Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Suatu hari, selasar sekolah dipenuhi aktivitas siswa sedang menyiapkan bahan dan alat untuk pengomposan.
Mereka yang dibagi menjadi beberapa kelompok bertugas untuk mengumpulkan bahan-bahan untuk membuat kompos.
Bahan-bahan yang mereka mesti kumpulkan adalah seperti dedaunan yang gugur, ranting, sampah daun bekas jajanan, dan buah yang telah busuk.
Semua bahan ini mereka bisa temukan di sekitar lingkungan sekolah. Tidak sulit untuk bisa menemukan bahan-bahan tersebut, sebab di lingkungan sekolah banyak terdapat tanaman, baik yang besar maupun kecil, Ada satu bahan yang diminta dibawa dari rumah, yakni kulit padi (berambut).
Setelah semua bahan terkumpul, mereka lalu bertugas menyiapkan bahan-bahan tadi agar lebih mudah dimasukkan ke dalam alat pengomposan.
Dedaunan dan ranting dipotong kecil, sampah daun bekas bungkus jajanan dan buah busuk juga tak lupa untuk dipotong kecil.
Di halaman depan, tengah, dan belakang, juga di samping bangunan gedung sekolah banyak ditemukan sampah organik.
Selain menyiapkan bahan, para siswa juga menyiapkan berbagai alat untuk pengomposan, seperti keranjang cucian, kardus, paranet, kain hitam, dan lain sebagainya.
Alat-alat tadi kemudian dibuat menjadi alat pengomposan dengan dipandu oleh guru sebagai fasilitator.
Pembuatan alat pengomposan terbilang cukup sederhana, sehingga harapannya setelah mengetahui berbagai tahapan pengomposan, para siswa bisa mempraktikkannya juga di rumah bersama keluarga.
Aktivitas pengomposan yang dilakukan oleh siswa tersebut merupakan projek penguatan profil pelajar Pancasila di sekolah tempat saya mengajar.
Projek tersebut dikhususkan bagi siswa Kelas VII sebab pembelajarannya bersumber dari Kurikulum Merdeka. Sementara, Kelas VIII dan Kelas IX masih bersumber dari Kurikulum 2013.
Alasan memilih pengomposan sebagai topik projek penguatan profil pelajar pancasila adalah mudah dilakukan dan relatif murah.
Berbagai alat dan bahan yang dibutuhkan untuk pengomposan sangat mudah didapat dan tidak membutuhkan biaya yang besar.
Dari kegiatan ini ada nilai atau karakter yang dapat dikuatkan dalam diri setiap siswa yang sesuai dengan amanah Kurikulum Merdeka.
Melalui projek penguatan profil pelajar Pancasila, siswa (diharapkan) memiliki karakter seperti yang terkandung dalam sila-sila Pancasila.
Salah satu karakter tersebut adalah beradab. Beradab dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti (1) mempunyai adab; mempunyai budi bahasa yang baik; berlaku sopan, (2) telah maju tingkat kehidupan lahir batinnya.
Mengapa menjadi beradab itu penting? Sebab, salah satu indikator seseorang telah memiliki kematangan kehidupan lahir-batin adalah peduli terhadap lingkungannya.
Peduli terhadap lingkungan dalam konteks pengomposan mengajak siswa berani kotor dan berbagi.
Kita mafhum, pada zaman sekarang banyak anak yang merasa takut, jijik, dan malas-malasan bersentuhan dengan tempat-tempat atau barang-barang yang kotor. Sikap demikian terjadi karena lingkungan tempat mereka dibesarkan kurang mendukung.
Malah yang kerap ditemukan adalah ketika anak-anak hendak bermain di tempat atau dengan barang-barang yang kotor, orangtuanya malah melarang.
Sebab, seringnya orangtua khawatir pada anaknya jika bermain di tempat atau dengna barang yang kotor akan mengakitbatkan anak mereka sakit atau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Tentu sikap orangtua seperti itu sangat wajar, namun orangtua perlu menyadari bahwa di balik tempat atau benda yang kotor sebenarnya ada hal-hal dan nilai-nilai baik yang bisa dipetik.
Jika seorang anak diberikan kesempatan untuk bersentuhan dengan tempat atau benda yang kotor, berarti mereka sedang dalam proses belajar.
Belajar berani menghadapi kenyataan bahwa tidak semua hal yang dihadapi selalu bersih, menyenangkan, dan menyegarkan. Tetapi, ada hal-hal yang kotor, menjijikkan, dan berbau.
Maka dari itu, melalui projek pengomposan, anak-anak diarahkan untuk berani bersentuhan dengan sampah, tanah, buah busuk, sisa-sisa makanan, dan sejenisnya.
Semua itu kotor, menjijikkan, dan berbau. Akan tetapi, keterlibatan anak dalam kegiatan ini, sedikit banyak, membentuk dirinya menjadi pribadi yang lebih siap.
Sekalipun di rumah mereka kurang atau tidak berani melakukannya, di sekolah mereka berani melakukannya bersama teman-temannya. Sebab, satu dengan yang lain saling memotivasi dan di antara mereka sangat mungkin ada yang menjadi teladan.
Dalam situasi demikian, keberanian anak bisa muncul secara spontan. Tidak lagi jijik terhadap tanah, tempat becek, tempat kotor, bau kurang sedap, sampah, dan sejenisnya.
Terlebih jika sikap seperti ini dilakukan anak secara terus-menerus, maka bisa dipastikan ia akan tumbuh menjadi anak yang cekatan, sat-set, dan tidak pilih-pilih aktivitas/pekerjaan sekalipun ada kendala. Tentu dengan catatan, aktivitas yang dilakukan positif.
Sekolah memang berharap aktivitas pengomposan ini tidak berhenti ketika projek di sekolah selesai. Anak-anak bersama keluarga di rumah dapat melanjutkannya.
Sebab, aktivitas ini dapat memunculkan dampak yang sangat berharga, yaitu menjadi gaya hidup berkelanjutan anak dan keluarganya.
Di sekolah, aktivitas ini harus menjadi kebijakan berkelanjutan. Dilangsungkan secara berkala.
Pasalnya, selain bisa terus menghasilkan kompos dari sampah organik di sekolah, juga bisa membuat lingkungan sekolah menjadi bersih, segar, dan nyaman.
Jika proses pengomposan ini bisa berjalan dengan rutin, maka otomatis sekolah akan memiliki banyak stok kompos yang dihasilkan.
Dari banyaknya kompos ini tentu akan sangat membantu sekolah lebih mudah merawat kesuburan tanam-tanaman yang dipelihara di lingkungan sekolah. Siswa pun dapat memanfaatkannya untuk taman kelasnya, memupuk berbagai tanaman hias.
Jika masih ada kelebihan kompos yang dihasilkan, guru dan karyawan sekolah pun dapat memanfaatkannya untuk tanaman di rumah.
Bahkan, siswa pun kalau di rumah tidak mengadakan pengomposan sendiri bersama keluarga, dapat memanfaatkan kompos yang diproduksi di sekolah.
Terhadap anak-anak, sekalipun kita mengajak aktivitas mereka bersentuhan dengan tempat dan barang-barang kotor, penanaman kebersihan diri menjadi hal yang tidak boleh diabaikan.
Sehabis bersentuhan dengan sampah harus membersihkan diri secara bersih. Ini pun juga cara berbagi, ada saatnya kotor; ada saatnya bersih.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Projek Pengomposan Ajak Siswa Berani Kotor dan Berbagi"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.