Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ozy V. Alandika
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Ozy V. Alandika adalah seorang yang berprofesi sebagai Guru. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Benarkah Sempitnya Ruang Kelas Memengaruhi Rendahnya Problem Solving?

Kompas.com - 04/10/2022, 13:23 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Ketika Ruang Kelas Siswa Terlalu "Sempit", Problem Bakal Jadi Minim Solving"

Memangnya ada hubungan antara ukuran ruang kelas dengan rendahnya kemampuan daya siswa dalam menyelesaikan masalah (problem solving)?

Beberapa hari sebelum Penilaian Akhir Semester (PAT) digelar, saya menggiatkan kegiatan belajar sembari jalan-jalan mengelilingi lingkungan sekolah seraya melihat aktivitas warga.

Sebenarnya materi pelajaran yang diampu pada semester ini sudah habis, hanya perlu sedikit refleksi dan apersepsi agar anak-anak tidak melupakan materi yang telah diajarkan.

Pada awalnya, saya hanya mengajak anak kelas 1 SD dengan jumlah 5 orang untuk berkeliling melihat alam, melihat aktivitas warga, sembari melihat fenomena yang ada di sekitar sekolah.

Kebetulan materi terakhir ialah tentang budi pekerti kepada orang tua dan guru, serta membangun hubungan baik antar sesama manusia.

Selama 20 menit, saya coba hadirkan masalah terkait pentingnya perilaku rendah hati terhadap orang tua pada siswa kelas 1. Namun, penjelasan saya direspon dengan raut wajah kebingungan.

Dari permasalahan tersebut, di sinilah terbayang fenomena bahwa ruang kelas terlalu sempit bagi siswa.

Sempit dalam artian terlalu sedikit pengalaman, pemecahan masalah, dan pemahaman.

Pentingnya Guru Mengajarkan Problem Solving pada Siswa Tidak Sekadar dari Dalam Kelas

Mengajari anak mengenai problem solving tidak serta merta hanya berupa teori. Siswa perlu mengalaminya secara langsung dengan bimbingan guru agar siswa mampu memahami problem solving.

Maka dari itulah, terkadang model pembelajaran problem solving akan terasa sulit mencapai kata "sukses" bila hanya dilakukan di kelas, mengingat insight siswa yang amat bergantung kepada literasi dan pengalaman mereka.

Menuntut ilmu di luar negeri bukan saja untuk mendapatkan ilmu secara kognitif (academic skills). Lebih dari itu, mereka mengingingkan ilmu dan ketrampilan bersifat afektif dan psikomotorik, misalnya critical thinking, problem solving, communication, collaboration dan creativity/invention yang justru sangat dibutuhkan dalam persaingan global.
www.shutterstock.com Menuntut ilmu di luar negeri bukan saja untuk mendapatkan ilmu secara kognitif (academic skills). Lebih dari itu, mereka mengingingkan ilmu dan ketrampilan bersifat afektif dan psikomotorik, misalnya critical thinking, problem solving, communication, collaboration dan creativity/invention yang justru sangat dibutuhkan dalam persaingan global.
Lantas, apa yang dapat dilakukan guru agar siswa mampu memiliki kemampuan problem solving?

Pertama, jika ruang kelas dirasa sempit untuk memperkenalkan dunia pada siswa, maka guru perlu memasukkan dunia ke dalam kelas dengan cara menyajikan fenomena yang ada di sekitar mereka.

Kedua, jika suasana kelas tidak memungkinkan untuk memasukkan dunia, maka sudah saatnya guru mengajak siswa keluar kelas untuk melihat dunia dan seperangkat fenomenanya.

Dalam kasus di atas, saya mengajarkan problem solving dengan mengajak siswa
berkeliling ke belakang kelas.

Kami melewati jalan memutar untuk keluar dari lingkungan sekolah. Saya pun meminta siswa secara bergantian untuk menyapa warga yang sedang menjemur pakaian, memetik kopi, hingga warga yang sedang mendirikan tenda untuk hajat.

Setelah puas jalan-jalan dan kembali tiba ke gang masuk lingkungan sekolah, saya pun bertanya tentang apa yang mereka dapatkan dari percakapan dengan warga.

Dari pengalaman tersebut, siswa mampu menyelesaikan memahami terkait perilaku rendah hati dan juga mampu memaknai pengalaman mereka sendiri di lapangan.

Jika salah satu dari kedua gagasan di atas tidak dicoba, maka seringkali para guru akan menjumpai pembelajaran yang berbasis problem namun minimsolving.

 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

'Selain Donatur Dilarang Mengatur', untuk Siapa Pernyataan Ini?

"Selain Donatur Dilarang Mengatur", untuk Siapa Pernyataan Ini?

Kata Netizen
Kenapa Mesti Belajar Menolak dan Bilang 'Tidak'?

Kenapa Mesti Belajar Menolak dan Bilang "Tidak"?

Kata Netizen
'Fatherless' bagi Anak Laki-laki dan Perempuan

"Fatherless" bagi Anak Laki-laki dan Perempuan

Kata Netizen
Mudik Backpacker, Jejak Karbon, dan Cerita Perjalanan

Mudik Backpacker, Jejak Karbon, dan Cerita Perjalanan

Kata Netizen
Antara RTB dan Kualitas Hidup Warga Jakarta?

Antara RTB dan Kualitas Hidup Warga Jakarta?

Kata Netizen
Apa yang Membuat Hidup Sederhana Jadi Pilihan?

Apa yang Membuat Hidup Sederhana Jadi Pilihan?

Kata Netizen
Pembelajaran dari Ramadan, Minim Sampah dari Dapur

Pembelajaran dari Ramadan, Minim Sampah dari Dapur

Kata Netizen
Bagaimana Premanisme Bisa Hidup di Tengah Kehidupan?

Bagaimana Premanisme Bisa Hidup di Tengah Kehidupan?

Kata Netizen
Kasus Konstipasi Meningkat Selama Puasa, Ini Solusinya!

Kasus Konstipasi Meningkat Selama Puasa, Ini Solusinya!

Kata Netizen
Zakat di Sekolah, Apa dan Bagaimana Caranya?

Zakat di Sekolah, Apa dan Bagaimana Caranya?

Kata Netizen
Kesiapan Tana Toraja Sambut Arus Mudik Lebaran

Kesiapan Tana Toraja Sambut Arus Mudik Lebaran

Kata Netizen
Ada Halte Semu bagi Pasien Demensia di Jerman

Ada Halte Semu bagi Pasien Demensia di Jerman

Kata Netizen
Memberi Parsel Lebaran, Lebih dari Sekadar Berbagi

Memberi Parsel Lebaran, Lebih dari Sekadar Berbagi

Kata Netizen
Melihat Kota Depok Sebelum dan Setelah Lebaran

Melihat Kota Depok Sebelum dan Setelah Lebaran

Kata Netizen
'Mindful Eating' di Bulan Ramadan dan Potensi Perubahan Iklim

"Mindful Eating" di Bulan Ramadan dan Potensi Perubahan Iklim

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau