Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Asam di Gunung, Garam Tak Hanya di Laut"
Garam merupakan salah satu bahan masakan yang bisa dipastikan selalu ada di dapur.
Tanpa garam, setiap masakan rasanya tentu akan sangat hambar.
Lantas, dari mana asal usul garam?
Seperti diketahui, bahwa sebagian besar garam berasal dari laut, sementara asam biasanya ada di gunung.
Namun, pernyataan itu tidak selalu benar. Ternyata, garam juga ada di gunung.
Di Kalimantan Utara, ada dua situs sumber garam yang dapat ditambang dari gunung, yakni di Long Midang dan Pa Kebuan, Kecamatan Krayan Timur. Sumber air garam yang terbesar dari kedua situs ini adalah yang berada di Desa Pa Kebuan.
Saat saya melakukan kerja lapangan, informan menyebutkan bahwa penemuan situs garam ini terjadi ratusan tahun yang lalu.
Penemunya adalah dua saudara kakak beradik, bernama Murang dan Sibal warga Suku Dayak Lundayeh.
Dua bersaudara ini kemudian mendirikan sebuah kampung (Pa Kebuan) dan penduduk yang berdomisili di Desa Pa Kebuan yang saat ini merupakan keturunan mereka berdua.
Nama desa ini diambil dari nama sungai yang mengalir di wilayah desa, sebagaimana lazimnya penamaan desa-desa di pedalaman Kalimantan.
Sumur garam atau begmen tetap menjadi aset milik marga Murung dan Sibal, namun manfaatnya dapat dirasakan seluruh warga kampung.
Garam diproduksi dalam satu rumah produksi yang diberi nama "Rumah Garam Mursib Pa Kebuan".
Mursib adalah singkatan dari nama penemunya yakni Murang dan Simbal.
Di rumah produksi garam Mursib Desa Pa Kebuan, terdapat 32 tungku perebusan milik warga. Satu tungku dapat menghasilkan rata-rata 20 Kg garam.
Kapasitas rumah produksi garam dalam sekali perebusan adalah 640 Kg per tiga hari.
Jika produksi garam dilakukan secara kontinu dalam satu bulan, jumlah garam gunung yang dapat diproduksi mencapai 6,4 ton.
Namun, produksi garam sebanyak itu belum pernah dilakukan oleh penduduk. Tujuan produksi lebih utama untuk memenuhi kebutuhan garam warga kampung, surplus produksi mereka jual ke penduduk luar desa bahkan ke Malaysia.
Menurut Pak Jumanli, kepala desa serta keturunan penemu situs garam ini, bangmen atau sumur garam yang ada di Desa Pa Kebuan belum pernah kering, air asin akan bertambah secara alami di musim kemarau maupun musim hujan.
Lebih lanjut disebutkan, alasan mengapa mereka tidak memproduksi garam di rumah masing-masing dikarenakan dahulu jalannya masih jelek serta kendaraan yang mengangkutnya mudah karatan karena terkena air garam. Itu sebabnya penduduk desa memutuskan membuat rumah produksi garam di satu tempat.
Selain warga kampung, ada satu keluarga yang mengelola rumah produksi ini sehari-hari yakni Pak Johan (42) dan istrinya Linda (40). Anak kecil mereka kadang turut bersama mereka selama proses pembuatan garam.
Menurut Ibu Linda, keluarganya telah menekuni pembuatan garam gunung selama 40 tahun.
"Waktu orang tua saya masih mengelola sumur garam ini, saya yang masih kecil sering ikut ke sini, sekarang kami pula yang melanjutkannya," tuturnya.
Produksi garam Ibu Linda terdiri atas 2 jenis yakni, garam yang berwarna merah jambu dan garam berwarna putih.
Garam berwarna merah jambu di jual seharga 30 ribu per Kg, sedangkan garam berwarna putih dijual seharga 40 ribu per kilo gramnya.
Teknik produksi garam gunung yang dipraktikkan di Rumah Produksi Garam Mursib Desa Pa Kebuan telah mengalami perkembangan.
Dahulu, proses perebusan hanya dilakukan satu kali dan warna garam yang diperoleh tidak terlalu putih.
Penemuan teknik kedua produksi garam justru terjadi tidak sengaja ketika instalasi rumah produksi garam ini mengalami kebakaran di masa lalu.
Pasca kebakaran, air dalam drum perebusan yang masih tersisa mereka langsung tidak buang.
Mereka mencoba-coba untuk merebusnya kembali, dari hasil perebusan kedua kali ini mereka melihat bahwa abu dan serbuk kotoran lainnya yang mengendap di dasar drum terpisah dalam proses perebusan dan pengendapan.
Garam yang berada di atas kemudian diciduk dengan buluk garo---bilah bambu yang dibentuk sedemikian rupa agar dapat menggaruk serbuk garam dari tungku perebusan.
Dari aspek rasa, garam gunung Krayan disebut lebih enak dengan butirannya yang halus.
Garam berwarna merah sangat baik jika dipakai untuk penyedap rasa masakan daging, sementara garam berwarna putih sangat enak jika dipakai untuk penyedap rasa masakan sayuran.
Dari aspek kandungan mineralnya, garam gunung dari Krayan mengandung sejumlah mineral dan kandungannya yang besar.
Berikut sebagian kandungan mineral penting yang dikandung garam gunung yang diproduksi di Krayan berdasarkan penelitian Herman dan Rolan Rusli dari Laboratorium Kimia Analisis Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman tahun 2012.
Selain digunakan untuk penyedap rasa masakan, menurut penduduk lokal, kerak garam yang diambil dari dasar drum atau bejana perebusan dapat dipakai sebagai masker guna menghilangkan jerawat di wajah.