Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tonny Syiariel
Penulis di Kompasiana

Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Kisah Jakarta yang Pernah Memiliki Tempat Judi Alias Kasino

Kompas.com, 23 Oktober 2022, 09:55 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Kala Jakarta Punya Kasino dan Pengusaha Indonesia Bangun Kasino di Pulau Natal"

Siapa pun tahu bahwa perjudian dilarang di Indonesia. Tak hanya pemerintah, hampir seluruh warga negara Indonesia pun tentu sepakat bahwa judi hanya akan merugikan dan tentunya melanggar norma agama.

Akan tetapi, ternyata perjudian pernah menjadi hal yang legal di Jakarta. Memori akan kota Jakarta yang pernah memiliki kasino alias tempat judi kembali hadir lantaran kisah Gubernur LE yang hobi ke kasino.

Sejarah Kasino di Jakarta

Kisah kota Jakarta yang pernah memiliki kasino berawal pada saat pemerintahan Gubernur Ali Sadikin yang menjabat antara tahun 1966 hingga 1977.

Syahdan, di awal pemerintahannya kala itu, Ali Sadikin terkejut ketika mengetahui APBD DKI Jakarta hanya sebesar Rp66 juta. Itupun sudah termasuk hasil pungutan pajak daerah dan subsidi dari pemerintah pusat.

Ali Sadikin bingung, bagaimana mungkin membangun Jakarta dengan APBD sekecil itu. Lantas ia pun kemudian mencari solusi terbaik memperoleh dana pembangunan Jakarta tanpa menabrak undang-undang yang ada.

Sekda DKI Jakarta kala itu, Djumadjitin lalu menunjukkan padanya Undang-Undang No. 11 Tahun 1957 tentang Peraturan Pajak Daerah.

Undang-Undang ini membuka peluang bagi Pemda untuk memungut pajak atas izin perjudian. Dari sini, sebuah jalan pun terbentang lebar bagi pemerintahan Ali Sadikin.

Sebagai langkah awal, pada tanggal 26 Juli 1967, Ali Sadikin mengeluarkan Surat Keputusan yang melarang semua perjudian gelap di wilayah DKI Jakarta.

Tak lama setelah SK itu terbit, hanya berselang dua bulan, Jakarta pun mencatat sejarah dengan berdirinya kasino pertama di kawasan Petak Sembilan No. 52, Jakarta Barat.

Salah satu kedai kopi tertua di Jakarta berada di kawasan Petak Sembilan.Tony Syiariel Salah satu kedai kopi tertua di Jakarta berada di kawasan Petak Sembilan.
Otomatis kebijakan Ali Sadikin tersebut langsung ditentang banyak pihak. Ia pun kemudian mendapat julukan sebagai “Gubernur Judi” hingga “Gubernur Maksiat”.

Akan tetapi sebagai orang nomor satu DKI Jakarta sekaligus Purnawirawan Letnan Jenderal KKO itu bergeming. Ia percaya bahwa dia memiliki landasan hukum yang jelas.

Gubernur di era sebelumnya mestinya tahu. "Hanya saja gubernur-gubernur lain tidak berani melakukannya," ujar Ali Sadikin seperti dikutip dari Biografi Bang Ali: Demi Jakarta 1966-1977 karya Ramadhan K.H. "Saya berani untuk keperluan rakyat Jakarta."

Selain kasino di bilangan Petak Sembilan, beberapa kasino lain pun menyusul dibuka, seperti Hailai Casino yang dibangun pada tahun 1971 dan Copacabana Casino yang dibangun pada tahun 1975 di kawasan Ancol, Jakarta Utara. Lalu ada juga di lantai bawah Djakarta Theater dan di Proyek Senen, Jakarta Pusat.

Copacabana Casino bukanlah kasino sembarangan. Kasino ini merupakan salah satu kasino yang bergengsi pada masa itu. Copacabana Casino berada persis di sebelah Hotel Horison (kini Mercure Convention Center Ancol).

Kasino ini bahkan memiliki ruang khusus VIP yang tentunya hanya pejudi kelas atas yang boleh diizinkan masuk.

Kasino lain yang juga termasuk kasino bergengsi pada masanya ialah Hailai Casino. Konon katanya, kasino ini adalah hasil kerja sama dengan Stanley Ho, pengusaha tajir asal Hong Kong yang terkenal sebagai Raja Judi di Makau.

Stanley Ho, yang juga disebut-sebut sebagai "Godfather & King of Gambling" itu adalah pemilik SJM Holdings, sebuah perusahaan raksasa yang memiliki 19 kasino di Makau. Satu di antaranya yang paling terkenal adalah Casino Grand Lisboa.

Alhasil, berkat pajak judi itulah, keuangan pemerintah DKI Jakarta meningkat. Dari pajak judi itu pula Ali Sadikin kemudian membangun Ibu Kota Jakarta. Mulai dari proyek perbaikan kampung-kampung, pembangunan sekolah-sekolah hingga Taman Ismail Marzuki.

Akan tetapi, setelah masa jabatan Ali Sadikin berakhir pada 1977, para pengusaha judi pun bak kehilangan “pelindung” utamanya.

Akibatnya pada April 1981, Copacabana Casino di Ancol pun ditutup untuk selamanya oleh Gubernur Tjokropranolo. Alasannya, "Ini sudah perintah Pak Harto. Judi harus dihapus, bukan dialihkan ke tempat lain," katanya, seperti dikutip majalah Forum Keadilan, edisi Agustus 1995.

Kasino-kasino lain pun menyusul ditutup. Tetapi Hailai bernasib berbeda. Kasinonya memang ditutup, tetapi bisnis klub malamnya masih sempat berkibar.

