Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Beberapa taun lalu saya ingat ada sebuah definisi remisi atau kesembuhan dalam terapi depresi adalah saat kondisi 70-80% gejala membaik.
Kondisi itu berarti Sang Pasien mungkin saja mengalami gejala sisa sekitar 20% dan hal tersebut sebenarnya dulu dianggap wajar.
Akan tetapi, di masa sekarang kondisi tersebut tidak lagi dianggap bagian dari remisi/kesembuhan. Kondisi 20-30% membaik itu masih dianggap sebagai kondisi partial response atau merespons pengobatan sebagian.
Pada saat ini, remisi atau kesembuhan diartikan sebagai kondisi dengan tanpa gejala sama sekali.
Namun sayangnya banyak sekali hal yang dikaitkan dengan pencapaian kesembuhan tersebut salah satunya adalah hambatan dalam mencapai kesembuhan itu sendiri.
Prof. George Papakostas dari USA dalam sebuah simposium "Optimising outcomes in major depressive disorder (MDD): managing patients who are not fully responsive to initial antidepressant treatment" mengatakan bahwa ada sebuah penelitian yang mengungkapkan ada sepertiga pasien depresi yang menjalani pengobatan antidepresan yang tidak pernah mencapai fase kesembuhan ini.
Jumlah tersebut bisa dikatakan sangat besar (sekitar 30% lebih), mengingat depresi masih merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan gangguan pada fungsi keseharian seorang individu.
Gangguan depresi yang juga mengalami gejala gangguan jiwa yang lain dianggap menghambat proses tercapainya remisi atau kesembuhan itu sendiri.
Ketika sedang praktik, saya sering menjumpai pasien depresi yang juga mengalami gejala kecemasan, obsesif kompusif, dan juga gangguan makan.
Pasien dengan komorbid medis seperti gangguan jantung dan endokrin juga dianggap lebih sulit mencapai kesembuhan dari pasien yang tidak mengalami komorbid medis.
Terkait kegagalan dalam terapi depresi itu sendiri disebabkan oleh beberapa faktor. Terdapat 3 faktor utama yang menyebabkan kegagalan terapi depresi, yakni komorbid dengan gangguan jiwa dan gangguan medis lainnya, diagnosis yang tidak tepat, serta penggunaan obat yang tidak tepat atau tidak optimal.
Prof. Roger McIntyre, seorang peneliti depresi, meyakini walaupun kemungkinan kegagalan dalam terapi depresi cukup besar, namun masih ada ruang untuk meningkatkan strategi terapi yang lebih signifikan untuk mencapai perbaikan pasien depresi yang telah menjalani pengobatan dengan obat antidepresan inisial sebelumnya.
Selain itu ia juga mengatakan bahwa pengobatan depresi menggunakan antidepresan SSRI dan SNRI selama ini banyak menghasilkan hal yang tidak memuaskan dari sisi perubahan gejala.
Sekitar 50% pasien pengobatan depresi masih memiliki gejala dan berada pada fase partial response.
Pengobatan antidepresan pada pasien depresi perlu memperhatikan beberapa hal, seperti perbaikan gejala depresi, cocok atau tidaknya obat bagi pasien (tolerabilitas), perbaikan fungsi pasien, serta bagaimana kondisi kesehatan pasien secara keseluruhan.
Beberapa penelitian dan percobaan di klinis mengatakan pasien-pasien yang tidak mengalami perbaikan signifikan dengan pengobatan awal SSRI atau SNRI memperlihatkan perbaikan bermakna dengan penggunaan antidepresan multimodal seperti Vortioxetine.
Sebagai salah satu pembicara di simposium yang sama, Prof. Roger juga memaparkan perbandingan hasil penelitian terakhir randomised double blind terhadap keampuhan dari Vortioxetine versus Desvenlafaxine (antidepresan SNRI golongan terakhir yang dianggap lebih baik daripada pendahulunya).
Dari penelitian itu, hasil yang didapat menunjukkan bahwa Vortioxetine lebih unggul untuk mencapai remisi atau kesembuhan penuh tanpa gejala dibandingkan Desvenlafaxine.
Selain itu diketahui juga bahwa pasien yang mendapatkan Vortioxetine mencapai fungsi kehidupan yang lebih baik secara pribadi dan sosial.
Pasien juga lebih menyukai efek penggunaan obat Vortioxetine daripada Desvenlafaxine yang biasanya berkaitan dengan karakteristik efek samping obat dan kecocokan dengan pasien.
Salah satu yang menarik sebagai diskusi dari presentasi di seminar ini adalah pembicara mengingatkan pentingnya memiliki HARAPAN dalam proses terapi.
Salah satu penelitian yang sengaja membandingkan obat kosong (plasebo) dengan plasebo pada gangguan depresi dewasa memberikan hasil bahwa salah satu plasebo lebih baik dalam menangani gejala daripada yang lainnya.
Harapan dan konfirmasi diri pasien sendiri terkait keinginan menjadi lebih baik adalah kekuatan yang sangat besar dalam membantu proses penyembuhan. Inilah salah satu yang menurut saya sangat penting dalam proses penyembuhan hampir semua gangguan jiwa.
Semoga laporan singkat ini bermanfaat.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Mungkinkah Mencapai Kesembuhan pada Pasien Depresi?"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.