Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Suatu hari saya mendapat cerita dari Aurora (bukan nama sebenarnya) yang mengatakan bahwa dia mulai menarik diri dari orangtuanya lantaran kejadian ia dimarahi orangtuanya karena sesuatu yang sebenarnya adalah kesalahpahaman.
Aurora sering membuat status di media sosialnya. Suatu hari dia membuat status yang isinya umpatan. Orangtuanya melihat status anaknya itu kemudian menganggap kalau umpatan itu ditujukan padanya.
Sejurus kemudian orangtuanya memarahinya. Marahnya orangtua Aurora tak hanya sekali dua kali, karena kesalahpahaman itu orangtuanya jadi sering sekali memarahinya.
Hingga akhirnya Aurora memutuskan untuk mengunci media sosialnya, termasuk juga memblokir media sosial orangtuanya agar orangtuanya tak tahu status apa yang dibuatnya di media sosial.
Selain cerita Aurora yang menarik hubungan dari orangtuanya, belum lama ini juga kita mendengar seorang anak yang tega meracuni seluruh anggota keluarganya hingga tewas (Kompas, 2022)
Kejadian itu terjadi bulan November lalu. Motif pembunuhan itu diduga lantaran sang anak merasa sakit hati dan juga karena trauma psikis yang telah lama terpendam.
Masih dilansir dari Kompas, orang terdekat keluarga mengaku bahwa pelaku yang masih berusia 22 tahun itu dikenal sebagai anak yang pendiam.
Poin penting dari contoh kasus tersebut adalah seorang anak yang dikenal sebagai anak pendiam. Perlu diketahui, anak yang dikenal pendiam biasanya cenderung menarik diri dari lingkungan sosialnya, malas berinteraksi, dan enggan untuk banyak bicara.
Hal itu tentu terjadi karena alasan tertentu. Dalam sebuah buletin Teach Early Years mengungkapkan bahwa sikap pendiam seseorang akan berdampak pada kemampuan berkomunikasinya,
Dengan menurunnya kemampuan berkomunikasi seseorang, maka selanjutnya akan mengakibatkan rendahnya kepercayaan diri, senantiasa ragu atau merasa serba salah dalam mengambil keputusan, dan tidak yakin atas perbuatan maupun perkataannya sendiri.
Jadi, komunikasi adalah faktor utama yang mesti dibangun dengan baik. Sebab, masalah komunikasi yang tidak segera ditangani akan memberikan dampak yang fatal terhadap keberlangsungan hidup dan kesehatan mental seseorang.
Kejadian seperti anak yang menutup diri dari orangtuanya hingga anak yang tega membutuh anggota keluarganya menimbulkan sebuah pertanyaan: bagaimana bisa seorang anak merasa begitu sulit untuk terbuka dengan orangtuanya sendiri?
Faktor yang turut berpengaruh terhadap dekat atau tidaknya anak dengan orangtua adalah pola pengasuhan yang diterapkan orangtua.
Tak jarang, orangtua merasa bahwa dirinya lebih dominan dan memegang kendali penuh di dalam keluarga. Hal ini tentu akan memengaruhi sikap orangtua kepada anaknya.
Orangtua menganggap bahwa apa yang ia instruksikan pada anaknya adalah mutlak dan harus benar. Padahal, sang anak juga memiliki hak yang sama untuk mengungkapkan pendapatnya.