
Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Batas peminjaman hanya dua buku dengan waktu satu minggu, cukup adil untuk berbagi ruang dengan pembaca lain.
Buku itu terlihat lebih tua dari usianya. Kertas menguning, sampul tidak lagi sempurna, dan bercak waktu hadir di banyak halaman.
Meski begitu, perpustakaan ini tetap memiliki anggaran pengadaan buku baru setiap tahun, meski jumlahnya kini lebih terbatas. Mereka juga menyediakan kotak saran, memberi kesempatan pengunjung mengusulkan judul-judul baru untuk melengkapi rak.
Saya sempat mencoba Wi-Fi mereka—dan cukup terkejut karena kecepatannya justru melampaui beberapa perpustakaan di kota besar.
Mungkin karena pengguna lebih sedikit, mungkin karena akhir pekan. Apa pun alasannya, ini patut diapresiasi.
Keberadaan Perpustakaan Kabupaten Semarang menjadi penanda bahwa akses terhadap ilmu pengetahuan dan internet seharusnya bukan lagi kemewahan. Ia hadir sebagai ruang publik yang terbuka dan bersahabat.
Saya pulang dengan satu buku pinjaman dan segenggam kenangan. Banyak hal yang saya hutangi dari tempat ini—kegemaran membaca, rasa ingin tahu, dan kenangan masa kecil.
Tak ada doa lain selain harapan agar perpustakaan ini terus hidup, tetap ramai, dan tidak kehilangan tempatnya di tengah perubahan zaman.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Sowan ke Perpustakaan Paling Pemaaf di Kabupaten Semarang"
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang