Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bambang Trim
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Bambang Trim adalah seorang yang berprofesi sebagai Penulis. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Pameran Buku Indonesia: Riwayatmu Kini

Kompas.com - 22/11/2022, 14:06 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Apa Kabar Pameran Buku Indonesia?"

Sudah lama saya tidak berkunjung ke pameran buku, kecuali bazar buku seperti Big Bad Wolf.

Hal itu mungkin juga karena sudah mencapai titik jenuh. Sebab, sejak tahun 1998 bergiat di industri buku, saya tidak pernah absen menghadiri pameran buku di Jakarta, Bandung, dan terkadang Yogyakarta.

Kepentingannya bermacam-macam, mulai dari berjualan buku, mengamati tren, bersilaturahim dengan rekan-rekan pegiat buku, dan tentu saja berburu buku.

Suatu waktu hari Ahad, 13 Januari 2022 saya harus hadir di Indonesia International Book Fair (IIBF) yang digelar Ikapi, di Hall B, Jakarta Convention Center.

Di acara itu saya menjadi narasumber sebagai penulis buku Sejarah Perbukuan: Kronik Perbukuan Indonesia Melewati Tiga Zaman. Selain itu, acara ini juga menjadi awal dari pemecah kevakuman saya tampil di panggung pameran buku selama beberapa tahun.

Dari dalam diri ada kerinduan yang memantik untuk menikmati debur gagasan di lautan buku. Namun perlu diakui perbukuan Indonesia memang sedang banyak diempas ombak masalah,

Hal ini terlihat pada kongres asosiasi perbukuan sejagat (International Publisher Association, 10--12 November 2022) di IIBF karena Indonesia menjadi tuan rumah.

Di kongres tersebut, isu yang diangkat adalah soal hak cipta dan pembajakan buku yang terutama di Indonesia tidak pernah padam, bahkan malah makin menyala tanpa rasa.

Selain itu, perbukuan Indonesia juga tengah menghadapi disrupsi teknologi dan dipaksa beradaptasi dengan keadaan untuk melahirkan para pembaca buku generasi baru.

Akan tetapi, kerja-kerja kreatif penerbitan buku sejatinya tidak akan pernah padam karena buku telah menjadi kebutuhan primer untuk memenuhi dahaga pengetahun, informasi, dan hiburan.

Buku masih mempertahankan bentuknya yang tradisional dan juga mencoba bersolek dengan bentuknya yang digital.

Bicara mengenai pameran buku di Indonesia memang pernah ada masanya terlalu berlebihan, di mana hampir setiap bukan selalu ada pameran buku.

Hingga kemudian mencapai titik jenuh dan berimbas pada penjualan buku yang tak lagi dapat mengandalkan sebuah pameran.

Namun, di tengah masa-masa jenuh mengadakan pameran itu, para pelaku perbukuan justru dikejutkan dengan model bazar yang digelar oleh Big Bad Wolf.

Bazar buku internasional itu kemudian dibanjiri oleh pengunjung yang dianggap sudah jenuh dengan pameran buku ala Indonesia.

Sejarah Pameran Buku di Indonesia

Di Jakarta, IKAPI DKI masih bertahan dengan tradisi Islamic Book Fair sebagai pameran buku yang selalu disesaki pengunjung.

Di Yogyakarta muncul pameran buku Patjar Merah yang unik sehingga menyegarkan penyelenggaraan pameran buku selama ini.

Di Bandung, IKAPI Jabar yang menguasai tradisi pameran buku masih tidak mampu beranjak dari pola lama sehingga ketika Covid-19 melanda, praktis tak ada lagi pameran buku. IKAPI Pusat mempertahankan IIBF juga dengan tertatih karena sempat tak berkutik diempas badai Covid-19.

Dari sini timbul pertanyaan, apakah tradisi pameran buku di Indonesia masih akan menarik bagi para pengunjung terutama pengunjung milenial dan Gen Z?

Pengunjung berburu buku di pameran buku BBW Jakarta 2020, Rabu (11/3/2020).KOMPAS.com/NICHOLAS RYAN ADITYA Pengunjung berburu buku di pameran buku BBW Jakarta 2020, Rabu (11/3/2020).
Saya beryakinan tradisi ini masih akan memikat dengan sentuhan kreatif karena bagaimana pun dunia buku juga melahirkan selebritas-selebritas yang selalu memancing banyak orang untuk datang.

Dalam sejarahnya di Nusantara, buku selalu menjadi magnet bagi banyak orang karena ada banyak "misteri" di balik kelahiran sebuah buku.

Oleh karenanya, pameran buku lah yang akan menjadi pintu untuk membuka misteri-misteri itu dan jendela untuk sekadar melongok kemeriahan gagasan yang dituliskan.

