tidak berlebihan, tetapi cukup untuk mengobati dahaga bacaan warga sekitar.
Menurut Edi, setiap minggu ada sekitar 50 hingga 70 buku yang dipinjam. Angka itu pernah jauh lebih tinggi sebelum pandemi, yang memaksa jam operasional dipangkas dan suasana menjadi lebih lengang.
Perpustakaan yang Ramah dan Pemaaf
Saya menyebut tempat ini “paling pemaaf” bukan tanpa alasan. Kini tidak ada lagi sistem denda bagi keterlambatan pengembalian buku.
Barangkali ini cara mereka mendekatkan diri kembali kepada masyarakat. Di masa ketika perhatian orang mudah teralihkan oleh layar ponsel, mengajak orang datang dan membaca saja sudah merupakan pencapaian.
Di tengah keterbatasan, perpustakaan ini tetap berupaya merangkul. Setiap bulan, mereka rutin mengadakan pelatihan gratis—mulai dari bahasa Inggris, menulis, hingga keterampilan kerajinan tangan.
Pesertanya beragam, dari anak muda hingga orang tua. Tak heran, di antara rak buku terselip hasil-hasil kerajinan tangan, termasuk produk enceng gondok dari warga sekitar Banyubiru serta batik karya perajin lokal.
Meski tidak luas, fasilitasnya terbilang lengkap: ruangan ber-AC, Wi-Fi, toilet, hingga musala.
Keanggotaan lama saya tetap diakui, dan saya masih diizinkan meminjam buku. Alasan lain mengapa tempat ini terasa begitu ramah.
Bahkan Wi-Fi-nya bisa diakses bebas, tanpa kata sandi. Dari sekian banyak perpustakaan yang pernah saya kunjungi, ini mungkin satu-satunya yang melakukan itu.
Tanpa denda, tanpa batas keanggotaan, dan tanpa password—sulit mencari sebutan lain selain “pemaaf”.
Rak Sastra dan Sebuah Pinjaman Kecil
Saya datang pada hari Sabtu, beberapa jam sebelum tutup. Sabtu memang hanya buka setengah hari, cukup singkat untuk berlama-lama.
Beberapa anak tampak asyik membaca, sebagian sibuk dengan laptop, sementara yang lain lalu-lalang meminjam dan mengembalikan buku.
Seperti biasa, rak sastra langsung menarik perhatian saya. Setelah menimbang beberapa judul, pilihan jatuh pada 20 Cerpen Indonesia Terbaik 2009.