Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Yana Haudy
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Yana Haudy adalah seorang yang berprofesi sebagai Full Time Blogger. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Apa Bahaya Mengabaikan Rating Usia Film bagi Anak?

Kompas.com - 02/12/2022, 19:15 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Mengapa Rating Usia Film Diabaikan?"

Sebagai orangtua yang memiliki anak dengan usia di bawah 13 tahun, tentu paham bahwa ada batasan-batasan yang perlu diterapkan kepada sang anak.

Salah satunya adalah soal menonton film yang sedang tayang di bioskop. Film yang ditayangkan di bioskop memiliki rating umurnya masing-masing. Artinya, sebuah film baru boleh disaksikan seseorang dengan usia minimal tertentu.

Seperti misalnya film Black Adam dan KKN di Desa Penari yang tayang di bioskop beberapa waktu lalu. Kedua film itu memiliki rating usia 13 tahun ke atas.

Artinya, anak dengan usia di bawah 13 tahun belum dibolehkan dan tidak dianjurkan menonton film tersebut. Contohnya adalah anak saya sendiri. Ia masih berusia 10 tahun.

Itu artinya anak saya belum bisa menonton film Black Adam atau KKN Desa Penari, betapa pun dia memohon karena melihat anak seusianya yang mengantre ingin menyaksikan film tersebut.

Alasan Orangtua Membolehkan Anak Menonton Film di Atas Rating Usianya

Sewaktu film KKN di Desa Penari tayang di bioskop, sebagai seorang ibu saya bertanya kepada beberapa kaum ibu yang membolehkan anak-anaknya menonton film tersebut di bioskop padahal usia anaknya belum sampai 13 tahun.

Dari mereka saya mendapat beberapa jawaban sebagai berikut.

  • Anak tidak bisa ditinggal karena tidak ada yang menjaga di rumah, sementara si ibu ingin sekali menonton KKN di Desa Penari.
  • Anak dititipkan pada orangtua temannya saat menonton, jadi aman. "Aman" yang dimaksud adalah anak tidak kelaparan karena ada yang mentraktir makan-minum dan pulangnya diantar sampai rumah.
  • Supaya anaknya enggak kudet alias kurang update kalau teman-temannya cerita soal KKN di Desa Penari.
  • Anaknya memang senang nonton horor dan cerita-cerita seram, jadi sudah biasa.
  • Filmnya viral. Jadi sekalian saja ajak satu keluarga menonton agar tidak penasaran, sekaligus healing.

Saya jadi penasaran, tahukah mereka bahwa mengajak dan membolehkan anaknya menonton film yang memiliki rating di atas usia anak bisa mengganggu kesehatan mental dan fisik anak?

Setelah saya selidiki, sebenarnya orangtua tahu akan hal itu akan tetapi tetap mengabaikan dampak buruknya yang akan menimpa sang anak.

Alasannya karena sewaktu kecil, para orangtua itu juga sering menonton film dengan rating usia di atas usianya, namun tidak berdampak apa-apa pada kesehatan mental mereka hingga dewasa bahkan setelah memiliki anak.

Arus Informasi Dulu dan Sekarang

Kebanyakan anak yang berusia 7-17 tahun hidup dan besar di era teknologi dan media sosial sudah begitu canggih. Akibatnya arus informasi yang mereka dapat pun tak lagi hanya dari TV, radio, atau surat kabar seperti zaman orangtua mereka dahulu.

Berita dan informasi yang mereka lihat dari internet termasuk dari media sosial, bisa berganti hanya dalam hitungan menit, bahkan detik.

Akibat dari masuknya berbagai informasi yang begitu cepat, akan membuat otak semakin cepat pula memprosesnya.

Melansir Healthline, dengan semakin cepatnya otak memproses informasi yang masuk, justru akan membuat otak melemah karena belum sempat berhasil memproses satu informasi, sudah datang informasi lain lagi.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Paradoks Panen Raya, Harga Beras Kenapa Masih Tinggi?

Paradoks Panen Raya, Harga Beras Kenapa Masih Tinggi?

Kata Netizen
Pentingnya Pengendalian Peredaran Uang di Indonesia

Pentingnya Pengendalian Peredaran Uang di Indonesia

Kata Netizen
Keutamaan Menyegerakan Puasa Sunah Syawal bagi Umat Muslim

Keutamaan Menyegerakan Puasa Sunah Syawal bagi Umat Muslim

Kata Netizen
Menilik Pengaruh Amicus Curiae Megawati dalam Sengketa Pilpres 2024

Menilik Pengaruh Amicus Curiae Megawati dalam Sengketa Pilpres 2024

Kata Netizen
Melihat Efisiensi Jika Kurikulum Merdeka Diterapkan

Melihat Efisiensi Jika Kurikulum Merdeka Diterapkan

Kata Netizen
Mengenal Tradisi Lebaran Ketupat di Hari ke-7 Idulfitri

Mengenal Tradisi Lebaran Ketupat di Hari ke-7 Idulfitri

Kata Netizen
Meminimalisir Terjadinya Tindak Kriminal Jelang Lebaran

Meminimalisir Terjadinya Tindak Kriminal Jelang Lebaran

Kata Netizen
Ini Rasanya Bermalam di Hotel Kapsul

Ini Rasanya Bermalam di Hotel Kapsul

Kata Netizen
Kapan Ajarkan Si Kecil Belajar Bikin Kue Lebaran?

Kapan Ajarkan Si Kecil Belajar Bikin Kue Lebaran?

Kata Netizen
Alasan Magang ke Luar Negeri Bukan Sekadar Cari Pengalaman

Alasan Magang ke Luar Negeri Bukan Sekadar Cari Pengalaman

Kata Netizen
Pengalaman Mengisi Kultum di Masjid Selepas Subuh dan Tarawih

Pengalaman Mengisi Kultum di Masjid Selepas Subuh dan Tarawih

Kata Netizen
Mencari Solusi dan Alternatif Lain dari Kenaikan PPN 12 Persen

Mencari Solusi dan Alternatif Lain dari Kenaikan PPN 12 Persen

Kata Netizen
Tahap-tahap Mencari Keuntungan Ekonomi dari Sampah

Tahap-tahap Mencari Keuntungan Ekonomi dari Sampah

Kata Netizen
Cerita Pelajar SMP Jadi Relawan Banjir Bandang di Kabupaten Kudus

Cerita Pelajar SMP Jadi Relawan Banjir Bandang di Kabupaten Kudus

Kata Netizen
Mengapa 'BI Checking' Dijadikan Syarat Mencari Kerja?

Mengapa "BI Checking" Dijadikan Syarat Mencari Kerja?

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com