Sejarah pameran buku di Indonesia tercatat sudah berlangsung lama. Pada tahun 1953 tercatat pernah ada pameran buku akbar yang diprakarsai oleh Tjoe Wie Tay (Haji Masagung), pendiri Toko Buku dan Penerbit Gunung Agung.

Setahun setelahnya, tahun 1954 Tjoe Wie Tay kembali menggelar Pekan Buku Indonesia yang pada waktu itu dihadiri oleh Bung Karno dan Bung Hatta.

Dari itu, Tjoe Wie Tay diminta menggelar pameran buku di Medan tahun 1954 ketika berlangsung perhelatan Kongres Bahasa Indonesia.

Dari beberapa pameran yang diadakan tersebut, maka bisa dibilang bahwa Tjoe Wie Tay dan Gunung Agung merupakan perintis pameran buku Indonesia pertama setelah kemerdekaan.

Walaupun kini Toko Gunung Agung sudah rontok oleh zaman dan kita hanya bisa melihat tempat ia pertama kali didirikan, yaitu di Kwitang, Jakarta Pusat.

Pramoedya Ananta Toer dalam bukunya Nyanyi Sunyi Seorang Bisu (2000, hlm. 186-216) mengisahkan kepada anaknya bahwa ia bertemu dengan ibunya pada saat Pekan Buku Indonesia 1954. Sang ibu, Maemunah Thamrin, menjadi salah seorang penjaga stan di pameran buku itu.

"Untuk pertama aku melihat ibumu dalam bulan Oktober atau Nopember 1954 di Pekan Buku, diselenggarakan oleh perusahaan buku Gunung Agung. Ibumu menjaga salah sebuah stand," begitu tulis Pram.

Perjumpaan jodoh itu disebut-sebut mengubah hidup Pram yang terpuruk. Ternyata pameran buku menyisipkan banyak kisah bagi para penulis, termasuk Pramoedya Ananta Toer.

Bagi saya pribadi, pameran buku juga banyak menyisipkan kisah di balik karier saya di dunia perbukuan.

Apa kabar pameran buku? Dikau selalu memantik rindu.

Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
7 Cara Anak Bekasi atasi 'Commuting Stress'
7 Cara Anak Bekasi atasi "Commuting Stress"
Kata Netizen
Tentang Royalti Lagu 'Indonesia Raya' dan Rilis Versi Lokananta
Tentang Royalti Lagu "Indonesia Raya" dan Rilis Versi Lokananta
Kata Netizen
Mencicip Segala 'Rasa Singkawang' di Krendang, Jakarta Barat
Mencicip Segala "Rasa Singkawang" di Krendang, Jakarta Barat
Kata Netizen
Siapa Masih Jadikan Hujan sebagai Alasan Bolos?
Siapa Masih Jadikan Hujan sebagai Alasan Bolos?
Kata Netizen
Apa yang Lelaki Renungkan Sebelum Memutuskan Menikah?
Apa yang Lelaki Renungkan Sebelum Memutuskan Menikah?
Kata Netizen
Kita Bekerja untuk Membeli Waktu di Jakarta
Kita Bekerja untuk Membeli Waktu di Jakarta
Kata Netizen
Merasakan Pertumbuhan Ekonomi dari Kedai Kopi
Merasakan Pertumbuhan Ekonomi dari Kedai Kopi
Kata Netizen
Kenangan dari Pasar Comboran Tak Pernah Usang
Kenangan dari Pasar Comboran Tak Pernah Usang
Kata Netizen
Kasus eFishery dan Pembelajaran untuk Investor Saham
Kasus eFishery dan Pembelajaran untuk Investor Saham
Kata Netizen
Royalti Musik, Musisi Lokal, dan Dilema Pemilik Kafe
Royalti Musik, Musisi Lokal, dan Dilema Pemilik Kafe
Kata Netizen
Sudahi Buang Sampah di Laci Meja Sekolah, Ya!
Sudahi Buang Sampah di Laci Meja Sekolah, Ya!
Kata Netizen
Terpaksa Jadi Rojali karena Tak Ada Ruang Berkumpul
Terpaksa Jadi Rojali karena Tak Ada Ruang Berkumpul
Kata Netizen
Bisakah Kita PDKT dengan Bermodalkan Nekat?
Bisakah Kita PDKT dengan Bermodalkan Nekat?
Kata Netizen
Ketika Semua Gaji Diserahkan ke Istri, Suami Gak Pegang Uang?
Ketika Semua Gaji Diserahkan ke Istri, Suami Gak Pegang Uang?
Kata Netizen
Sisi Lain Rojali dan Rohana yang Perlu Orang Ketahui
Sisi Lain Rojali dan Rohana yang Perlu Orang Ketahui
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau