Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Ada "Street Harassment" di Balik Malasnya Orang Indonesia Jalan Kaki"
Universitas Stanford pada tahun 2017 melakukan sebuah penelitian tentang kebiasaan jalan kaki. Penelitian ini melibatkan 717.000 orang dari 111 negara, termasuk Indonesia dengan mengandalkan data dari aplikasi pemantau aktivitas jalan kaki.
Dari penelitian tersebut, hasilnya menunjukkan bahwa Indonesia masuk ke dalam daftar negara paling malas jalan kaki dengan rata-rata hanya 3.513 langkah per hari.
Jumlah rata-rata langkah orang Indonesia tersebut masih di bawah rekomendasi global yang ditetapkan oleh WHO, yaitu 5.000 langkah per hari.
Ada beberapa faktor yang menjadi alasan utama orang Indonesia malas jalan kaki, di antaranya adalah cuaca dan iklim tropis.
Selain itu, ada juga yang berpedapat bahwa masih banyaknya hak pejalan kaki yang diserobot, baik oleh pedagang kaki lima di trotoar, galian atau pengendara motor yang suka lewat trotoar saat jalanan macet.
Ditambah lagi kondisi trotoar di banyak kota di Indonesia cenderung sempit dan masih saja ditambah ada yang berjualan, parkir liar, galian, dan lain-lain. Akhirnya hal-hal seperti itulah yang membuat pejalan kaki kesulitan untuk mendapat tempat yang nyaman untuk berjalan kaki.
Di luar masalah itu semua, pejalan kaki masih harus berjuang ketika sedang berjalan kaki karena masih banyaknya street harassment atau pelecehan di jalan.
Street harassment mengutip rainn.org didefinisikan sebagai komentar, gerakan atau tindakan yang tidak diinginkan dan ditujukan kepada seseorang di ruang publik tanpa persetujuan dari orang tersebut.
Tak jarang aktivitas street harassment juga diikuti oleh tindakan, komentar, atau gerakan yang berorientasi ke arah seksual dan akhirnya menjadi sexual harassment atau pelecehan seksual.
Survei Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA) pada tahun 2019 menunjukkan jalanan umum menjadi lokasi paling banyak terjadi pelecehan seksual dengan persentase sebesar 33%.
Tahun 2021 KRPA kembali melakukan survei, selama PSBB di masa pandemi covid-19 ada 2.000 responden yang melaporkan mereka mengalami pelecehan seksual di ruang publik, seperti jalanan umum dan taman.
Hal ini membuktikan lagi-lagi jalanan umum masih menduduki peringkat teratas sebagai lokasi yang paling banyak terjadi pelecehan seksual.
Survei lain dari IPSOS pada tahun 2021 menunjukkan sebanyak 80% perempuan pernah mengalami pelecehan seksual di ruang publik.
Dari berbagai macam pelecehan seksual yang banyak dialami perempuan di ruang publik, sebagian di antaranya adalah tatapan, lirikan, serta gestur-gestur tidak senonoh.
Selain itu masih ada komentar atau candaan seksual, siulan, catcalling, serta suara kecupan/ciuman.
Meski korbannya sebagian besar adalah perempuan, bukan berarti laki-laki tidak bisa menjadi korban street harassment.
Banyak laki-laki yang juga mengalami street harassment di ruang publik. Dilansir dari parapuan.co sebanyak 23% laki-laki dengan rentang usia 18-34 tahun kerap mengalami street harassment.
Selain perempuan dan laki-laki, kelompok lain pun bisa mengalami street harassment, seperti kelompok minoritas (orang berkulit hitam), kaum disabilitas, hingga kelompok LGBTQ.
Tindakan street dan sexual harassment sayangnya memang sulit untuk diketahui karena biasanya dilakukan secara diam-diam dengan memanfaatkan, situasi, kondisi, dan kesempatan dalam kesempitan.
Tindakan street harassment seperti catcalling tidak sekadar terjadi dan ditujukan kepada perempuan yang terlihat cantik dan seksi. Catcalling menurut pandangan saya terjadi karena relasi kuasa dan cara pandang yang seksis terhadap perempuan.
Mereka yang melakukan tindakan pelecehan terhadap perempuan merasa lebih superior dan dominan sehingga mendorong mereka melakukan catcall kepada perempuan.
Selain itu, cara pandang mereka yang menganggap tubuh perempuan sebagai objek yang berada di bawah mereka atau inferior serta submissive sehingga menganggap perempuan harus tunduk pada kehendak dan hasrat laki-laki.
Tindakan pelecehan yang dialami kebanyakan perempuan perlu digarisbawahi bahwa tidak ada hubungannya dengan pakaian apa yang mereka kenakan.
Sebab, berangkat dari pengalaman pribadi meski sudah menggunakan pakaian tertutup yang tidak menerawang dan tidak membentuk lekuk tutub, tetap saja masih jadi korban catcalling ketika berada di transportasi umum.
Sayangnya masih ada sebagian orang yang menganggap bahwa catcalling merupakan aktivitas yang tidak membahayakan bahkan menganggap bahwa tindakan tersebut merupakan candaan atau bentuk ekspresi ketertarikan terhadap seseorang yang dinilai menarik secara fisik.
Jika alasan seseorang melakukan catcall merupakan ekspresi ketertarikan terhadap orang lain, maka itu adalah bentuk ekspresi yang tidak sopan. Alih-alih membuat orang lain senang, orang tersebut akan merasa risih dan tidak nyaman.
Jika alasan seseorang melakukan catcall merupakan bentuk candaan, maka perlu diingat bahwa itu bukanlah candaan yang lucu dan pantas.
Saya bisa mengingatkan Anda kembali terkait catcall yang dianggap candaan ini. Ada kasus Yuyun, perempuan berusia 14 tahun yang meninggal akibat diperkosa oleh sekelompok laki-laki di perjalaan pulang sekolah. Perkosaan yang dialami Yuyun bermula dari tindakan catcall yang dilakukan oleh sekelompok laki-laki tersebut.
Jadi, terkait anggapan bahwa catcall merupakan bentuk ekspresi ketertarikan atau hanya sekadar candaan, anggapan tersebut keliru dan salah.
Catcalling, meski hanya berupa ucapan, siulan, tatapan atau lirikan nakal, tidak menutup kemungkinan jika di kemudian hari akan berkembang menjadi tindakan yang lebih parah, termasuk pemerkosaan.
Data yang menyatakan bahwa orang Indonesia malas jalan kaki tidak bisa kita terima mentah begitu saja. Masalahnya juga tidak sesederhana iklim tropis, cuaca panas dan lembab sehingga membuat orang mudah berkeringat.
Ada masalah struktural dan kultural seperti street harassment yang membuat pejalan kaki merasa tidak aman dan nyaman untuk berjalan kaki.
Street harassment, meski berupa catcalling dan belum sampai terjadi kontak fisik dan seksual, tetap bisa membuat orang takut dan trauma.
Kalau sudah begitu, meski jarak dekat pasti banyak orang akan malas untuk jalan kaki, bukan?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya