Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Permasalahan penyakit yang melanda hewan di Indonesia tampaknya belum ada tanda-tanda akan segera usai. Setelah sempat ada kabar kasus rabies yang ditemukan di NTT, belum lama ini kembali ditemukan penyakit antraks di Gunung Kidul.
Bahkan sebelumnya kasus Flu Burung Clade Baru, PMK, ASD, LSD, dan PPPR juga sempat merebak di beberapa wilayah di Indonesia.
Kementerian Kesehatan RI mengungkapkan adanya tiga korban masyarakat yang meninggal usai dinyatakan terpapat antraks. Kejadian ini terjadi di Kecamatan Semanu, Gunung Kidul, Yogyakarta.
Penyebab meninggalnya ketiga warga Gunung Kidul tersebut menurut Kemenkes karena terindikasi positif antraks setelah mengonsumsi daging sapi atau tertular dari hewan yang tidak sehat atau mati karena sakit.
Sebelumnya, pada tahun 2019 kasus pertama antraks juga pernah ditemukan di wilayah Gunung Kidul, tepatnya di Dusun Grogol IV, Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo.
Kemudian, kasus antraks dilaporkan merebak juga di Dusun Ngrejek Wetan, Desa Gombang Kecamatan Ponjong.
Dilansir dari Kompas.com, Kepala Seksi Kesehatan Hewan dan Veteriner, Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Gunungkidul, Retno Widiastuti saat itu menyatakan, sejak Desember 2019, ada 21 sapi dan 15 kambing yang diketahui mati mendadak diduga karena antraks.
Selain itu, sebanyak 15 ekor hewan ternak di Kabupaten Gunungkidul juga dilaporkan mati karena positif penyakit antraks. Kematian belasan ternak ini terjadi sejak 14 Desember 2021 sampai 28 Januari 2022.
Memang penyakit antraks ini kerap menyerang hewan herbivora seperti sapi, kambing, domba, dan lainnya serta dapat menular ke manusia (Zoonosis).
Perlu digarisbawahi bahwa penyakit antraks yang termasuk dalam golongan zoonosis dan sangat menular ini disebabkan oleh akteri Bacillus anthracis, bukan virus sebagaimana banyak ditulis di berbagai media.
Bakteri ini bersifat gram positif, berbentuk batang, tidak bergerak dan membentuk spora. Bentuk vegetatifnya dapat tumbuh subur di dalam tubuh dan segera menjadi spora apabila berada di luar tubuh dan terpapar dengan udara luar. Spora inilah yang akan menyebar dengan cepat, salah satunya melalui air hujan.
Apabila hewan memakan pakan atau meminum air yang terkontaminasi spora tadi, maka hewan tersebut dapat langsung terinfeksi penyakit antraks. Bahkan penyakit dapat timbul ketika spora tersebut mengenai bagian tubuh dengan luka terbuka.
Selain itu, hewan yang telah menderita antraks juga dapat menulari hewan lainnya melalui cairan (eksudat) yang keluar dari tubuhnya. Cairan ini juga dapat mencemari tanah sekelilingnya dan dapat menjadi sumber munculnya kembali wabah antraks di masa mendatang.
Spora antraks dapat bertahan di tanah hingga puluhan sampai ratusan tahun lamanya. Spora ini hanya bisa mati oleh pemanasan pada temperatur 100 derajat celclius selama 20 menit atau pemanasan kering pada temperatur 140 derajat celcius selama 30 menit.
Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit antraks semakin meluas adalah dengan pengetatan/pembatasan lalu lintas hewan.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya