Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Akhir-akhir ini di media sosial, terutama TikTok aksi mengemis online yang lebih mengarah ke eksploitasi kemiskinan sudah semakin mengkhawatirkan.
Para pengemis ini membuat siaran Live di TikTok dengan cara yang semakin ekstrem demi mendapat empati, views, dan tentu sumbangan atau gift.
Dari gift berbentuk diamond yang diberikan oleh para penonton di siaran Live tersebut, jika mencapai jumlah minimal 1.000 maka akan bisa ditukarkan dengan uang.
Aksi mengemis mungkin memang sudah ada sejak muncul peradaban manusia di muka bumi. Namun, model mengemis secara online ini pernah menjadi viral pada 2019 di Amerika Serikat.
Awalnya, seorang pemuda gelandangan bernama Jovan Hill meminta donasi melalui media sosial untuk membiayai kehidupannya.
Jovan Hill yang sangat lihai membangun cerita kehidupan gelandangan mengundang banyak simpati dari 200 ribu lebih pengikutnya di media sosial.
Mereka mulai membelikannya makanan, bahkan sampai ada yang memberinya iPhone. Di satu waktu, Hill pernah meminta dan mengemis uang sejumlah 7.000 USD. Ironisnya, donasi pun mengalir.
Selain para kreator konten yang mengemis kepada para pengikutnya, hal serupa juga dilakukan oleh pengikut sejumlah kreator konten di Indonesia.
Pada 2021 lalu, Arief Muhammad seorang kreator konten asal Indonesia pernah membuat konten ikoy-ikoyan atau giveaway.
Konten ikoy-ikoyan yang membagikan hadiah gratis ini “mendorong” banyak pengikut Arief Muhammad di media sosial untuk mengemis.
Bahkan fenomena mengemis ini juga dilakukan tak hanya ke Arief Muhammad tetapi juga ke banyak kreator konten lain agar memberikan giveaway untuk mereka.
Dengan banyaknya fenomena mengemis online di media sosial ini, saya melakukan pengaatan sederhana dan menemukan 5 faktor yang mendorong suburnya model mengemis online ini.
Faktor pendorong paling mendasar seseorang melakukan aksi ngemis online adalah untuk menarik perhatian dan uang.
Para pembuat konten live mengemis di TikTok ini berusaha menarik perhatian pemirsanya lewat aksi-aksi yang memancing empati.
Dari perhatian dan empati yang didapat tadi, mereka akan mendapat uang dari gift yang diberikan pemirsanya.
Namun, konten yang disajikan cenderung monoton. Jika terus menerus menyajikan konten monoton kemungkinan besar perhatian dan empati dari permisanya tak lagi bisa ia dapat.
Untuk melakukan aksi mengemis online di media sosial para pengemis online itu harus memiliki akses internet dan media sosial.
Dengan ada akses internet dan media sosial, menjadikan narasi para pengemis lebih luas. Semakin luas maka otomatis makin banyak orang yang menonton live mereka.
Berbagai macam platform media sosial dan karakteristiknya mendorong lebih lanjut narasi berisi bawang. Walau kadang juga berisi narasi penarik empati yang dimodifikasi.
Jejaring medsos menjanjikan raihan konten ngemis online lebih baik. Bagi pengemis online untuk giveaways, jejaring antar konten kreator sering memiliki model yang serupa.
Sistem algoritma dan jejaring media sosial dapat menjanjikan raihan konten ngemis online menjadi lebih baik.
Apalagi mereka yang biasa membuat konten giveaway, biasanya akan memiliki jejaring antar kreator konten dengan model yang serupa.
Algoritma yang mudah diakali dengan tagar, FYP, dan kata kunci viral membuat potensi jangkauan ngemis lebih luas dan cepat mendapat perhatian.
Karena konten ngemis sebaiknya lebih ekstrim dan aneh, sensasilah yang didapatkan. Mendapatkan perhatian karena sensasi tentu mengalihkan perhatian netizen luar biasa.
Umumnya mereka yang mengemis online akan membuat konten yang aneh juga ekstrem. Artinya, mereka sejak awal paham bahwa memancing sensasi adalah tujuan utama.
Dengan sensasi, perhatian banyak warganet akan cepat tepancing. Maka otomatis panggung pun juga mereka dapatkan, sehingga potensi mendapat uang akan jadi lebih besar.
Demi tujuan memancing sensai inilah yang akhirnya mendorong banyak kreator konten ngemis online ini jadi lebih konyol dan nirempati.
Nampaknya kebosanan juga mendorong netizen semakin aktif julid di medsos. Begitupun dengan ngemis online.
Barangkali faktor juga mendorong banyak orang melakukan aksi ngemis online adalah kebosanan.
Kebosanan membuang banyak orang menjadi memiliki banyak waktu luang yang justru dimanfaatkan untuk lebih aktif julid di media sosial hingga mengemis online.
Baik sebagai pemberi donasi atau pengemis donasi, bisa datang dari orang yang berkecukupan. Akan tetapi, karena kebosanan alhasil mereka tergoda mencoba hal baru.
Mengemis dengan aksi yang mengundang sensasi akan memberikan mereka panggung dan secara mengejutkan justru bisa memberikan mereka keuntungan.
Bagi pemberi donasi akan dianggap sebagai seorang yang dermawan ketika sering memberi donasi di banyak konten live para pengemis, yang artinya mereka juga dapat panggung di acara yang sama.
Dari berbagai kesan, sensasi, dan panggung itu, otomatis akan semakin mendorong siklus ketagihan adrenaline rush.
Meski memang kehadiran fenomena ngemis online ini juga menunjukkan gunung es kemiskinan di Indonesia.
Banyak kemiskinan yang secara tak langsung tersorot, kemiskinan akibat minimnya tingkat pendidikan, ketidaksetaraan akses pekerjaan, sampai kekacauan kebijakan ekonomi dan krisis global juga disampaikan dengan lewat ngemis online.
Sebaiknya memang fenomena ngemis online ini tidak lagi ditanggapi sebagai sensasi belaka oleh banyak kalangan, termasuk pejabat negara.
Sejatinya, tidak ada orang yang ingin mengemis. Sebab adagium tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah, masih terus diajarkan di Indonesia.
Pada akhirnya di satu sisi sebenarnya kita bisa melihat bahwa mengemis online juga bisa dianggap sebagai cara bertahan hidup bagi banyak orang.
Di sisi yang lain, aksi mengemis online ini juga bisa jadi cara menipu banyak warganet yang naif juga dermawan. Apalagi Indonesia memang dinobatkan sebagai negara paling dermawan di dunia.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Lima Faktor Pendorong Ngemis Online Makin Subur"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.