Dengan mengusung nama baru, yakni International Hailai Executive Club, klub malam ini pernah sangat terkenal hingga menyurut di tahun 2000-an. Bekas gedung Hailai kini sudah terbakar habis pada November 2019 silam.

Akibat ditutupnya kasino-kasino di Jakarta, banyak pejudi yang tak punya pilihan selain terbang ke Genting di Malaysia atau ke Makau yang memang terkenal sebagai "Las Vegas of Asia".

Hal itu sebenarnya tak disukai oleh Ali Sadikin karena dianggap hanya membuang devisa ke negara lain.

Di sisi lain, ditutupnya kasino di Jakarta malah memberikan ide bisnis bagi seorang pengusaha properti asal Perth, Frank Woodmore.

Woodmore kemudian menggandeng pengusaha asal Solo, Robby Sumampow, membangun bisnis judi di Pulau Natal (Christmas Island), Australia pada tahun 1985 dengan nama Christmas Island Resort Pty Ltd.

Ilustrasi tempat judi alias kasino The Christmas Island pada tahun 1990-an.David Curl Ilustrasi tempat judi alias kasino The Christmas Island pada tahun 1990-an.
Sejak mendapatkan lisensi kasino dari Pemerintah Federal Australia, lokasi berjudi yang kemudian terkenal dengan nama Christmas Island Casino and Resort pun melaju kencang. Pengunjung kasino alias pejudi di sana umumnya berasal dari berbagai kota Asia Tenggara termasuk Jakarta.

Sebuah maskapai nasional milik Tommy Soeharto yang sedang melejit kala itu, yakni Sempati Air sempat ikut terjun ke rute ini dengan membuka layanan penerbangan dari Jakarta yang bersaing dengan Ansett Airlines yang juga melayani rute ke Pulau Natal dari Perth dan Singapura.

Akan tetapi, Christmas Island Casino yang pernah disebut sebagai salah satu kasino paling menguntungkan di dunia tidak berusia panjang.

Setelah hanya beroperasi sekitar 4 tahun, kasino ini akhirnya ditutup. Penyebabnya tidak lain adalah krisis finansial yang menghantam Asia di tahun 1997-1998.

Setelah kasino-kasino tersebut semuanya menghilang, para pecandu judi Indonesia pun mulai melanglang buana ke berbagai negara. Ada yang kembali ke Genting Highlands di Malaysia dan Makau, Cina.

Selain ke Malaysia dan Makau, banyak pejudi yang juga mencoba peruntungan ke Burswood Island Casino (kini bernama Crown Perth) di Perth atau ke Jupiters Hotel Casino (The Star Gold Coast) di Gold Coast, Queensland, Australia, hingga tak sedikit yang bahkan ke Las Vegas, AS.

Judi memang begitu. Dia akan selamanya ada ketika manusia masih selalu mencari peruntungan secara instan. Meskipun sudah terbukti selama ribuan tahun, bandar judi akan semakin kaya dan pemain judi bakal kian merana.

Jadi? Jangan berjudilah kawan!

Referensi: 1

 
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Rajabasa dan Pelajaran Tentang Alam yang Tak Pernah Bisa Diremehkan
Rajabasa dan Pelajaran Tentang Alam yang Tak Pernah Bisa Diremehkan
Kata Netizen
Harga Buku, Subsidi Buku, dan Tantangan Minat Baca
Harga Buku, Subsidi Buku, dan Tantangan Minat Baca
Kata Netizen
Rapor Anak dan Peran Ayah yang Kerap Terlewat
Rapor Anak dan Peran Ayah yang Kerap Terlewat
Kata Netizen
Merawat Pantun, Merawat Cara Kita Berbahasa
Merawat Pantun, Merawat Cara Kita Berbahasa
Kata Netizen
Bukan Sekadar Cerita, Ini Pentingnya Riset dalam Dunia Film
Bukan Sekadar Cerita, Ini Pentingnya Riset dalam Dunia Film
Kata Netizen
Sumatif di SLB, Ketika Penilaian Menyesuaikan Anak, Bukan Sebaliknya
Sumatif di SLB, Ketika Penilaian Menyesuaikan Anak, Bukan Sebaliknya
Kata Netizen
Dari Penonton ke Pemain, Indonesia di Pusaran Industri Media Global
Dari Penonton ke Pemain, Indonesia di Pusaran Industri Media Global
Kata Netizen
Hampir Satu Abad Puthu Lanang Menjaga Rasa dan Tradisi
Hampir Satu Abad Puthu Lanang Menjaga Rasa dan Tradisi
Kata Netizen
Waspada Leptospirosis, Ancaman Penyakit Pascabanjir
Waspada Leptospirosis, Ancaman Penyakit Pascabanjir
Kata Netizen
Antara Loyalitas ASN dan Masa Depan Karier Birokrasi
Antara Loyalitas ASN dan Masa Depan Karier Birokrasi
Kata Netizen
Setahun Coba Atomic Habits, Merawat Diri lewat Langkah Sederhana
Setahun Coba Atomic Habits, Merawat Diri lewat Langkah Sederhana
Kata Netizen
Mengolah Nilai Siswa, Tantangan Guru di Balik E-Rapor
Mengolah Nilai Siswa, Tantangan Guru di Balik E-Rapor
Kata Netizen
Pernikahan dan Alasan-alasan Kecil untuk Bertahan
Pernikahan dan Alasan-alasan Kecil untuk Bertahan
Kata Netizen
Air Surut, Luka Tinggal: Mendengar Suara Sunyi Sumatera
Air Surut, Luka Tinggal: Mendengar Suara Sunyi Sumatera
Kata Netizen
Pacaran Setelah Menikah, Obrolan Berdua Jadi Kunci
Pacaran Setelah Menikah, Obrolan Berdua Jadi Kunci
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau