Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bergman Siahaan
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Bergman Siahaan adalah seorang yang berprofesi sebagai Penulis. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Pengalaman Menyekolahkan Anak di Selandia Baru

Kompas.com - 08/12/2022, 09:33 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Pada pendidikan dasar, kurikulum pendidikan di Selandia Baru fokus pada dasar pembelajaran di berbagai mata pelajaran dan kompetensi tetapi terutama dalam literasi dan berhitung.

Kemudian pada pendidikan menengah, mereka belajar kurikulum yang luas dan seimbang, dengan beberapa spesialisasi di Year 11-13.

Sederhananya, anak-anak di sekolah dasar diajarkan hal-hal dasar dari setiap ilmu, yang mana fokus pada hal-hal mendasar yang perlu diketahui anak pada setiap tingkatan usianya.

Guru meminimalisir pekerjaan rumah alias PR. Kalaupun ada, biasanya berupa proyek menulis, membaca dan membuat resensi buku atau proyek kreativitas.

Prinsipnya, anak belajar akademik hanya di sekolah. Rumah adalah tempat untuk belajar kehidupan bersama keluarga.

Menariknya, anak-anak tidak pernah membawa tas berat. Semua buku-buku pelajaran dan alat tulis disimpan di kelas.

Anak hanya perlu membawa perlengkapan diri seperti topi, jaket, makanan, minuman dan kebutuhannya yang lain setiap kali berangkat ke sekolah.

Visi kurikulum pendidikan Selandia Baru terasa impresif, yaitu "Orang muda yang percaya diri, terhubung, terlibat secara aktif, dan pembelajar seumur hidup" (Ministry of Education, 2015).

Prinsip dasar yang ditetapkan adalah "Harapan tinggi, Perjanjian Waitangi, Keanekaragaman budaya, Inklusi, Belajar untuk belajar, Keterlibatan komunitas, Koherensi, Fokus masa depan".

Kompetensi kunci pendidikan Selandia Baru juga sangat riil, yaitu kemampuan untuk hidup dan belajar seumur hidup.

Penulis melihat langsung bagaimana pola pengajaran di kelas sekolah dasar di Selandia Baru benar-benar mengejawantahkan pokok-pokok kurikulum tersebut.

Anak-anak dipersiapkan untuk menjadi orang yang mampu berpikir, mengendalikan diri, percaya diri, suka belajar, terlibat dan berkontribusi terhadap masyarakat. Bukankah itu kemampuan yang paling penting dimiliki seorang manusia?

Kompetensi "berkontribusi terhadap masyarakat" diharapkan terwujud dengan belajar menghargai keanekaragaman dan terlibat dalam aktivitas-aktivitas sosial.

Singkatnya, murid-murid tidak dibentuk menjadi orang pintar yang terisolir dan tidak memberi manfaat pada lingkungannya.

Keterlibatan dalam lingkungan sekitar yang majemuk dipercaya akan membentuk pikiran positif.

Dengan memahami orang-orang di sekelilingnya, anak diharapkan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari lingkungannya.

Pendidikan Karakter

Pendidikan di Selandia Baru juga terlihat unggul dalam pembentukan karakter anak.

Ada karakter lain yang terlihat dibangun sejak dini, yaitu memahami bahwa manusia itu berbeda-beda. Berbeda ras, budaya, agama bahkan kondisi kesehatan yang berbeda.

Selandia Baru memang memiliki keanekaragaman budaya karena banyaknya pendatang yang tinggal di sana.

Hampir di setiap kelas terdapat murid dari berbagai negara, ras dan agama. Namun di balik perbedaan itu, anak-anak juga diajak mencari kesamaan melalui permainan. Bahwa dengan orang yang berbeda ras dan budaya pun ternyata terdapat kesukaan yang sama, sifat yang sama dan kesamaan-kesamamaan lainnya.

Hal itu dilakukan terus-menerus dan dipercaya memperkuat rasa kebersamaan dan mengikis intoleransi.

Sekolah mengajarkan anak-anak untuk saling memberi manfaat kepada rekan-rekannya dan bukan saling bersaing apalagi menjatuhkan.

Sebagai contoh, anak-anak sering belajar dalam kelompok kecil. Keberhasilan kelompok adalah keberhasilan bersama. Lalu anak-anak yang sudah paham diwajibkan untuk mengajari temannya yang belum paham dan bukannya merahasiakan pengetahuannya untuk dirinya sendiri.

Tidak ada ranking kelas dan ujian, dan tidak ada pula rapor yang berhias angka-angka.

Sebagai gantinya, rapor siswa adalah sebuah laporan kualitatif tentang perkembangan anak yang dibandingkan dengan periode sebelumnya.

Laporan singkat itu juga memberitahu orang tua tentang kelebihan dan kekurangan si anak.

Kepercayaan diri anak-anak dipupuk sejak kecil, persis seperti visi kurikulum.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

6 Tips Memilih Kambing yang Cukup Umur untuk Kurban

6 Tips Memilih Kambing yang Cukup Umur untuk Kurban

Kata Netizen
Bagaimana Cara Glow Up dan Memilih Kosmetik Sesuai 'Skin Tone'?

Bagaimana Cara Glow Up dan Memilih Kosmetik Sesuai "Skin Tone"?

Kata Netizen
Kapan Waktu yang Tetap untuk Memulai Investasi?

Kapan Waktu yang Tetap untuk Memulai Investasi?

Kata Netizen
'Deep Talk' Ibu dengan Anak Laki-laki Boleh, Kan?

"Deep Talk" Ibu dengan Anak Laki-laki Boleh, Kan?

Kata Netizen
Santo Fransiskus, Sri Paus, dan Ajaran Keteladanan

Santo Fransiskus, Sri Paus, dan Ajaran Keteladanan

Kata Netizen
Hari Buku, Tantangan Literasi, dan Rumah Baca

Hari Buku, Tantangan Literasi, dan Rumah Baca

Kata Netizen
Ujian Pernikahan Itu Ada dan Nyata

Ujian Pernikahan Itu Ada dan Nyata

Kata Netizen
Kembalinya Penjurusan di SMA, Inikah yang Dicari?

Kembalinya Penjurusan di SMA, Inikah yang Dicari?

Kata Netizen
Potensi Animasi dan Kerja Kolaborasi Pasca Film 'Jumbo'

Potensi Animasi dan Kerja Kolaborasi Pasca Film "Jumbo"

Kata Netizen
Apa yang Berbeda dari Cara Melamar Zaman Dulu dan Sekarang?

Apa yang Berbeda dari Cara Melamar Zaman Dulu dan Sekarang?

Kata Netizen
Cerita dari Subang, tentang Empang dan Tambak di Mana-mana

Cerita dari Subang, tentang Empang dan Tambak di Mana-mana

Kata Netizen
Benarkan Worklife Balance Sekadar Ilusi?

Benarkan Worklife Balance Sekadar Ilusi?

Kata Netizen
Langkah-langkah Memulai Usaha di Industri Pangan

Langkah-langkah Memulai Usaha di Industri Pangan

Kata Netizen
Urbanisasi, Lebaran, dan 'Bertahan' di Jakarta

Urbanisasi, Lebaran, dan "Bertahan" di Jakarta

Kata Netizen
Proses Baru Karantina di Indonesia, Apa Dampaknya?

Proses Baru Karantina di Indonesia, Apa Dampaknya?

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau